Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa
Wacana Feminis

Melindungi Korban Perkosaan

24/9/2014

 
Yulianti Muthmainnah
(Pimpinan Pusat Nasyiatul ‘Aisyiyah dan Mahasiswi Paramadina Graduate School of Diplomacy)
ymuthmainnah@gmail.com
PictureDok. Pribadi
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi bukan hanya selaras dengan ajaran Islam, tetapi juga mendukung perlindungan dan jaminan hak-hak kesehatan reproduksi perempuan, terutama perempuan korban perkosaan. Muktamar Internasional yang dihadiri negara-negara Islam di Zagreb, Kroasia, 2012, menghasilkan fatwa perempuan korban perkosaan boleh melakukan aborsi. Demikian disampaikan Syekh Yusuf Qardhawi. Alasannya, perkosaan itu bukan kehendak mereka, mereka pun tidak menanggung dosa akibat perbuatan itu, sehingga mereka boleh melakukan aborsi.


Di Indonesia, terjadi pro dan kontra terkait aborsi. Kelompok yang menolak berpatokan pada larangan agama dan hak anak untuk hidup terlepas dari apapun status dan kondisi yang dialami sang ibu/perempuan hamil tersebut. Sedang kelompok yang mendukung berpandangan bahwa agama memperbolehkan untuk kondisi darurat, tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) Indonesia di Asia Tenggara juga kondisi fisik dan trauma psikis perempuan korban perkosaan yang harus mendapatkan hak atas kebenaran, keadilan, dan pemulihan.

Pemerintah menyetujui pelaksanaan aborsi secara aman, legal, dan berstandar. Aborsi diatur sangat ketat, melalui tahapan yang panjang (Pasal 31–39). Persetujuan keluarga diharuskan bila aborsi karena indikasi kedaruratan medis (Pasal 35). Pada korban perkosaan, usia kehamilan sesuai kejadian perkosaan dengan bukti surat dokter, keterangan penyidik, psikolog, dan ahli (Pasal 34). Aborsi pun baru bisa dilakukan setelah melalui tahapan konseling (Pasal 37), dilakukan oleh dokter berstandar, bukan untuk tujuan materi (Pasal 35–36) dan harus dilaporkan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota (Pasal 39). Apabila perempuan korban perkosaan membatalkan rencana aborsinya setelah konseling, maka selama hamil, harus terus didampingi konselor, anak yang dilahirkan dari perkosaan dapat diasuh keluarga atau menjadi anak asuh negara (Pasal 38).

Hilangnya jaminan kepastian hukum, potensi pelanggaran hak perempuan korban dan risiko memunculkan pengabaian ada dalam Pasal 39, rumusannya tidak membatasi jangka waktu keluarnya surat izin dari kepala dinas. Apakah visum et repertum tidak cukup? Bagaimana jika surat tak kunjung keluar? Padahal janin kian tumbuh dan aborsi hanya bisa dilakukan dengan syarat usia kehamilan dibawah enam minggu (Pasal 75 (ayat 2) UUK).

Memahami Perkosaan

Perkosaan merendahkan martabat perempuan dan melanggar HAM. Deklarasi PBB Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan 1993, mendefinisikan perkosaan sebagai setiap perbuatan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman terjadinya perbuatan tersebut, pemaksaan atau perampasan kebebasan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di ruang publik maupun privat. Pengadilan Kejahatan Internasional (International Criminal Court) memasukkan perkosaan sebagai salah satu bentuk kejahatan yang ditanganinya sejak 2002.

Perkosaan terjadi karena adanya relasi kuasa yang tidak setara antara korban dan pelaku. Kate Millet mengatakan perkosaan sebagai cara sosial yang efektif untuk menundukkan dan mempermalukan suatu komunitas. Dengan perbuatan itu laki-laki merasa menang, perempuan korban dianggap sebagai musuh yang harus dihancurkan, ingin “bersenang-senang” dengan gerombolan laki-laki lainnya, menganggap rendah perempuan, menganggap perempuan milik laki-laki, ingin memamerkan kuasa dan membuktikan kekuatan dirinya (Alexandra Stiglmayer dalam Mass Rape The War Against Women in Bosnia-Herzegovina).

Pandangan Agama

Perkosaan berbeda dengan zina. Zina, perbuatan hubungan seksual diluar nikah, biasanya dilandasi kesenangan atau suka sama suka. Hukuman pezina yang belum menikah adalah dicambuk 100 kali (jild) atau dilempari baru (rajam) bagi yang telah menikah. Sedangkan perkosaan terjadi karena paksaan/ancaman. KH Husein Muhammad, meng-qiyas-kan pemerkosa seperti “muharib” (penyerang dalam perang) sehingga harus dihukum berat.

Islam sangat memperhatikan nasib perempuan. Kedatangan Islam justru mengangkat derajat perempuan dari bukan siapa-siapa dan dapat diwarikan menjadi seseorang yang kelahirannya dirayakan melalui aqiqah. Perempuan (manusia) makhluk mulia ciptaan Allah SWT (Q.S. Al-Isra:70), perempuan dan laki-laki diciptakan dari substansi (nafs) yang sama (Q.S. An-Nisa:1), perempuan memiliki kedudukan setara dan sederajat dengan manusia lainnya (Q.S al-Hujurat:13). Alquran telah mengharamkan hubungan yang saling melecehkan antara manusia (Q.S al-Hujurat: 11). Jika melecehkan saja diharamkan Alquran apalagi menyerang dan menghinakan perempuan. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah menggugurkan dosa dari umatku atas sesuatu perbuatan yang dilakukannya karena khilaf (tidak sengaja), karena lupa dan karena dipaksa melakukannya.”

Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah pada Muktamar Tarjih XXII di Malang, 1989, mengeluarkan Putusan berkenaan dengan hukum abortus. Kesimpulan singkat dari Putusan tersebut; (1) abortus provocatus criminalis atau aborsi yang dilakukan tanpa indikasi medis yang jelas adalah haram, (2) abortus provocatus medicinalis atau aborsi yang dilakukan karena alasan medis dapat dibenarkan lantaran darurat, yaitu adanya kekhawatiran atas keselamatan, kesehatan ibu waktu mengandung, melahirkan berdasarkan hasil konsultasi dengan para ahli. Perempuan korban perkosaan, rata-rata mengalami trauma luar biasa, bahkan banyak dari mereka ingin bunuh diri. Karena itu, sepatutnya kita berpihak pada mereka. 


Comments are closed.

    Author

    Feminis muda 

    Jurnal Perempuan
    ​terindeks di: 
    Picture

    RSS Feed

    Archives

    September 2021
    July 2021
    June 2021
    January 2021
    May 2020
    March 2020
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    September 2018
    August 2018
    June 2018
    December 2017
    September 2017
    August 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    February 2017
    January 2017
    December 2016
    November 2016
    October 2016
    September 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | yjp@jurnalperempuan.com
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa