Rama Sayudhia: Anak Laki-Laki yang Bicara Tentang Kesehatan Reproduksi & Melawan Perkawinan Anak23/7/2021
Andi Misbahul Pratiwi Artikel ini pernah dimuat di Jurnal Perempuan Edisi 105 “Ingatlah bahwa keberhasilan dan kegagalan adalah dua hal yang selalu mewarnai kehidupan seseorang untuk menjadi lebih baik. Jangan menyerah, tetap berusaha dan terus semangat.” -Rama Sayudhia Rama Sayudhia (15 tahun) tinggal bersama orang tuanya dan keluarga besar di sebuah desa kecil di dekat pelabuhan Lombok Barat. Sejak kecil, Rama sudah melihat praktik kekerasan dan perkawinan anak di sekitarnya. Di lingkungan tempat tinggal Rama, praktik perkawinan anak, pekerja anak, penelantaran anak, dan kekerasan terhadap anak sangat umum terjadi. Realita pahit ini membuatnya tergerak untuk menciptakan masa depan yang lebih baik untuknya dan anak-anak di Lombok Barat. Rama dinominasikan olen Plan Indonesia untuk The International Children’s Peace Prize 2020 karena keaktifannya memobilisasi anak dan kaum muda dalam isu perkawinan anak. Rama yang memiliki hobi membaca buku merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Di dalam rumah ia kerap membantu ibunya menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan domestik seperti menyapu, mengepel, dan mencuci baju. Di waktu luangnya ia senang membagi ilmu dengan teman sebaya dan anak-anak kecil di lingkungan rumahnya. Rama diberikan kepercayaan oleh ketua RT untuk mengajar mengaji (guru tajwid) untuk anak di Taman Pendidikan Alquran/TPQ di kampungnya. Selama menjadi guru mengaji, ia banyak memberikan informasi tentang perilaku baik yang seharusnya ditunjukkan anak kepada orang tua dan guru. Selain itu Rama juga memberikan informasi tambahan seputar kekerasan terhadap anak dan bahaya perkawinan anak. Saat ini Rama sedang duduk di bangku kelas 3 SMP. Selain belajar sebagai murid, Rama juga aktif berorganisasi. Sebagai ketua OSIS Rama aktif melakukan kampanye tentang isu kekerasan terhadap anak, perkawinan anak, dan kesehatan reproduksi remaja melalui media kampanye majalah dinding. Dia juga memimpin advokasi dengan kelompok Champions of Change (kelompok yang terbentuk dari program Yes I Do inisiasi Plan Internasional Indonesia yang melatih anak-anak tentang hak dan perlindungan anak) di sekolah untuk mendorong kepala sekolah, guru, dan staf lain untuk melibatkan siswa dalam proses pengambilan keputusan di sekolah. Saat ini, para guru dan staf sekolah telah melibatkan siswa dalam mengembangkan kode etik sekolah dalam memastikan anak-anak (siswa) aman dari segala bentuk kekerasan.
Selain cerdas, Rama adalah sosok yang religius. Dalam menjalankan aktivismenya, ia terinspirasi dari sosok Nabi Muhammad SAW. Menurutnya, agama Islam menjadi penanda penting perubahan status anak perempuan, yang sebelumnya di zaman jahiliyah banyak orang tua yang malu memiliki anak perempuan dan membunuh anak-anak perempuan mereka. Bagi Rama, Nabi Muhammad adalah sosok penting yang membebaskan anak-anak perempuan dari kerangkeng perbudakan dan perendahan. Keprihatinan Melihat Nasib Kawan Sepermainan: Kawin Anak dan Putus Sekolah Sebagai seorang anak, Rama tergerak melakukan perubahan karena dorongan rasa prihatin yang mendalam atas situasi yang dihadapi oleh teman-teman sebayanya yang tidak bisa melanjutkan sekolah. Ia melihat bahwa hambatan seorang anak untuk mendapatkan pendidikan sangat terkait dengan peran dan pilihan-pilihan orang tuanya. Beberapa teman Rama mengalami putus sekolah karena disuruh bekerja oleh orang tuanya dan/atau dinikahkan pada usia muda. Menurut pengamatan Rama, anak perempuan yang paling banyak menikah di usia anak dan putus sekolah. Menurut Rama di Lombok Barat, setidaknya ada 3 kelompok atau jenis keluarga berdasarkan pelakuannya terhadap anak-anak mereka. Pertama, keluarga berkecukupan atau kaya yang menyekolahkan anak-anaknya. Kedua, keluarga miskin yang tetap menyekolahkan anak-anaknya walaupun dengan biaya hidup yang sangat kurang dengan harapan pendidikan akan mengubah kehidupan keluarga mereka di masa depan. Ketiga, keluarga miskin yang karena tidak menyekolahkan anak-anaknya karena berpikir lebih baik jika anak laki-laki segera bekerja untuk mencari nafkah keluarga, dan anak perempuan dinikahkan untuk mengurangi beban keluarga. Rama ingin menekankan bahwa anak sebagai individu kerap kali tidak bisa menentukan pilihan bebasnya baik untuk sekolah maupun menikah, anak terikat dengan pilahan-pilihan keluarga atas masa depan mereka berdasarkan latar belakang kelas sosial dan eknomi. Kemudian, bagi anak perempuan, pilihan untuk melanjutkan sekolah menjadi lebih kecil karena diasumsikan mereka tidak dapat bekerja dan menghasilkan uang untuk keluarga karena akan berakhir di dapur saja. Bagi Rama, pernikahan anak itu sangat berbahaya karena si anak belum siap fisik dan mentalnya untuk menjadi seorang suami atau istri dan belum siap untuk menjadi orang tua. Pernikahan anak juga menyebabkan gangguan kognitif seperti tidak berani mengambil keputusan, kesulitan dalam memecahkan masalah dan terganggu memori otaknya seperti stres dan depresi. Menurut Rama, perkawinan anak yang dialami anak perempuan akan memperkuat dominasi laki-laki (yang lebih dewasa) di dalam rumah yang dapat menyebabkan terjadinya ketidakadilan, KDRT, dan perceraian. Di sisi lain, tuntunan bersosialisasi dalam masyarakat dan pandangan masyarakat akan membuat sang anak yang mengalami perkawinan anak merasa tertekan dan cenderung menutup diri dari aktivitas sosial. Menurut Rama, perkawinan anak juga menghambat peluang anak perempuan untuk melanjutkan pendidikan, dan rentan mengalami gangguan kesehatan reproduksi. Ibu yang masih sangat muda pada saat melahirkan seorang anak rentan mengalami persoalan, seperti pendarahan, kelahiran bayi yang prematur, kurang gizi, dan bahkan dapat mengalami kematian ibu dan anak. Menurut Rama perkawinan anak salah satunya disebabkan oleh minimnya pengetahuan tentang hak dan kewajiban anak. Pengetahuan tentang hak dan kewajiban anak juga kerap kali tidak dimiliki oleh anak, orang tua, dan guru sehingga banyak praktik perkawinan anak, kekerasan terhadap anak, dan bahkan menganggap anak sebagai objek. Hak anak kerap kali tidak dipenuhi baik oleh orang tua, guru, maupun negara. Sehingga Rama menekankan pentingnya jaminan terhadap pemenuhan hak-hak anak. Menurutnya, hak anak adalah sesuatu yang mutlak dimiliki oleh setiap anak dari sejak lahir hingga ia melewati batas usia anak, misalnya hak anak untuk hidup, hak untuk mendapatkan pendidikan dan hak anak untuk bersuara. Sedangkan kewajiban anak adalah suatu keharusan/suatu yang harus dilaksanakan seorang anak dengan penuh rasa tanggung jawab, seperti kewajibannya kepada orang tua dan kewajibannya sebagai seorang siswa di sekolah. Menurut Rama, anak-anak adalah kunci masa depan dari sebuah peradaban, dan tanpa adanya peran serta anak, peradaban itu akan terancam dan hilang di kemudian hari. Berinvestasi kepada anak-anak hari ini adalah sama dengan berinvestasi terhadap masa depan keluarga dan bangsa yang lebih baik. Baik anak laki-laki maupun perempuan memiliki potensi dan peran yang sama pentingnya di masa depan. Menurut Rama, pemenuhan hak anak juga akan menjadikan seorang anak berbudi baik dan disiplin sehingga dapat menjadi agen perubahan. Kemudian, menurutnya yang paling utama ialah melihat anak sebagai manusia. Artinya sebagai manusia, anak memiliki derajat yang sama sebagai individu yang harus dilindungi hak asasinya. Memberikan Pendidikan Kesehatan Reproduksi Melalui Forum Anak Desa dan Posyandu Remaja Sejak 2018, Rama telah menjadi anggota aktif Forum Anak Desa. Dia juga secara aktif berpartisipasi dalam diskusi masyarakat dan berbagai pelatihan yang diadakan oleh organisasi maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk membahas masalah-masalah seputar hak dan perlindungan anak, perkawinan anak, kehamilan remaja, dan kesehatan dan hak seksual dan reproduksi remaja. Rama memimpin Forum Anak Desa untuk melakukan kampanye serta mengadvokasi hak-hak anak. Kampanye ini dilakukan dengan mengunjungi dusun, sekolah, dan kelompok teman sebaya untuk mensosialisasikan jenis kekerasan terhadap anak, akses ke mekanisme perlindungan anak berbasis masyarakat di desa, serta dampak pernikahan anak. Selain itu, kampanye ini diadakan secara online melalui media sosial. Anggota Forum Anak Desa terdiri dari 30 anak dan remaja baik laki-laki maupun perempuan. Menurut Rama jumlah anggota perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Forum Anak Desa juga memiliki media sosial sendiri untuk mengkampanyekan isu hak anak. Rama dan kawan-kawanya di Forum Anak Desa selama satu tahun sekali keliling desa berjalan kaki keliling desa menyuarakan hak-hak anak, hak-hak perempuan, bahayanya pernikahan usia anak. Menurut Rama, pemerintah desa dan dusun mendukung dan mengapresiasi kegiatan mereka. Rama juga merasa ada perubahan pengetahuan dan sikap anak-anak desa terkait isu kekerasan, bullying, dan perkawinan anak di desanya. Salah satu strategi kampanye yang Rama lakukan di Forum Anak Desa ialah kampanye hak anak dan bahaya perkawinan anak di kawasan pantai. Lingkungan tempat tinggal Rama berlokasi dekat dengan pantai. Banyak penduduk menghabiskan waktu akhir pekan dan libur mereka di pantai, maka pantaipun dipilih menjadi tempat kampanye. Di kawasan pantai tersebut Rama bersama kawan-kawannya di Forum Anak Desa menyebarkan beberapa brosur informatif tentang hak-hak anak, hak anak perempuan, dan bahaya pernikahan usia--yang diolah dari bahan materi pelatihan Plan International Indonesia dan kampanye Yes I Do. Menurut Rama, respons masyarakat terkait kampanye mereka beragam, ada yang membaca brosur mereka dan ada yang membuangnya. Rama juga memiliki keprihatinan dengan anak-anak dan remaja di desanya yang tidak memiliki akses yang memadai terhadap informasi dan layanan mengenai hak dan kesehatan reproduksi dan seksual. Pada suatu masa, Rama memutuskan untuk bertemu dengan tokoh masyarakat di lingkungannya dan bernegosiasi untuk mendapatkan izin mengakses sejumlah tanah kosong di dekatnya. Ia kemudian menggunakan tanah itu untuk melaksanakan Posyandu Remaja (layanan kesehatan keliling terpadu untuk remaja). Rama kemudian berkoordinasi dengan organisasi terkait dan pusat kesehatan masyarakat terdekat untuk mengadakan beberapa layanan kesehatan untuk remaja: pemeriksaan berat badan, tinggi badan, dan tekanan darah, konseling seksualitas dan kesehatan reproduksi, distribusi pil penguat darah untuk anak perempuan yang sedang menstruasi, dan mengirim informasi mengenai seksualitas remaja dan kesehatan reproduksi. Saat ini, Rama dan anggota Forum Anak Desa menjadi kader untuk Posyandu Remaja ini. Menurut Rama, informasi tentang kesehatan reproduksi perlu diberikan kepada anak. Kurangnya informasi adalah salah satu faktor maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi belakangan ini terjadi di kalangan remaja (baik sebagai pelaku maupun korban). Menurut Rama, meningkatnya kasus kekerasan di kalangan anak merupakan bukti nyata kurangnya pengetahuan anak mengenai pendidikan kesehatan reproduksi dan pendidikan seks komprehensif. Pendidikan kesehatan reproduksi dan pendidikan seks komprehensif saat ini masih dianggap tabu oleh kebanyakan orang, padahal hal ini seharusnya menjadi kepedulian orang tua terhadap masa depan anak. Sementara di desanya orang tua masih bersikap apatis dan tidak berperan aktif memberikan pengetahuan reproduksi dan seksualitas bagi anak. Para orang tua menganggap bahwa pendidikan seks harus diberikan oleh sekolah, sementara di sekolah tidak ada kurikulum yang mengajarkan tentang pendidikan seksual komprehensif. Kegiatan kampanye hak anak yang digerakkan oleh Rama dan kawan-kawannya di Forum Anak Desa dan Posyandu Remaja mendapatkan dukungan dari orang tua, tokoh masyarakat, dan tokoh adat di desanya. Rama mengakui bahwa ia kerap kali ditemani oleh tokoh masyarakat ketika melakukan kampanye turun lapangan langsung. Tokoh-tokoh masyarakat tersebut menganggap kegiatan yang dilakukan Rama dan kawan-kawannya sebagai kegiatan yang positif dan bermanfaat. Meski demikian, dalam melakukan kegiatan kampanye di media sosial, Rama dan kawan-kawannya juga menghadapi hambatan yang berasal dari dalam diri mereka dan dari luar diri mereka. Hambatan dari dalam diri, ialah adanya rasa kurang percaya diri akan pengetahuan yang mereka miliki. Sehingga Rama dan kawan-kawan sering kali merasa takut menyebarkan informasi yang sala. Sedangkan dari luar diri, Rama dan kawan-kawan sering kali dianggap sebagai individu yang tidak memiliki kemampuan. Sebagian orang beranggapan bahwa kampanye atau penyebarluasan informasi tentang kesehatan reproduksi anak di media sosial sebaiknya dilakukan oleh sosok yang ahli di bidangnya. Di Lombok Barat sendiri pemerintah kabupatennya telah memberikan perhatian pada isu anak. Menurut Rama Program Yes I Do berhasil mendorong perhatian pemerintah kabupaten terhadap persoalan kekerasan terhadap anak. Kesadaran pemerintah untuk lebih memberikan perhatian serius dalam mengawasi dan melindungi pemenuhan hak-hak anak sudah muncul. Namun, terkait partisipasi anak, Rama menceritakan bahwa pelibatan dan partisipasi anak di dalam forum-forum musyawarah desa masih belum mendapatkan perhatian yang cukup. Tokoh agama dan tokoh adat masih mendominasi ruang-ruang publik di desaya. Di tingkat dusun, kelompok remaja laki-laki dan perempuan kerap diundang dalam musyawarah dusun, namun pendapat mereka masih kurang didengar oleh orang tua/orang dewasa yang lain. Anggapan bahwa anak tidak memiliki cukup pengetahuan dan pengalaman, masih cukup dominan di dalam masyarakat. Peran Anak Laki-Laki dalam Melawan Praktik Kekerasan terhadap Perempuan Rama percaya bahwa laki-laki memiliki peran penting dalam menghapuskan kekerasan terhadap perempuan. Menurutnya, seiring dengan berkembangnya zaman, bertambah pula kuantitas dan kualitas laki-laki yang peduli dan aktif mencegah dan mengakhiri kekerasan terhadap perempuan. Pada umumnya, laki- laki menganggap fakta kekerasan terhadap perempuan seperti kekerasan seksual adalah urusan perempuan sendiri. Namun, menurut Rama kekerasan terhadap perempuan bukan hanya persoalan perempuan tetapi persoalan laki-laki juga. Sehingga laki-laki sejak usia dini penting untuk mendapatkan informasi terkait hal ini dan berperan aktif untuk mencegah terjadinya kekerasan. Rama menjelaskan bahwa stereotip atau pencitraan yang terbentuk di masyarakat mengenai kodrat laki-laki dan perempuan, serta persepsi tentang maskulinitas dan femininitas merupakan salah satu faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Menurut Rama ada beberapa contoh kegiatan yang dapat diadaptasi dalam mendorong peran dan keterlibatan laki-laki untuk mencegah dan mengurangi kekerasan terhadap perempuan, misalnya lokakarya atau workshop interaktif, atau pelatihan kepemimpinan dan kampanye norma-norma sosial yang anti kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan berbasis gender melalui media massa atau media sosial. Kegiatan semacam ini dapat diikuti oleh berbagai kelompok umur. Rama menjelaskan, misalnya pada kelompok anak laki-laki usia sekolah, kegiatan yang dapat dilakukan misalnya berfokus terhadap isu-isu pelecehan seksual dan kekerasan pada saat pacaran. Kemudian untuk kelompok dewasa atau telah berkeluarga, bisa difokuskan dalam kegiatan pencegahan KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga). Sebagai anak laki-laki, Rama merasa tidak mengalami hambatan serius dalam menjalankan aktivismenya. Ia juga merasa memiliki lingkungan pertemanan yang baik dan saling mendukung. Kesulitan teknis yang dialaminya adalah transportasi. Untuk pergi ke dusun lain atau ke kantor desa--yang mana jaraknya 1.5 KM tidak dapat ditempuh Rama dengan berjalan kaki. Saat motor keluarga Rama dipakai oleh keluarganya, Rama harus sabar menunggu transportasi umum yang jarang ada, sehingga mobilitasnya pun tidak maksimal. Rama bercita-cita menjadi seorang dokter, motivator, atau guru. Ia berharap segala kegiatan yang dilakukannya selama ini dapat bermanfaat dan membawa dampak positif bagi anak-anak di Indonesia khususnya di Lombok Barat. Ia berharap anak-anak dapat terhindarkan dari segala bentuk kekerasan fisik, psikis, seksual, dan ekonomi. Ia juga berharap pemerintah daerah dapat berperan aktif dalam mewujudkan hak anak secara masif. Comments are closed.
|
AuthorFeminis muda Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
September 2021
Categories |