Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa
Wacana Feminis

Panda dan Selera Seksual

4/2/2015

 
Nadya Karima Melati
(Mahasiswi Jurusan Ilmu Sejarah, FIB, Universitas Indonesia)
nadyazurakarima@gmail.com
PictureDok. Pribadi
“I’m White, I’m Black, And I’m Asian” sincerely, Panda.
Kalimat tersebut merupakan satire dari sikap rasisme terhadap manusia non-kulit putih Eropa. Panjang sudah sejarah manusia berjalan, tetapi sikap rasisme primitif masih ada. Rasisme lebih mudah dideteksi karena rasisme menyangkut penampilan fisik seorang manusia yang bisa dengan mudah diidentifikasi dalam sekali tatap, tapi bagaimana dengan perilaku mendiskriminasi yang lain dan justru lebih populer tapi jarang kita sadari?

Heteroseksisme dalam Ilmu Sosiologi merujuk pada perilaku mendiskriminasi orang-orang yang memiliki orientasi seksual berbeda dengan mayoritas. Karena mayoritas menyukai lawan jenis--baik untuk jatuh cinta maupun hubungan seksual—maka yang memiliki “selera” berbeda dengan mayoritas didiskriminasi. Heteroseksisme ada dimana-mana. Dan kita jarang menyadari telah melakukan diskriminasi jenis ini. Lelucon tentang homo, lesbian atau gay sering kali kita dengar bahkan sering kita jadikan obrolan sehari-hari. Sikap Heteroseksis bisa berupa ucapan, tindakan bahkan kekerasan.

Lihat panda, dari struktur tubuhnya, panda seharusnya menjadi hewan karnivora. Badannya gempal dan besar seperti beruang dengan cakar tajam yang bisa merobek mangsa dan gigi-gigi yang juga runcing untuk memakan daging mentah. Tapi panda memilih memakan daun bambu. Dan kita tidak masalah dengan itu. Kita malah menganggap panda lucu dan menggemaskan karena ia memakan bambu dan tidak menjadi hewan karnivora seperti koleganya, Beruang.

Orientasi seksual juga perihal selera, seperti panda yang walaupun secara biologis dilahirkan sebagai pemakan daging kemudian dia memilih untuk memakan tumbuhan. Mengapa panda melakukan itu? Apa karena efek dari evolusi? Apa panda dipaksa makan bambu oleh sesama binatang lain? Apa karena bambu lebih bergizi? Panda makan bambu karena dia suka bambu. Dan karena panda makan bambu dan seluruh panda di seluruh dunia ini makan bambu, panda tidak mengikuti hukum dan kaidah biologisnya. Apa hal itu membuat panda menjadi punah? Tidak. Panda masih jadi salah satu binatang unyu nan menggemaskan yang masih bisa kita lihat di kebun binatang.

Kita bisa menoleransi panda yang memakan bambu karena seleranya, mengapa kita tidak bisa menoleransi sesama manusia karena seleranya? Saya menolak menggunakan kata orientasi seksual melainkan selera untuk mengganti kata orientasi. Hasrat adalah selera, kita tidak bisa menjelaskan mengapa kita jatuh cinta seperti halnya panda yang jatuh cinta pada daun bambu. Hasrat seksual juga selera, bukan berarti jika saya memiliki penis kemudian saya harus berpasangan dengan vagina. Hasrat penis menyukai penis atau vagina menyukai vagina atau bagaimanapun telah ada pada diri dan itu tidak berpengaruh atas eksistensi seseorang sebagai manusia. Ambil contoh Alan Turing, ilmuwan yang seorang homoseksual ini pemikirannya menjadi pijakan bagi penemuan komputer yang kita pakai sekarang. Oprah Winfrey yang acara talkshow-nya memengaruhi kebudayaan Amerika sekarang adalah seorang aseksual. Selera seks, kamu boleh memilih dan mengapresiasinya sama seperti ada beberapa teman kita yang menyukai durian dan ada yang tidak.

Kita luput memperlakukan manusia sebagai manusia. Kita lebih menerima panda yg memilih selera berbeda dibandingkan manusia yang punya selera yang tidak mengikuti mayoritas. Padahal, jika memang kita bersikap antroposentris menempatkan manusia lebih superior dari makhluk lain, mengapa kita justru tidak menyukai perbedaan selera antar sesama manusia? tidak ada yang salah dalam perbedaan selera seks, dan perbedaan tersebut tidak mengancam keberlangsungan dan peradaban hidup manusia. Praktik homoseksual sudah ada dan beriringan dengan perjalanan sejarah dan peradaban manusia. Dan selama itu pula, perbedaan selera seks tidak membuat manusia menjadi punah.

muda
4/2/2015 12:56:31 pm

Tulisan yang menarik, membuat saya bergairah membacanya. Namun dalam beberapa proposisi perlu klarifikasi penulis. Pertama, terkait dengan Rasisme di eropa. Tercatat dalam sejarah bahwa ada upaya dominasi orang kulit putih atas orang kulit hitam. Pada kasus ini yang menjadi pertayaan, apa penyebab utama upaya dominasi/ dikriminasi tersebut, baik secara politik ataupun alamiah pada pola dialog sosial di eropa?. Namun yang pasti Secara naluri, manusia memiliki hasrat agar lebih unggul dari manusia lain, hasrat ingin menguasai.

Kedua, terkait dengan contoh yang dipilih, Panda. Dalam dunia ilmu kebinatangan, walau diklarasifikasi sebagai binatang pemakan daging namun faktanya ia lebih selera dengan Bambu. Biarlah itu penjadi bahan penelitian ahli kebinatangan. Yang menjadi masalah adalah apa betul memakan bambu adalah pilihan sang panda. Apakah panda melakukan proses seleksi antara memilih makan daging atau bambu? Atau memang selera panda hanya pada pambu dari awal sampai kiamat. Namun yang pasti apakah memilih daging atau bambu, Panda memiliki daya untuk hidup berkembang biak. Ketika ia lapar ia akan mencari makan. Ketika tiba musim kawin, ia akan mencari pasangannya. Dalam hal ini antara panda dan manusia sama saja.

Ketiga, seperti kata penulis Hasrat seksual adalah selera. Penulis lebih berselera mengatakan seksualitas sebagai selera daripada disebut sebagai orientasi seksual. Mungkin hal ini hanya selera pilihan kata saja. Namun bagi saya, kurang sepakat dengan penulis. Mungkin kata orientasi lebih mendekati pada makna daya seksual. Makna orientasi lebih bisa ditarik pada arti bahwa seksual itu merupakan salah satu daya dari hasrat yang niscaya ada pada setiap orang. Orientasi seks itu hanya satu aktualisasi, terpuaskan. Pada dasarnya ia tidak memiliki identitas, ia tak mengenal baik atau buruk, benar atau salah, etika ataupun logika. Pokoke maunya dipuaskan. Kata orientasi mungkin bisa diartikan tujuan. Olehnya itu seksualitas butuh pada Nalar untuk menunjukkan Tujuan dan cara aktualnya. Seksual tanpa nalar itu sama dengan panda. Tak akan ada orientasi.

Sedangkan kata "selera" berkaitan dengan pilihan aktualisasi hasrat terhadap objeknya. Misalnya : orientasi seksual menuntut aktualisasi. Memintah agar terpuas sepuas puasnya. Namun dengan cara bagaimana dan objek apa? Hal ini "selera" masing-masing , bisa penis vs penis, penis vs tangan atau dengan cara apapun, itu selera. Apapun selera kita itu pilihan. Masalahnya ketika memilih dan akan mengaktualkannya. Terbentur oleh berbagai ketentuan alamiah, misalnya pamali melakukan seks pada saat haid. Olehnya itu seksualitas butuh nalar dan etika.

Keempat. Terkait adanya niat dari penulis agar manusia memperlakukan manusia sebagai manusia . salah satunya dengan adanya sikap toleransi terhadap perbedaan "selera" aktualisasi dari hasrat seksual. Niat penulis ini sangat baik, hanya saja, niatan ini muncul dari mana? Apakah ia merupakan tuntutan alamiah ataukah hanya majasi saja. Menurut saya, tuntutan toleransi mendekati pada kebutuhan akan Etika. Agar kita saling menghormati selera masing-masing. Bukankah kita juga harus toleransi terhadap orang yang menolak toleransi.

Daya seksualitas itu tak ingin dibatasi, dengan pilihan selera apapun. Hanya saja, kadang hasrat seksual itu bertentangan dengan hasrat yang lain. Dalam literatur filsafat Islam, Hasrat itu memiliki Lima metafora Cinta. 1. Seksualitas, 2. Harta 3. Kekuasaan, 4. Ilmu dan 5. Estetika. kelimanya menuntut objektifikasi pada saat dan waktu yang sama. Sehingga kadang kala bertentangan satu dengan yang lain. Misalnya : kita sudah memiliki pasangan namun belum punya rumah tapi hasrat sudah menuntut. Kita butuh uang untuk buat rumah, sewa penginapan ataupun sekadar beli kondom.

Inilah masalah alamiah harus diselesaikan secara alamiah. Dalam perumpamaan, lelaki diibaratkan sebagai Pena dan Perempuan adalah lembaran. Pena adalah majasi dari Penis dan lembaran adalah vagina. Secara alamiah pena penulis pada lembaran bukan pada batu. Sulit mengimajinasikan bagaimana cara pena menulis pada pena, atau lembaran dengan lembaran, tentu ini salah satu masalah yang harus dicari solusinya. Bukankah kita bukan panda, tahunya makan bambu saja. Kan bisa makan burger, pisang goreng dan minum susu. Manusia adalah "panda" yang berpikir. Dengan pikiran itulah kita mencari solusi alamiah itu. Membawa hasrat ke nalar juga adalah hal yang alamiah.

Memanusiakan manusia salah satunya dengan mengobjektifikasi semua hasrat itu di alam.

Mungkin saya salah, mohon maaf.

Jakal, 4 feb 2015

Muda Jalepengi.









regneta
12/6/2015 04:50:00 am

like this ^^


Comments are closed.

    Author

    Feminis muda 

    Jurnal Perempuan
    ​terindeks di: 
    Picture

    RSS Feed

    Archives

    September 2021
    July 2021
    June 2021
    January 2021
    May 2020
    March 2020
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    September 2018
    August 2018
    June 2018
    December 2017
    September 2017
    August 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    February 2017
    January 2017
    December 2016
    November 2016
    October 2016
    September 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | yjp@jurnalperempuan.com
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa