Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa
Warta Feminis

Akses Keadilan Bagi Perempuan Belum Maksimal

5/8/2019

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
Dalam rangka Hari Keadilan Internasional, pada Kamis (25/07) Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil menyelenggarakan diskusi publik bertema “Perempuan dan Akses Keadilan” di Sari Pasific Jakarta. Pada awal diskusi, Azriana Manalu selaku moderator menyampaikan bahwa akses keadilan perempuan terhadap hukum masih belum maksimal. Hal ini dilihat karena hingga kini (setelah 21 tahun Reformasi), salah satu hambatan utama yang dihadapi perempuan adalah supremasi hukum pada keadilan dan perlindungan hak perempuan. Komnas Perempuan mencatat masih banyak persoalan-persoalan penting yang menjadi hambatan bagi perempuan dalam mendapatkan keadilan, seperti impunitas, tidak dijalankannya putusan pengadilan, dan kriminalisasi undang-undang yang diskriminatif dan multitafsir.
​
Diskusi dimulai dengan penyampaian testimoni oleh kaum ibu dari Gereja HKBP Filadelfia Bekasi. “Sudah sejak 19 tahun lalu kami beribadah secara berpindah-pindah,” ungkap Erry Sinaga. Meskipun semua berkas dan persyaratan secara hukum pendirian rumah ibadah telah dilengkapi dan telah pula diperoleh izin secara legal, penolakan justru tetap datang dari oknum-oknum setempat dimana gereja akan didirikan. Ketika akan beribadah di tempat tersebut, para jemaat mendapatkan perlakuan yang tidak patut, antara lain dilempari telur busuk dan air kencing. Namun, dengan lantang Erry Sinaga menuturkan bahwa hal ini tidak menyurutkan semangat mereka yang sebagian besarnya perempuan dalam memperjuangkan hak mendirikan rumah ibadah. Setiap dua minggu sekali mereka beribadah di depan Istana Merdeka, Jakarta, sebagai bentuk protes dari tidak dijalankannya putusan pengadilan oleh negara yang berdampak pada pelanggaran hak kebebasan beragama. Hingga kini, belum ada kejelasan respons dari negara. “Besar harapan kami untuk negara bisa membuka segel Gereja HKBP Filadelfia, supaya kami bisa beribadah dengan damai dan aman,” tutur Erry Sinaga, seorang jemaat Gereja HKBP Filadelfia.

Paparan selanjutnya dikemukakan Nani Nurani, sang survivor 65. Ia adalah seorang penyanyi istana yang dituduh simpatisan PKI. Ia menceritakan bahwa pada 1968 (ketika usianya masih 27 tahun), ia dimasukkan ke penjara Bukit Duri tanpa adanya proses hukum terlebih dulu, dan baru dikeluarkan pada 1975 dengan alasan keadaan kesehatan. Pada saat keluar dari penjara bukan berarti bebas lepas begitu saja dari bayang-bayang PKI, karena ia masih harus wajib lapor setiap bulan ke Kelurahan Rawa Badak Utara dan setiap 3 bulan sekali ke Kecamatan Koja, dan puncaknya ia tidak mendapatkan KTP seumur hidup. Kemudian pada 2003, ia berupaya “melawan” dengan mengajukan kasus ini ke PTUN Jakarta.  “Putusannya, saya bukan anggota organisasi terlarang, tidak terlibat G30S, dan tidak pernah dinyatakan bersalah karena tidak pernah diadili,”, tuturnya. Kemudian, pada 2011 Nani mengajukan rehabilitasi nama dan ganti rugi. Namun, hingga kini belum ada kejelasan status dan perkembangan kasusnya. “Jangan sampai kasus ini (Peristiwa 1965) ditutup nantinya karena kami (para korban) telah meninggal,” ujar Nani Nurani.

Kemudian, diskusi dilanjutkan dengan mendengarkan pendapat dari para narasumber, yaitu Nirwana (Anggota Pokja Perempuan dan Anak, Mahkamah Agung), AKBP Ayi Supardan, Sri Bhayangkari (Penyidik Unit PPA Bareskrim POLRI), Latifah Setyawati (Asisten Hakim Agung pada Kamar Perdata Agama, Mahkamah Agung), dan Sri Nurherawati (Komisioner Komnas Perempuan). Mereka sepakat bahwa langkah peradilan dalam meningkatkan akar keadilan terhadap perempuan perlu ditingkatkan. Perlu ada sinergi antara Mahkamah Agung, POLRI, lembaga lainnya, dan masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut.

Pada bagian kesimpulan dan penutup, Azriana Manalu mengemukakan bahwa kasus-kasus tersebut menjadi potret masih adanya pengabaian pengalaman dan suara perempuan ketika berhadapan dengan hukum, yang terjadi dari hulu hingga hilir. Mulai dari pra adjudikasi (pemeriksaan laporan kasus sebelum persidangan), adjudikasi (persidangan), hingga pos adjudikasi (putusan). Komnas Perempuan seringkali mendapatkan laporan dan pengaduan mengenai pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan hakim, jaksa, atau penasehat hukum terkadang menyudutkan perempuan, bahkan tak jarang perempuan korban justru berujung menjadi terpidana. Karena itu, Komnas Perempuan menilai penting untuk melakukan pendampingan kepada perempuan yang menghadapi proses hukum, dan mensosialisasikan tahapan-tahapan yang bisa ditempuh perempuan dalam memperoleh keadilan hukum. Selain itu, undang-undang yang sudah ada pun perlu dikaji kembali supaya mengarah pada menjawab kebutuhan korban. Dan hal ini tentunya membutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak dan organisasi masyarakat sipil. (Shera Ferrawati)



Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | yjp@jurnalperempuan.com
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa