Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
Wacana Feminis

Pertanyaan tentang (Perempuan dan) Prostitusi

27/9/2015

 
Mayarani N Islami 
(Mahasiswi Kajian Budaya dan Media, UGM)
[email protected]
PictureDok. Pribadi
​Ada salah satu film tentang perempuan dan prostitusi yang membekas di benak saya. Judulnya Laaga Chunari Mein Daag: Journey of a Woman (लागा चुनरी में दाग). Ceritanya sederhana, tentang seorang perempuan bernama Badki yang terjebak dalam dunia pelacuran sebagai seorang “PR” yang bingung karena jatuh hati pada seorang pria. Badki melacur karena ayahnya membutuhkan biaya pengobatan dan keluarganya mengalami krisis. Badki “dimatikan” secara kemampuan dan kesempatan oleh perusahaan-perusahaan besar di kota Mumbai. Secara sistematis, perempuan, apalagi yang berasal dari desa atau kota kecil seperti Badki dikalahkan pada tahap awal melamar pekerjaan. 

Kisah Badki kurang lebih sama seperti kisah seorang pelacur yang menjadi subjek foto cerita dalam disertasi Yuyung Abdi. Saya yakin ada lebih banyak lagi pelacur yang bernasib sama. Alih-alih menghakimi pelacur perempuan yang direpresentasikan oleh Badki, film ini justru memberikan penilaian yang berbeda terhadap seorang pelacur. Film ini dengan berani menunjukkan bahwa pelacur perempuan juga merupakan perempuan terhormat. Film ini mematahkan kriteria ideal masyarakat tentang perempuan baik-baik. Menjadi seorang pelacur tidak serta-merta membuat seseorang menjadi buruk seperti yang distigmakan. Dalam beberapa kasus, menjadi seorang pelacur itu bukan keputusan yang sepele. Sering sistem ekonomi atau sosial politik yang mapan membuat orang terpojok dan “memilih” untuk menjadi pelacur. Seakan pilihannya hanya ‘ya’. 

Dalam masyarakat yang masih menganggap dan memuja keperawanan dan kesucian, melacurkan diri itu sama dengan menenggelamkan diri pelan-pelan ke neraka. Tubuhnya dianggap sarang dari penyakit dan dosa. Tubuhnya yang sudah “dikonsumsi” banyak orang dianggap kotor dan najis. Sebaliknya, di masyarakat yang lain seperti masyarakat yang tinggal di kawasan prostitusi Dolly, dekat rumah saya, secara spesifik perempuan dan tubuhnya dipandang sebagai “instrumen” yang mendatangkan rezeki untuk banyak orang. Tubuh-tubuh perempuan yang terkonsentrasi dalam satu area, menarik lelaki (dan perempuan) untuk datang, menyewa dan memakai tubuh pelacur perempuan tersebut. Lalu, muncul wisma dengan kapasitas ruangan sederhana hingga luar biasa, billiard dan karaoke, diskotik, panti pijat, salon kecantikan, penyewaan kamar kos, warung-warung kecil yang menjajakan kopi serta jajanan, lahan parkir, hingga para pemungut sampah yang menggantungkan rezekinya dari kawasan Dolly. Tubuh-tubuh perempuan yang dijustifikasi kotor dan najis pun tak ubahnya seperti oase di tengah padang pasir. Oase yang diciptakan oleh sistem dan siapa pun yang berkuasa atas tubuh-tubuh perempuan itu. 

Bergeser sedikit dari pembahasan tersebut, saya tidak akan membahas mengapa perempuan lebih banyak menjadi pelacur. Banyak literatur dan hasil penelitian yang membahas hal tersebut. Yang menjadi fokus saya adalah prostitusi. Mengapa prostitusi identik dengan sesuatu yang buruk? Mengapa orang-orang yang masuk dalam lingkaran prostitusi, terutama pelacur–baik perempuan, transgender, laki-laki atau queer, hampir selalu dianggap buruk? Dianggap sebagai liyan? Apakah karena mereka tidak menjalani hidupnya sesuai dengan tatanan agama dan moral? Apakah tubuh para pelacur tidak menjadi tubuh ideal yang digembar-gemborkan oleh agama dan moralitas? Apakah tubuh pelacur serta-merta membuat keseluruhan diri pelacur buruk? Mengapa selalu mereka–pelacurnya? Mengapa diskursus tentang prostitusi hampir selalu berbicara dan mengobjekkan pelacurnya? Mengapa tidak germonya? Mengapa tidak orang yang “memakainya”? Mengapa tidak negaranya? Stereotip dan prasangka terhadap pelacur dan prostitusi atas nama agama, moral, atau bahkan atas nama hukum telah demikian akutnya. Beberapa malah menjadi diskriminasi. Lantas, bagaimana? 

ramadhani
28/9/2015 12:50:23 am

Dan parahnya, lsm lsm pun bermunculan menjadikan mereka lahan basah.


Comments are closed.

    Author

    Feminis muda 

    Jurnal Perempuan
    ​terindeks di: 
    Picture

    RSS Feed

    Archives

    September 2021
    July 2021
    June 2021
    January 2021
    May 2020
    March 2020
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    September 2018
    August 2018
    June 2018
    December 2017
    September 2017
    August 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    February 2017
    January 2017
    December 2016
    November 2016
    October 2016
    September 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024