Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
Wacana Feminis

Keperawanan: Perlombaan Maskulin

20/2/2015

 
Nadya Karima Melati
(Mahasiswi Jurusan Ilmu Sejarah, FIB, UI)
[email protected]
PictureDok. Pribadi
Saya sedang iseng berselancar di dunia maya dan menemukan artikel ini, artikel yang cukup miris sekaligus lucu bagi saya. Artikel itu berasal dari sebuah web konsultasi pernikahan yang mengungkapkan kegelisahan seorang suami terhadap istri yang baru dinikahinya, berikut petikannya:
  • “saya menduga bahwa istri saya sudah tidak suci (tidak perawan) lagi ketika saya melakukan hubungan suami istri untuk pertama kalinya. Dugaan ini didasarkan pada ciri-ciri fisik dan ciri lainnya yang selama ini saya pelajari dari beberapa artikel terkait kesucian seorang wanita…Pantaskah saya bila terpaksa harus menceraikan istri saya, dengan alasan dia telah berbohong dengan apa yang pernah saya tanyakan menyangkut kesuciannya dan saya merasa rumah tangga saya tidak bahagia?” 
Sebagai perempuan tentu saja saya gemas karena seakan-akan si suami ini komplain terhadap “barang” yang telah ia “beli” melalui ijab kabul ini tidak sesuai harapannya. Saya tidak akan membahas bagaimana perempuan diposisikan sebagai objek yang sama dengan botol air mineral karena dinilai berdasarkan segel, dan telah beragam penelitian yang membuktikan bahwa keperawanan hanya mitos belaka.

Maukah kita mencoba memahami posisi laki-laki mengapa ia merasa ditipu dan tidak menerima bahwa kiranya istri yang baru dinikahinya tidak perawan? Laki-laki dibebani untuk selalu menjadi maskulin dan yang paling maskulin diantara para laki-laki. Sosialisasi gender melalui permainan yang ditujukan kepada anak laki-laki dibumbui persaingan, berbeda dengan permainan anak perempuan yang biasanya bersifat bekerjasama, sedari kecil, si anak laki-laki ini sudah diajarkan bahwa menjadi laki-laki adalah sebuah persaingan untuk menjadi pemenang. Hingga ada ungkapan bagi laki-laki yang terjebak dalam perlombaan maskulinitas ini  “men never satisfied with their size, except for cancer or tumor”. Laki-laki yang dianggap tidak maskulin akan menjadi cemoohan dalam perkumpulan mereka, mereka selalu ingin menjadi paling maskulin, seperti tagline obat kuat pil biru yang mudah ditemui di pinggir jalan raya, Obat Alat Vital (penis): lebih besar, lebih kuat, tahan lama. 

Menikahi perempuan perawan dan memerawani perempuan adalah sebuah kebanggan bagi laki-laki terhadap sesamanya. Dalam pergaulan para laki-laki ini akan ada ‘the most wanted female’ yang kerap dibicarakan dan menjadi idaman setiap orang, mendapatkan perempuan tersebut menjadi prestise seakan-akan perempuan tersebut adalah sebuah trofi berjalan. Patriarki menempatkan laki-laki untuk wajib menjadi maskulin, buas dan penguasa atas perempuan dan tubuhnya. Para laki-laki dipaksa berlomba untuk jadi maskulin, jadi jantan, mendapatkan gadis impian semua. Tapi, apa laki-laki tersebut secara sadar melakukan perlombaan maskulinitas mengejar keperawanan perempuan? Toh nyatanya kemauan penis untuk ereksi tidak ditentukan dari perawan atau tidaknya vagina. Yang menginginkan perempuan perawan adalah perlombaan maskulinitas. Laki-laki bisa saja jatuh cinta kepada perempuan lebih tua, seorang janda, bahkan ibu-ibu muda yang masih bersuami. Tetapi masyarakat akan menggunjingkannya, menganggap ia tidak mampu mendapatkan yang lebih baik, seorang gadis. Gadis yang paling muda dan cantik di lingkungannya. Patriarki mengatur kepada siapa kita harus jatuh cinta, baik perempuan dan laki-laki. Sebenarnya kita menderita.

Lantas bagaimana dengan poligini? Saya akan mengambil kasus seorang tetangga saya yang kebetulan menjadi pemuka agama dan dihormati oleh pengikutnya, sebut saja namanya A. A ini pada 17 tahun yang lalu sempat mengungkapkan keinginannya untuk menikah lagi kepada istrinya namun tidak dikabulkan oleh istrinya, dan pada tahun lalu, A mengungkapkan lagi keinginannya untuk memadu istri, dan uniknya kali ini dengan perempuan yang berbeda dibandingkan permintaannya pada 17 tahun yang lalu. Jika memang A ingin poligini berdasarkan cinta, tentunya permintaannya untuk menikah seharusnya masih dengan perempuan yang sama. Tapi justru perempuannya berbeda, tentunya lebih muda. Selidik punya selidik, ternyata seluruh saudara kandung A yang berjumlah empat orang dan laki-laki semua itu semuanya memiliki istri lebih dari satu, A tentu saja merasa “kalah” dari saudara-saudaranya yang lain karena A hanya memiliki satu istri. Poligini dilakukan untuk melengkapi atribut kekuasaan (phallus) karena perempuan adalah sebuah trofi. Padahal, maskulinitas adalah perlombaan yang tidak pernah bisa dimenangkan.

Daftar Pustaka

http://www.eramuslim.com/konsultasi/keluarga/istri-tidak-sesuai-harapan.htm#.VONYU_mUdQE  diakses pada hari Selasa, 17 Febuari 2014 pukul 10.34
Beavoir, Simone de. 1972. The Second Sex (Trans: H.M. Pahrsley). New York: Pinguin Books

muda
20/2/2015 12:43:55 pm

Hakikat Tubuh adalah Jiwanya
(Sebuah komentar)

Tubuh adalah Materi, dalam diskursur Efistemologi ; materi adalah landasan dari pengetahuan. Seperti dalam dunia kedirgataraan, Bandara adalah Landasan Terbang dan mendaratnya Pesawat ( apalah arti sebuah pesawat andaikata tidak memiliki Landasan pacu), Begitu pula Tubuh. Khusus Tubuh wanita yang berstatus Istri tentu itu merupakan permata mulia bagi suaminya. Sedikit saja ada masalah pada landasan pacu maka akan membahayakan Pesawat. Maka dari Itu keterbukaan dua sejoli sebelum memutuskan Ijab kabul sangatlah penting.

Sebagaimana seorang Ibu yang hendak membeli Baju di pasar minggu. Tentu dia akan sangat teliti memperhatikan tiap sisi dari kain ke kain sebelum memutuskan untuk membelinya. Apalagi untuk pertama kalinya dengan harga yang sangat mahal. Dari sisi Tubuh (baik perempuan dan baik laki-laki) ia seperti Barang. Layaknya barang ia memiliki harga. Lihatlah bagaimana seorang wanita modis merawat Tubuhnya, dari potong kuku sampai spa di salon membutuhkan Uang banyak, hanya untuk tampil maksimal dihadapan orang lain ataupun sekadar memanjakan Tubuhnya.

Pernikahan adalah kesepakatan dua sejoli. Legalisasi penyatuan dua Tubuh dalam satu sarung. Olehnya sebelum ada yang kecewa (bukan hanya laki-laki bisa kecewa karena dapat istri tidak perawan, seorang wanita juga bisa kecewa karena dapat laki yang tak tahan lama main) sebaiknya duo sejoli haruslah saling terbuka satu-sama lain. Keduanya harus jujur, ''tidak ada dusta diantara kita''. Perempuan atau laki-laki harus jujur bahwa kamu bukan yang pertama dalam hidupku namun kuharap kamulah yang terakhir. Dua sejoli yang hendak menikah hatuslah tahu semua tentang calon pasangannya, dari A-Z agar dapat mencegah rasa kecewa itu.

Bukan hanya Laki-laki yang bisa kecewa karena mendapatkan Istri tidak perawan. tapi perempuan juga bisa kecewa karena mendapatkan suami yang gampang loyo dan tak dapat memuaskan hasratnya. Maka dari ini tidak elok jika hanya perempuan yang dijadikan korban tetapi laki-laki juga bisa jadi pada posisi korban. Bukan hanya perempuan menjadi objek dari laki-laki , tapi laki-laki juga adalah objek dari perempuan.


Tubuh itu penting, tapi ada yang juga lebih penting dari itu. Dalam mata pelajaran Olah raga, Manusia itu terdiri dari dua unsur yaitu Tubuh (jasad) dan Rohani (jiwa). Tubuh itu memiliki jenis kelamin, tetapi jiwa? Apa jenis kelamin dari jiwa? Sementara ini Jiwa tidak memiliki jenis kelamin, Ia bukan perempuan bukan pula Laki-laki, namun ada pada perempuan dan juga ada pada laki-laki. Maka dari itu, dari sisi jiwanya Perempuan dan laki-laki sama saja. Ia berasal dari satu jiwa yang sama.

Tubuh mengenal catat atau normal, tubuh mengenal Perawan atau tidak perawan, engkau gadis atau sudah janda, Namun Jiwa tidak mengenal semua itu. Oleh karena itu, Tubuh itu penting karena ia landasan dari Jiwa. Hilang satu panca indera kita maka hilang pula satu bentuk pengetahuan demikian kata Aristotelas.

muda
20/2/2015 12:44:09 pm

Hakikat Tubuh adalah Jiwanya
(Sebuah komentar)

Tubuh adalah Materi, dalam diskursur Efistemologi ; materi adalah landasan dari pengetahuan. Seperti dalam dunia kedirgataraan, Bandara adalah Landasan Terbang dan mendaratnya Pesawat ( apalah arti sebuah pesawat andaikata tidak memiliki Landasan pacu), Begitu pula Tubuh. Khusus Tubuh wanita yang berstatus Istri tentu itu merupakan permata mulia bagi suaminya. Sedikit saja ada masalah pada landasan pacu maka akan membahayakan Pesawat. Maka dari Itu keterbukaan dua sejoli sebelum memutuskan Ijab kabul sangatlah penting.

Sebagaimana seorang Ibu yang hendak membeli Baju di pasar minggu. Tentu dia akan sangat teliti memperhatikan tiap sisi dari kain ke kain sebelum memutuskan untuk membelinya. Apalagi untuk pertama kalinya dengan harga yang sangat mahal. Dari sisi Tubuh (baik perempuan dan baik laki-laki) ia seperti Barang. Layaknya barang ia memiliki harga. Lihatlah bagaimana seorang wanita modis merawat Tubuhnya, dari potong kuku sampai spa di salon membutuhkan Uang banyak, hanya untuk tampil maksimal dihadapan orang lain ataupun sekadar memanjakan Tubuhnya.

Pernikahan adalah kesepakatan dua sejoli. Legalisasi penyatuan dua Tubuh dalam satu sarung. Olehnya sebelum ada yang kecewa (bukan hanya laki-laki bisa kecewa karena dapat istri tidak perawan, seorang wanita juga bisa kecewa karena dapat laki yang tak tahan lama main) sebaiknya duo sejoli haruslah saling terbuka satu-sama lain. Keduanya harus jujur, ''tidak ada dusta diantara kita''. Perempuan atau laki-laki harus jujur bahwa kamu bukan yang pertama dalam hidupku namun kuharap kamulah yang terakhir. Dua sejoli yang hendak menikah hatuslah tahu semua tentang calon pasangannya, dari A-Z agar dapat mencegah rasa kecewa itu.

Bukan hanya Laki-laki yang bisa kecewa karena mendapatkan Istri tidak perawan. tapi perempuan juga bisa kecewa karena mendapatkan suami yang gampang loyo dan tak dapat memuaskan hasratnya. Maka dari ini tidak elok jika hanya perempuan yang dijadikan korban tetapi laki-laki juga bisa jadi pada posisi korban. Bukan hanya perempuan menjadi objek dari laki-laki , tapi laki-laki juga adalah objek dari perempuan.


Tubuh itu penting, tapi ada yang juga lebih penting dari itu. Dalam mata pelajaran Olah raga, Manusia itu terdiri dari dua unsur yaitu Tubuh (jasad) dan Rohani (jiwa). Tubuh itu memiliki jenis kelamin, tetapi jiwa? Apa jenis kelamin dari jiwa? Sementara ini Jiwa tidak memiliki jenis kelamin, Ia bukan perempuan bukan pula Laki-laki, namun ada pada perempuan dan juga ada pada laki-laki. Maka dari itu, dari sisi jiwanya Perempuan dan laki-laki sama saja. Ia berasal dari satu jiwa yang sama.

Tubuh mengenal catat atau normal, tubuh mengenal Perawan atau tidak perawan, engkau gadis atau sudah janda, Namun Jiwa tidak mengenal semua itu. Oleh karena itu, Tubuh itu penting karena ia landasan dari Jiwa. Hilang satu panca indera kita maka hilang pula satu bentuk pengetahuan demikian kata Aristotelas.


Comments are closed.

    Author

    Feminis muda 

    Jurnal Perempuan
    ​terindeks di: 
    Picture

    RSS Feed

    Archives

    September 2021
    July 2021
    June 2021
    January 2021
    May 2020
    March 2020
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    September 2018
    August 2018
    June 2018
    December 2017
    September 2017
    August 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    February 2017
    January 2017
    December 2016
    November 2016
    October 2016
    September 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024