"Menjaga ekologi bukan hanya untuk manusia saja, tapi ekologi juga ada hewan-hewan dan bumi itu sendiri“, tutur Mama Aleta Baun saat memulai kelas Kajian Filsafat dan Feminisme VIII yang mengangkat tema ekofeminisme pada Jumat, 22 September 2017 di kantor Yayasan Jurnal Perempuan. Mama Aleta Baun adalah perempuan pejuang lingkungan dari Mollo, namanya mulai dikenal sejak ia secara konsisten dan gigih memimpin aksi tolak tambang untuk menyelamatkan kawasan Gunung Mutis, Timor Tengah Selatan. Ia mendapatkan penghargaan Goldman Environmental Prize tahun 2013 dan Yap Thiam Hien Award 2016 atas jasanya dan kegigihannya memperjuangkan lingkungan hidup. Bagi Mama Aleta manusia harus memikirkan keselamatan ekologi karena keberlangsungan hidup seluruh makhluk hidup bergantung pada keberlangsungan ekologi. Mama Aleta memiliki keyakinan bahwa Tuhan telah membagi alam secara adil, ada yang bisa dimanfaatkan manusia ada yang memang menjadi milik alam. “Tuhan sudah membagi alam, ayam hutan, kuskus, monyet adalah milik alam, sedangkan apa yang kita pelihara sudah dibagi menjadi milik manusia”, tutur Aleta Baun. Maka menurutnya manusia tidak boleh serakah mengambil apa yang menjadi milik alam. “Ketika tambang marmer masuk, pemerintah mengatakan bahwa tambang itu adalah pembangunan, banyak juga peneliti yang mengatakan bahwa tidak akan ada dampak apa-apa ketika tambang masuk”, ungkap Mama Aleta. Padahal menurutnya batu yang berpori itu menyimpan banyak air, “Ketika hujan, air jatuh dari langit ke pepohonan di hutan, lalu mengalir ke dahan kayu, kemudian jatuh ke bebatuan dan air tersimpan di sana sehingga masyarakat tidak kekeringan”, jelas Mama Aleta. Lebih jauh ia juga menceritakan tentang perjuangan perempuan Kendeng yang menolak pabrik semen. Menurutnya karena Pegunungan Kendeng maka pertanian alami masyarakat bisa tetap berjalan, namun jika Pegunungan Kendeng di tambang maka akan memengaruhi kehidupan masyarakat di sana juga. “Air dari gunung membawa humus tanah ke pertanian, maka tanah akan tetap subur”, tutur Mama Aleta. Bagi masyarakat Mollo, alam adalah kesatuan hidup yang tidak bisa terpisahkan satu sama lain, jika satu bagian dari alam dicerabut maka tidak ada keseimbangan lagi. “Gunung adalah tulang, tanah adalah daging, air adalah darah, hutan adalah rambut”, tegas Mama Aleta. Menyoal pembangunan, Mama Aleta menjelaskan bahwa masyarakat tidak anti terhadap pembangunan, menurutnya kita juga butuh pembangunan dan tidak boleh mengunci diri, namun pertanyaan selanjutnya yang dilontarkan mama Aleta adalah: pembangunan seperti apa? Apakah pembangunan yang merusak keberlangsungan hidup alam dan manusia? Baginya pengetahuan yang kita dapat selama ini adalah dari alam, sehingga jika alam rusak maka ada pengetahuan yang hilang terutama pengetahuan perempuan—yang selama ini dekat dengan alam—seperti menenun, meracik obat-obatan dari hutan, dll. Kerusakan alam sangat berdampak langsung bagi perempuan yang selama ini dibebani dengan kerja-kerja domestik seperti mengambil air, menyiapkan pangan dan pakaian. Mama Aleta dan masyarakat adat di Mollo yang ikut menolak tambang berkeyakinan bahwa di dunia ini ada tiga hal yang harus dihormati yaitu Tuhan, leluhur dan alam. Oleh karena itu dalam setiap perjuangannya mereka selalu memulai dengan ritual adat yang ditujukan pada Tuhan, leluhur dan alam. Masyarakat adat di Mollo memiliki prinsip bahwa mereka akan menjual apa yang bisa mereka buat seperti tenun dan obat-obatan, sedangkan tanah, gunung, batu tidak bisa mereka buat/ciptakan, maka mereka tidak akan menjualnya. “Bumi yang sekarang kita tinggali bukan milik kita, kita hanya meneruskan apa yang telah dijaga oleh leluhur kita, nantinya kita pun akan kembali pada bumi, maka kita harus merawat bumi yang telah menyusui kita, memberikan kehidupan, dan kesejahteraan”, tutur Mama Aleta. Bagi Mama Aleta tanggung jawab merawat bumi adalah tanggung jawab bersama, laki-laki menemukan rumah dan perempuan menemukan tenun untuk membungkus tubuh, keduanya memiliki kontribusi yang sama besarnya bagi keberlangsungan hidup. (Andi Misbahul Pratiwi) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
August 2024
Categories |