“I’m White, I’m Black, And I’m Asian” sincerely, Panda. Kalimat tersebut merupakan satire dari sikap rasisme terhadap manusia non-kulit putih Eropa. Panjang sudah sejarah manusia berjalan, tetapi sikap rasisme primitif masih ada. Rasisme lebih mudah dideteksi karena rasisme menyangkut penampilan fisik seorang manusia yang bisa dengan mudah diidentifikasi dalam sekali tatap, tapi bagaimana dengan perilaku mendiskriminasi yang lain dan justru lebih populer tapi jarang kita sadari? Heteroseksisme dalam Ilmu Sosiologi merujuk pada perilaku mendiskriminasi orang-orang yang memiliki orientasi seksual berbeda dengan mayoritas. Karena mayoritas menyukai lawan jenis--baik untuk jatuh cinta maupun hubungan seksual—maka yang memiliki “selera” berbeda dengan mayoritas didiskriminasi. Heteroseksisme ada dimana-mana. Dan kita jarang menyadari telah melakukan diskriminasi jenis ini. Lelucon tentang homo, lesbian atau gay sering kali kita dengar bahkan sering kita jadikan obrolan sehari-hari. Sikap Heteroseksis bisa berupa ucapan, tindakan bahkan kekerasan. Lihat panda, dari struktur tubuhnya, panda seharusnya menjadi hewan karnivora. Badannya gempal dan besar seperti beruang dengan cakar tajam yang bisa merobek mangsa dan gigi-gigi yang juga runcing untuk memakan daging mentah. Tapi panda memilih memakan daun bambu. Dan kita tidak masalah dengan itu. Kita malah menganggap panda lucu dan menggemaskan karena ia memakan bambu dan tidak menjadi hewan karnivora seperti koleganya, Beruang. Orientasi seksual juga perihal selera, seperti panda yang walaupun secara biologis dilahirkan sebagai pemakan daging kemudian dia memilih untuk memakan tumbuhan. Mengapa panda melakukan itu? Apa karena efek dari evolusi? Apa panda dipaksa makan bambu oleh sesama binatang lain? Apa karena bambu lebih bergizi? Panda makan bambu karena dia suka bambu. Dan karena panda makan bambu dan seluruh panda di seluruh dunia ini makan bambu, panda tidak mengikuti hukum dan kaidah biologisnya. Apa hal itu membuat panda menjadi punah? Tidak. Panda masih jadi salah satu binatang unyu nan menggemaskan yang masih bisa kita lihat di kebun binatang. Kita bisa menoleransi panda yang memakan bambu karena seleranya, mengapa kita tidak bisa menoleransi sesama manusia karena seleranya? Saya menolak menggunakan kata orientasi seksual melainkan selera untuk mengganti kata orientasi. Hasrat adalah selera, kita tidak bisa menjelaskan mengapa kita jatuh cinta seperti halnya panda yang jatuh cinta pada daun bambu. Hasrat seksual juga selera, bukan berarti jika saya memiliki penis kemudian saya harus berpasangan dengan vagina. Hasrat penis menyukai penis atau vagina menyukai vagina atau bagaimanapun telah ada pada diri dan itu tidak berpengaruh atas eksistensi seseorang sebagai manusia. Ambil contoh Alan Turing, ilmuwan yang seorang homoseksual ini pemikirannya menjadi pijakan bagi penemuan komputer yang kita pakai sekarang. Oprah Winfrey yang acara talkshow-nya memengaruhi kebudayaan Amerika sekarang adalah seorang aseksual. Selera seks, kamu boleh memilih dan mengapresiasinya sama seperti ada beberapa teman kita yang menyukai durian dan ada yang tidak. Kita luput memperlakukan manusia sebagai manusia. Kita lebih menerima panda yg memilih selera berbeda dibandingkan manusia yang punya selera yang tidak mengikuti mayoritas. Padahal, jika memang kita bersikap antroposentris menempatkan manusia lebih superior dari makhluk lain, mengapa kita justru tidak menyukai perbedaan selera antar sesama manusia? tidak ada yang salah dalam perbedaan selera seks, dan perbedaan tersebut tidak mengancam keberlangsungan dan peradaban hidup manusia. Praktik homoseksual sudah ada dan beriringan dengan perjalanan sejarah dan peradaban manusia. Dan selama itu pula, perbedaan selera seks tidak membuat manusia menjadi punah.
muda
4/2/2015 12:56:31 pm
Tulisan yang menarik, membuat saya bergairah membacanya. Namun dalam beberapa proposisi perlu klarifikasi penulis. Pertama, terkait dengan Rasisme di eropa. Tercatat dalam sejarah bahwa ada upaya dominasi orang kulit putih atas orang kulit hitam. Pada kasus ini yang menjadi pertayaan, apa penyebab utama upaya dominasi/ dikriminasi tersebut, baik secara politik ataupun alamiah pada pola dialog sosial di eropa?. Namun yang pasti Secara naluri, manusia memiliki hasrat agar lebih unggul dari manusia lain, hasrat ingin menguasai.
regneta
12/6/2015 04:50:00 am
like this ^^ Comments are closed.
|
AuthorFeminis muda Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
September 2021
Categories |