Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa
Warta Feminis

​Akibat Polarisasi Pandangan, Badan Legislasi DPR Usul Panitia Khusus Bahas RUU PKS

16/7/2021

 
Picture

Mike Verawati
​Koalisi Perempuan Indonesia​

..
​Oleh: Ismira Lutfia Tisnadibrata
 
Rapat dengar pendapat umum yang digelar daring selama dua hari oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk menyusun Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) masih menemukan adanya dua pandangan yang bertolak belakang mengenai perlu atau tidaknya ada undang-undang yang menjadi landasan hukum terkait masalah kekerasan seksual di Indonesia....
Untuk menjembatani polarisasi pandangan akan RUU tersebut, anggota Baleg DPR dari Fraksi PPP, Illiza Sa’aduddin Djamal mengusulkan dalam rapat hari pertama Senin (12/7)  agar pembahasan RUU PKS dibawa ke Panitia Khusus (Pansus) DPR. “Saya takut ini deadlock lagi.  Di satu sisi, kita paham bahwa korban membutuhkan lahirnya aturan perundang-undangan. Dari masukan yang ada, ini harus dibahas secara komprehensif,” ujar Illiza. “Kami sangat paham terkait kekosongan hukum yang ada.”
 
Illiza mengatakan pihaknya mengerti bahwa ada kekosongan hukum yang berfungsi sebagai acuan permasalah kekerasan seksual, dan PPP sejak awal mempunya perhatian terhadap RUU PKS.
 
Anggota Baleg lainnya, Taufik Basari, mengatakan dalam rapat dengar pendapat hari kedua Selasa (13/7) bahwa kesalahpahaman beberapa kelompok masyarakat yang menentang RUU PKS ini dapat menghambat pembahasan dan pengesahannya, sehingga perlu ada dialog dan edukasi untuk meluruskan pemahaman yang berbeda itu. Menurutnya, RUU PKS justru dapat menjamin adanya perlindungan bagi korban kekerasan seksual dan upaya-upaya pemulihan korban.
 
Data Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat selama 2020, ada 4.849 orang yang mengalami kekerasan seksual. "Menurut saya, pengalaman pahit korban itu adalah fakta. Dasar yang seperti ini, kalau kita bicara metodologi, maka ini dasar yang paling valid. Kalau menurut saya, sumber yang primer," ujar anggota Fraksi Partai NasDem itu. "Dengan tingginya jumlah korban pelecehan seksual, seharusnya menjadi alarm bagi semua pihak agar mengawal dan mengesahkan RUU PKS menjadi undang - undang," ujarnya.
 
RUU PKS adalah salah satu dari 33 RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 berdasarkan kesepakatan dengan Kementerian Menteri Hukum dan HAM dalam rapat kerja 3 Maret lalu.
 
Mike Verawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) yang mewakili jaringan masyarakat sipil pendukung RUU PKS mengatakan dalam rapat hari kedua bahwa RUU PKS tidak hanya untuk kepentingan kelompok perempuan, karena dari angka kekerasan yang ada, korban kekerasan juga meliputi laki-laki, anak-anak, dan kelompok marginal serta disabilitas, karena itu adanya undang-undang tersebut akan memenuhi keadilan yang setara bagi semua korban kekerasan seksual terlepas korban berasal dari kelompok apa.
 
Dari sisi performa negara, Mike mengatakan RUU PKS adalah bagian dari implementasi Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) atau SDGs yang akan memastikan “semua pihak tidak terabaikan dan berhak mengakses keadilan yang sama.” Menurutnya, dalam 10 tahun terakhir, tren kasus kekerasan seksual masih tercatat dalam ranah domestik, namun saat ini kekerasan seksual sudah mengarah ke ranah publik yang terjadi di tempat kerja, kampus, sekolah, bahkan di lembaga-lembaga keagamaan, serta di ruang publik lainnya.
 
Mike mengatakan RUU PKS menjadi jalan bukan saja sebagai payung hukum tapi juga sebagai kultur yang bersama saling menghargai dan sama-sama mencegah kekerasan seksual di mana pun berada. “Kalau kita bicara tentang RUU PKS, itu adalah suara korban. Suara korban yang selama ini sulit harus bersuara atau mengadu karena budaya yang patriarki, dan juga suara pendamping korban yang tidak punya acuan yang pasti untuk mendampingi korban,” ujar Mike. 
 
“RUU PKS juga adalah suara penegak hukum yang tidak punya landasan hukum yang kuat dalam menghadapi kasus-kasus yang belum ada landasan hukum yang spesifik ketika menangani kasus-kasus kekerasan seksual,” tambahnya. 
 
Turut hadir dalam rapat dengar pendapat umum hari pertama antara lain Ketua Aliansi Cinta Keluarga, Direktur Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, Univesitas Darussalam Gontor, Ketua Komisi Penelitian dan Pengkajian Majelis Ulama Indonesia, dan Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Di rapat hari kedua, Baleg mengundang Koalisi Perempuan Indonesia, Kongres Ulama Perempuan Indonesia, Psikolog Tenaga Ahli Psikolog Klinis di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Cendekiawan Muslimah Dosen Pascasarjana Perguruan Tinggi Ilmu Qur’an Jakarta, dan Guru Besar Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.


Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | yjp@jurnalperempuan.com
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa