Senin (15/4), Amnesty International (AI) meluncurkan dokumen yang berisi sembilan isu utama hak asasi manusia (HAM) yang harus diprioritaskan oleh para kandidat presiden dan legislatif yang akan terpilih pada pemilu mendatang. Sembilan agenda HAM tersebut meliputi hak atas kebebasan berekspresi; hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, beragama dan berkepercayaan; pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM masa lalu; kekerasan oleh aparat keamanan; hak perempuan; kondisi HAM di Papua; akuntabilitas atas pelanggaran HAM oleh perusahaan sawit; penghapusan hukuman mati; dan perlindungan terhadap hak-hak LGBTI. Dalam jumpa pers di kantor AI, Papang Hidayat, peneliti senior Amnesty International mengatakan penyampaian agenda HAM untuk kandidat yang berkampanye merupakan tradisi AI yang sudah berlangsung sejak 2009 di Indonesia. Bidang-bidang prioritas tersebut didasarkan pada penelitian dan kegiatan AI di Indonesia dan temuannya sudah pernah dilaporkan sebelumnya. “Sembilan isu yang dimunculkan dalam dokumen merupakan kompilasi dari kerja-kerja AI sejak tahun 1960-an. Dari kompilasi tersebut, ada isu yang terus-menerus muncul dan tidak pernah menghilang,” ujar Papang. Acara peluncuran dihadiri Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik serta perwakilan dari masing-masing tim sukses kandidat presiden, Kyai Maman Imanulhaq dari Tim Kampanye Nasional Jokowi Amin (TKN) dan Ferry Mursyidan Baldan dari Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi (BPN). Dalam kesempatan tersebut, Ketua Komnas HAM menyambut baik dan mengapresiasi AI atas agenda yang disampaikan. “Perspektif HAM masih belum menjadi kerangka berpikir umum dalam membangun politik negara. Contohnya pada debat kandidat capres-cawapres dimana isu HAM tidak menjadi kerangka utuh dalam debat namun hanya sekadar box kecil saja dalam keseluruhan debat,” ujar Taufan Damanik. Ia menambahkan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu sangat krusial. Penuntasan kasus tersebut merupakan bukti bahwa keadilan bisa ditegakkan di Indonesia. Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia menyampaikan pemerintah terpilih diharapkan bisa memperbaiki kondisi HAM di Indonesia. “Agenda HAM yang kami ajukan ini mengedepankan rencana aksi konkret yang harus dikerjakan oleh pemerintah dan parlemen berikutnya untuk memperbaiki situasi HAM di Indonesia setelah keadaan yang memburuk dialami oleh begitu banyak individu dalam empat setengah tahun terakhir, terutama kaum minoritas dan kelompok-kelompok terpinggirkan lainnya,” kata Usman dalam siaran persnya. Dalam dokumen berjudul “Prioritaskan HAM: 9 Agenda untuk Pemerintah dan Parlemen Terpilih”, AI juga menyoroti isu-isu yang berkaitan dengan hak perempuan seperti penerapan qanun jinayat di Aceh, sunat perempuan (female genital mutilation), minimya perlindungan hukum bagi PRT, ketiadaan payung hukum terkait kekerasan seksual dan belum optimalnya perlindungan bagi pekerja migran yang tidak terdokumentasi. Selain itu, AI juga menegaskan kegagalan pemerintah dalam mengambil langkah-langkah efektif untuk memberikan keadilan, kebenaran dan reparasi bagi perempuan dan anak perempuan yang menjadi korban pelanggaran HAM di masa lalu. Magdalena Sitorus, Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang hadir dalam acara tersebut mengungkapkan pentingnya pengesahan RUU Penghapusan kekerasan Seksual. “Secara substansi RUU PKS berbicara mengenai penghapusan kekerasan seksual, siapapun yang menjadi korban dan apapun latar belakangnya. Yang dibutuhkan saat ini adalah payung hukumnya tetapi pembahasan bergeser ke isu-isu lain,” tegasnya. Berkaitan dengan pelecehan, intimidasi, serangan dan diskriminasi yang dialami kelompok LGBTI, Taufan mengungkapkan adanya langkah sistematik untuk membalikkan diskursus yang ditunjukkan munculnya perda-perda yang mendiskriminasi LGBTI dan adanya bias aparat pemerintah dan penegak hukum. “Siapapun yang menang dalam pemilu nantinya akan terlibat dalam proses pembuatan kebijakan, maka dari itu perlu dilakukan legal review terhadap kebijakan yang ada. UU yang tidak sejalan dengan prinsip HAM perlu direvisi,” ujarnya. Ia berharap kebijakan negara di masa mendatang lebih sesuai dengan standar HAM. (Dewi Komalasari) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
August 2024
Categories |