Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa
Warta Feminis

​Amrina Habibi: Absenya Perspektif Adil Gender Sebabkan Kasus Kekerasan Seksual Tidak Pernah Tuntas

24/5/2016

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
Amrina Habibi, Sekretaris Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Aceh menjadi salah satu pembicara dalam pendidikan publik “RUU Penghapusan Kekerasan Seksual” yang diselenggarakan oleh Yayasan Jurnal Perempuan bekerjasama dengan Pusat Studi Gender (PSG) Universitas Syiah Kuala, Humas Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Aceh Women’s for Peace Foundation (AWPF) di Aula AAC Dayan Dawood Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh dengan dukungan Ford Foundation pada Senin, 23 Mei 2016. Dalam acara ini Amrina Habibi berbicara tentang bagaimana penanganan kasus kekerasan seksual di lapangan dan bagaimana korelasinya dengan regulasi yang telah ada. “Aparat penegak hukum sangat sedikit yang memiliki perspektif adil gender, mendengar suara korban dan membantu korban dalam proses hukum yang berjalan”, ungkap Amrina.

Amrina menjelaskan bahwa pemerintah Aceh telah memberikan perhatian khusus terhadap isu ini, seperti telah adanya Qanun nomor 6 tahun 2009 tentang pemberdayaan perempuan, dan Qanun nomor 11 tahun 2008 tentang perlindungan anak. Beberapa pasal disana menjelaskan tentang tanggung jawab dan kewajiban kepada pemerintah provinsi Aceh untuk memberikan dan mengembangkan pelayanan terpadu yang tentunya diharapkan dapat melayani, menangani dan mencegah terjadinya kekerasan seksual. Secara spesifik ada satu Pergub yang menjadi panduan untuk pemerintah, yaitu Pergub no 109 tahun 2013 tentang standar pelayanan minimal bagi perempuan dan anak korban kekerasan seksual di Aceh. Ini menegaskan bahwa bupati, gubernur, pemerintah daerah menetapkan anggaran dan kewajiban mengembangkan P2TP2A di seluruh kabupaten dan kota. Namun saat pelaksanaanya di lapangan, menurut Amrina masih banyak kendala teknis. “Kurangnya perspektif hakim terhadap korban dalam memeriksa perkara—seperti pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan korban dalam rangka memastikan bahwa korban dan pelaku tidak sama-sama menikmati—menjadi salah satu faktor yang akhirnya penyidikan kasus malah lagi-lagi menyudutkan korban”, ungkap Amrina.

Kemudian lain hal yang menurut Amrina penting, dalam penanganan kasus kekerasan seksual di lapangan yang membuat banyak kasus ditutup ialah karena tidak cukupnya barang bukti. “Penyidik, kepolisian dan kejaksaan jarang yang bersedia menggunakan satu alat bukti untuk mengejar kasus tindak pidana”, tutur Amrina. Menurut Amrina, meskipun regulasi sudah dibuat oleh pemerintah Aceh, namun dalam pelaksanaanya perlu dilihat kembali, apakah sumber daya pendamping dan pengetahuan aparat penegak hukum sudah sesuai dengan misi regulasi pemerintah Aceh. Di daerah-daerah pelosok misalnya, menurut Amrina, masih kurang pendamping hukum atau pendamping sosial bagi korban saat persidangan, hal ini bisa dijadikan evaluasi bersama. Sehingga menurut Amrina perlu adanya kerjasama yang dibangun antara pemerintah dengan fakultas psikologi maupun fakultas hukum untuk meningkatkan jumlah Paralegal yang sensitif. Amrina Habibi, berharap forum ini bisa menjadi ruang untuk menghimpun berbagai solusi untuk penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di Aceh. (Andi Misbahul Pratiwi)


Sartiah Yusran
24/5/2016 04:45:58 pm

Setuju dengan ibu Amrina Habibi.
Kejahatan seksual yang terjadi terhadap perempuan dan anak-anak belakangan ini merupakan kesalahan berjamaah karena beberapa alasan:
1) Para pembuat dan pengambil kebijakan kurang memaknai produk hukum yang telah dibuatnya sebagai suatu pedoman yang harus diimplementasikan sebagai mana substansinya. Bahkan pelaksana kebijakan itu sendiri yang acap kali melanggar.
Contoh, kasus pelecehan dan kekerasan seksual, korban melapor ke polisi, namun korban bahkan menjadi mangsa oknum yang tidak pakai hati, sehingga selama ini banyak korban yang diam dan membisu karena terkesan kurang bagus.
UU perlindungan anak tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya dan juga masih kurang dipahami oleh sebagaian besar masyarakat.
2) Selama ini pejuang atau aktifis perempuan dan anak dipandang sebelah mata bahkan tidak dilirik sama sekali. Apalagi kalau sudah ada kata 'gender', maka berpikir perempuan mau ngapain lagi?
3) di sektor pendidikan juga lengah karena absesnya pendidikan kesehatan reproduksi yang memberi pemahaman kepada anak usia sekolah pentingnya mempertahankan dan bertanggung jawab atas kesehatan reproduksinya dan kesehatan seksualnya.
Kebijakan 'pendidikan tanpa kekerasan' juga absen di dunia pendidikan.
4) media sangat vulgar dan tidak ada aturan yang ketat untuk akses ke pornografi dan porno aksi.
5) Pengawasan orang tua juga lemah, hamoir tidak komunikasi terbuka terutama komunikasi tentang seksualitas antara orang tua dan anak..

Akibat dari kesalahan semua pihak, maka puncak kekerasan seksual sudah mempelihatkan kepada kita betapa teledornya negara ini dalam melindungi perempuan dan anak-anak.
Betapa tidak respekinya pelaku terhadap perempuan dan anak yang nota bene mereka juga lahir dari rahim seorang perempuan


Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | yjp@jurnalperempuan.com
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa