Kepemimpinan Perempuan dalam Ruang Publik: Refleksi Gaya Kepemimpinan Menteri Susi Pudjiastuti10/10/2016
Pendahuluan Kepemimpinan oleh perempuan juga merupakan suatu modal sosial. Kapital dapat diklasifikasikan ke dalam dua tipe: (1) personal atau human capital dan (2) social capital. Human capital terdiri dari sumber daya yang dimiliki oleh individu, siapa yang menggunakan dan mengatur dengan kebebebasan dan tanpa berhubungan dengan penggantian. Social capital terdiri dari sumber daya yang tertanam dari satu jaringan atau asosiasi. Satu implikasi dari penggunaan social capital adalah diasumsikan sebagai kewajiban untuk saling timbal balik atau adanya penggantian (Lin, 2004). Di Indonesia kepemimpinan oleh perempuan masih menjadi suatu pro dan kontra, yang mana sebagian penduduknya beragama muslim masih saja mempersoalkan halal dan haram bahwa perempuan sebagai pemimpin. Pada kabinet Indonesia Hebat sudah lebih baik dalam mengapresiasi peran perempuan pada posisi strategis dibandingkan kabinet-kabinet sebelumnya dalam mengapresiasi perempuan. Ada delapan menteri berjenis kelamin perempuan di kabinet Jokowi yaitu Rini Soemarno (Menteri Badan Usaha Milik Negara), Siti Nurbaya (Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup), Puan Maharani (Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan), Nila F Moeloek (Menteri Kesehatan), Khofifah Indar Parawansa (Menteri Sosial), Yohana Yembise (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), Retno LP Marsudi (Menteri Luar Negeri), dan Susi Pudjiastuti (Menteri Kelautan dan Perikanan), serta Sembilan panelis KPK semuanya perempuan. Mereka dapat menunjukkan prestasi sesuai dengan tugasnya. Diantara beberapa menteri yang mempunyai prestasi gemilang salah satunya Susi Pudjiastuti yang telah melakukan reformasi birokrasi di tubuh kementerian Kelautan dan Perikanan. Dibandingkan kepemimpinan sebelumnya, belum ada yang mempunyai prestasi seperti Ibu Susi dan bertindak tegas terhadap kebijakan yang merugikan bangsa Indonesia. Kepemimpinan Susi Pudjiastuti menghasilkan suatu pro dan kontra terhadap masyarakat dengan latar belakang lulusan SMP. Pada kenyataannya kinerja yang telah dilakukan oleh Menteri Susi diantaranya produktif dalam mengeluarkan kebijakan mengenai pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan, moratorium izin kapal asing menangkap ikan di Indonesia, larangan dalam menggunakan cantrang, larangan terhadap bongkar muat hasil tangkapan ikan di tengah laut, larangan menangkap lobster dan kepiting yang masih bertelur hingga pengeboman kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah kepemimpinan Menteri Susi Pudjiastuti terus melakukan tindakan tegas bagi pencuri ikan di wilayah perairan Indonesia. "Kita wajib bangga, Indonesia kini nomor 1 pemberantasan Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing di dunia. Ini satu prestasi yang luar biasa. Dunia akan belajar pada kita," kata Susi di kantor Satker PSDKP Batam, Kepulauan Riau (http://news.liputan6.com/read/2344777/menteri-susi-indonesia-juara-1-pemberantasan-illegal-fishing, diakes pkl. 17.57, pada tanggal 22 September 2016). Menurut Chester Barnard, seperti ditunjukkan Pace dan Faules, keberadaan suatu organisasi (sebagai sistem kerja sama, termasuk pemerintahan) bergantung pada kemampuan manusia untuk berkomunikasi dan kemauan bekerja sama untuk meraih tujuan yang sama pula. Barnard juga menegaskan bahwa fungsi seorang pemimpin (eksekutif) adalah mengembangkan dan memelihara suatu sistem komunikasi (Mulyana, 2014). Walaupun kedudukan pemimpin perempuan di Indonesia masih dipandang sebelah mata atau sebagai kelas kedua, namun menteri Susi mampu mempunyai prestasi kerja yang baik pada kepemimpinan. Suatu kepemimpinan dan pengeloaan modal sosial sangat penting dalam memimpin. Sehingga, pada makalah ini akan dibahas kepemimpinan dan pengeloaan modal sosial menteri Susi Pudjiastuti. Menjadi seorang pemimpin tidak berdasarkan jenis kelamin tertentu, bahwa seseorang itu perempuan atau laki-laki, tetapi di dalamnya terdapat suatu modal sosial yang dimanfaatkan dalam memajukan suatu pembangunan nasional. Menteri Susi Pudjiastuti merupakan salah satu menteri yang mampu menghasilkan prestasi luar biasa di tubuh Kementrian Kelautan dan Perikanan, walaupun pro dan kontra kepemimpinannya masih saja terjadi. Berangkat dari permasalahan tersebut, muncul pertanyaan, bagaimana kepemimpinan menteri Susi Pudjiastuti dalam mengelola modal sosial? Metode dalam menulis makalah ini menggunakan studi literatur atau desk study. Studi literatur diperoleh dengan menggunakan studi pustaka berupa buku-buku, jurnal dan melalui internet. Modal Sosial Modal sosial adalah sumber daya yang dapat dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru. Seperti diketahui bahwa sesuatu yang disebut sumber daya (resources) adalah sesuatu yang dapat dipergunakan untuk dikonsumsi, disimpan, dan diinvestasikan. Sumberdaya yang digunakan untuk investasi disebut sebagai modal. Unsur pokok modal sosial diantaranya: (1) partisipasi dalam suatu jaringan yaitu modal sosial tidak dibangun hanya oleh suatu individu, melainkan akan terletak pada kecenderungan yang tumbuh dalam suatu kelompok untuk bersosialisasi sebagai bagian penting dari nilai-niali yang melekat. Modal sosial akan tergantung pada kapasitas yang ada dalam kelompok masyarakat untuk membangun jaringannya (Hasbullah, 2006). Berikutnya (2) resiprocity yaitu modal sosial senantiasa diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri. Seseorang atau banyak orang dari suatu kelompok memiliki semangat membantu yang lain tanpa mengharapkan imbalan seketika; (3) trust yaitu suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam sautu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak, yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya (Robert D Putnam 1993, 1995, dan 2002 dalam Hasbullah, 2006). Berikutnya (4) norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Norma adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu; (5) nilai-nilai adalah sesuatu ide yang telah turun-temurun dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok masyarakat. Misalnya, nilai harmoni, prestasi, kerja keras, kompetisi dan lainnya merupakan (Hasbullah, 2006). Tipe dan Gaya Kepemimpinan Efektif Pemimpin adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain dan memiliki otoritas manajerial. Kepemimpinan adalah apa yang dilakukan pemimpin. Kepemimpinan merupakan proses memimpin sebuah kelompok dan mempengaruhi kelompok itu dalam mencapai tujuannya (Robbins & Coulter, 2010). Pada teori-teori awal kepemimpinan berfokus pada pemimpin (teori sifat) dan bagaimana pemimpin berinteraksi dengan anggota kelompoknya (teori perilaku). Teori sifat (trait theories) berdasarkan fokus dan riset kepemimpinan pada tahun 1920-an dan 1930-an terletak pada memahami sifat pemimpin yaitu, karakteristik-yang dapat membedakan antara pemimpin dan nonpemimpin. Sifat-sifat dipelajari adalah fisik, penampilan, golongan sosial, stabilitas emosi, kelancaran berbicara, dan kemampuan bersosial (Robbins & Coulter, 2010). Peneliti tersebut akhirnya memahami bahwa sifat itu sendiri tidak cukup membantu dalam mengidentifikasi pemimpin yang efektif karena penjelasan yang semata-mata bedasarkan sifat mengesampingkan interaksi antara pemimpin dengan anggtota kelompoknya yang juga merupakan faktor situasional. Dengan memiliki sifat yang tepat, maka kemungkinan besar seorang individu dapat menjadi seorang pemimpin yang efektif. Peneliti ingin mengetahui apakah ada keunikan dalam hal yang dilakukan oleh pemimpin yang efektif-atau dengan kata lain, dalam perilaku mereka (Robbins & Coulter, 2010). Berikut ini tujuh sifat yang berkaitan dengan kepemimpinan yang efektif (Robbins & Coulter, 2010): 1) Penggerak (drive). Pemimpin menunjukkan tingkat usaha yang tinggi. Mereka memiliki keinginan yang relative tinggi terhadap keberhasilan, ambisius, memiliki banyak energy, tidak kenal lelah dalam aktivitasnya, dan menunjukkan inisiatif. 2) Hasrat untuk memimpin (desire to lead). Pemimpin memiliki hasrat yang kuat untuk mempengaruhi dan memimpin orang lain. Mereka menunjukkan kemauan untuk menerima tanggung jawab. 3) Kejujuran dan integitas (honesty and intefrity). Pemimpin membangun hubungan terpercaya dengan pengikutnya dengan cara jujur dan tidak berkhianat, dan dengan menjaga konsistensi antara kata-kata dan perbuatannya. 4) Kepercayaan diri (self confidence). Pengikut mencari pemimpin yang tidak ragu-ragu. Dengan demikian, para pemimpim harus dapat menunjukkan kepercayaan diri agar dapat meyakinkan pengikutnya terhadap keputusan dan tujuan yang harus dicapai. 5) Kecerdasan (intelligence). Pemimpin harus cukup cerdas agar dapat mengumpulkan, menyatukan, dan menafsirkan banyak informasi, dan mereka harus dapat menciptakan visi, memecahkan persoalan, dan mengambil keputusan yang tepat. 6) Pengetahuan yang relevan mengenai pekerjaan (job-relevant knowledge). Pemimpin yang efektif memiliki pengetahuan tingkat tinggi mengenai perusahaan, industri, dan permasalahan teknis. Dengan pengetahuan yang mendalam, pemimpin dapat membuat keputusan terbaik dan memahami implikasi keputusan tersebut. 7) Extraversion. Pemimpin adalah orang yang penuh semangat. Suka bergaul, tegas, dan jarang sekali berdiam atau menarik diri. Berikut ini empat gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard (Robbins & Coulter, 2010): a) Telling (pekerjaan tinggi-relasi rendah)-Pemimpin menentukan peranan karyawan dan mengatur apa, kapan, bagaimana, dan di mana karyawan melaksanakan tugasnya. b) Selling (pekerjaan tinggi-relasi tinggi)-Pemimpin menunjukkan perilaku yang mengarahkan dan mendukung. c) Participating (pekerjaan rendah-relasi tinggi)-Pemimpin dan pengikutnya bersama-sama membuat keputusan, di mana pemimpin memiliki peranan sebagai fasilitator dan komunikator. d) Delegating (pekerjaan rendah-relasi rendah)—pemimpin kurang memberikan pengarahan atau dukungan. Peran Perempuan dalam Kepemimpinan Dalam penekanan peran gender serta peran pemimpin, peran teori sosial berpendapat bahwa pemimpin menempati peran yang didefinisikan pada posisi mereka yang spesifik dalam hierarki dan sekaligus berfungsi di bawah kendala peran gender mereka. Dalam hal definisi umum peran sosial sebagai harapan bersama sosial yang berlaku untuk orang yang menempati posisi sosial tertentu atau anggota tertentu pada kategori sosial (Biddle 1979, Sarbin & Allen dalam Eagly et al., 2003), peran jender adalah keyakinan konsensual tentang atribut perempuan dan laki-laki. Jika jumlah perempuan lebih banyak dalam proses pengambilan keputusan, maka fokus kehidupan politik juga akan berubah. Dampak yang paling jelas adalah akan terjadinya perluasan wilayah politik ke arah masalah-masalah dan isu-isu yang semula dianggap bukan isu politik seperti kesejahteraan anak, perlindungan terhadap reproduksi perempuan, dan lain-lain. Kehidupan politik barangkali juga akan lebih bermoral karena perempuan lebih mementingkan isu politik konvensional seperti ekonomi, pendidikan, perumahan, lingkungan, kesejahteraan sosial daripada politik keras (hard politic) seperti peningkatan tentara, perang, pembelian senjata, dan membuat senjata nuklir (Astuti, 2011). Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Berikut ini prinsip-prinsip kepemimpinan dari Dale Carnegie (Milorad et al., 2011), Prinsip keaslian-menemukan pemimpin dalam diri anda. Carnegie menekankan pentingnya menemukan satu dari kekuatan kepemimpinan dan mempunyai percaya diri pada kemampuan pemimpin. Dia berpendapat, “teknik kepemimpinan akan bekerja yang terbaik untuk Anda yang ada di dalam diri Anda dan menjadi diri Anda sendiri… jangan mencoba dengan meniru orang lain. Prinsip komunikasi-komunikasi efektif, dalam prinsip komunikasi, Carnegie menekankan kebutuhan untuk kepercayaan yang dibangun dengan tiga langkah pada komunikasi yang sukses” “(a) membuat komunikasi sebagai prioritas atas, (b) terbuka dengan orang lain, (c) membentuk lingkungan yang dapat menerima komunikasi. Prinsip komunikasi secara eksplisit menekankan pentingnya berbagi tujuan dan visi melalui komunikasi. Agar berbagi tujuan dan visi melalui komunikasi, kepercayaan antara pemimpin dan pengikut dibutuhkan untuk berkomitmen pada visi pemimpin. Prinsip motivasi-memotivasi orang–orang. Carnegie merekomendasikan bahwa pemimpin (a) termasuk orang, (b) memperlakukan orang dengan bermartabat, dan (c) menyatakan pekerjaan diselesaikan dengan baik”. Dia mengatakan kemampuan dalam memotivasi orang lain sebaiknya didasarkan pada persuasi dan memusat pada ide yang memotivasi yang tidak dapat dapat dipaksa karena pengikut ingin menunjukkan dengan baik. Prinsip keikhlasan, Carnegie menyatakan “tidak ada yang lebih efektif dan penghargaan yang menunjukkan ketertarikan yang jujur terhadap orang lain”. Prinsip pengambilan perspektif-melihat hal dari sudut pandang orang lain, Carnegie menekankan pentingnya melihat hal-hal dari sudut pandang orang lain agar menemukan apa yang secara prinsip penting terhadap individu dengan perspektif yang berbeda. Prinsip mendengarkan-mendengarkan untuk belajar, Carnegie berpendapat bahwa mendengarkan memfasilitasi kemampuan pemimpin untuk belajar dari pengikutnya. Carnegie menganjurkan mendengarkan merupakan bentuk efektif dari pencarian umpan balik yang dia anjurkan “tak ada satupun yang lebih mempersuasif daripada seorang pendengar yang baik”. Prinsip teamwork-bekerjasama untuk besok. Carnegie mengemukakan delapan teknik agar kepemimpinan efektif melalui kerjasama termasuk: (1) membentuk tujuan, (2) membuat tujuan sebagai tujuan tim, (3) memperlakukan orang lain seperti dirinnya, (4) membuat masing-masing anggota bertanggung jawab untuk produk tim, (5) berbagai kemuliaan, (6) mengambil setiap kesempatan untuk membangun kepercayaan diri tim, (7) terlibat, tetap terlibat, dan (8) menjadi mentor. Carnegie percaya pada nilai kerjasama ditekankan oleh penggunaan “kepemimpinan saluran” melalui pemimpin yang sebaiknya meninggalkan kemampuan, kepercayaan diri, team-minded yaitu orang yang siap menjadi pemimpin bagi diri mereka sendiri. Prinsip menghormati-menghormati martabat orang lain. Carnegie menyatakan bahwa pemimpin sebaiknya: (1) memposisikan diri Anda pada posisi orang lain, (2) memperlakukan pegawai seperti kolega, jangan merendahkan diri, mendikte atau mencaci maki, (3) mengikutsertakan orang lain, dan (4) memperlakukan sebagai organisasi baik besar dan kecil. Prinsip memberi penghargaan-Penghargaan, Pujian, dan rewards. Prinisip pengakuan merefleksikan kepercayaan Carnegie bahwa “orang pergi bekerja untuk uang, tetapi pergi ekstra mill untuk pengakuan, pujian, dan rewards. Carnegie percaya bahwa pegawai yang baik dapat ditransformasikan ke dalam orang yang hebat melalui motivator yang powerful, menghormati dirinya dan menghormati orang lain. Prinsip kerendahan hati-memegang kesalahan, keluhan dan kritik. Satu dari aspek peneliti yang paling sedikit dari kepemimpinan adalah pendekatan pemimpin untuk memegang kesalahan, keluhan dan kritik. Carnegie menyarankan bahwa pemimpin sebaiknya: (1) membentuk lingkungan di mana orang terbuka untuk menerima nasihat atau kritik yang membangun, (2) berfikir dua kali sebelum Anda mengkritik atau menyalahkan, dan (3) berjalan dengan pelan dan meninggalkan hal besar di rumah. Prinsip mempunyai tujuan. Carnegie menyarankan bahwa pemimpin sebaiknya “mempunyai tujuan yang jelas, menantang, dan dapat diperoleh”. Carneige percaya bahwa hal pengecualian diselesaikan ketika pemimpin mempunyai tujuan. Prinsip fokus-Fokus dan disiplin, dalam aplikasi pada prinsip ini, “apa yang penting” adalah umum dihubungkan dengan misi organisasi. Prinsip keseimbangan-Mencapai keseimbangan, melengkapi prinsip fokus dan disiplin dengan prinsip mencapai keseimbangan dapat menjadi hal yang bernilai untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan. Carnegie berpendapat “penampilan tinggi yang konsisten berasal dari keseimbangan antara bekerja dan waktu luang”, dan merekomdensaikan tiga hal untuk memulai satu kehidupan: (1) merubah sikap, (2) Anda mempunyai waktu luang, dan (3) bertindak…terlibat dalam aktivitas yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Prinsip sikap positif-Membentuk sikap mental positif, prinsip ini diinspirasi oleh quote dari Marcus Aurelius “kehidupan kita adalah apa yang pikiran kita buat”. Pemimpin yang mengadopsi pendekatan ideologi cenderung untuk mengikutsertakan perilaku positif untuk membentuk iklim berkelanjutan sebuah relasi oleh norma kolaboratif. Pemeliharaan sikap positif adalah aspek yang penting dari kepemimpinan ideologi yang penting terhadap kemampuan pemimpin untuk mempromosikan nilai yang berkelanjutan. Prinsip bealajar untuk tidak khawatir, Carnegie menawarkan lima tekhnik untuk menolong pemimpin berhenti khawatir dengan mengingatkan mereka untuk (1) hidup dengan hari yang padat, (2) nyaman dari hukum rata-rata, (3) bekerjasama dengan penghindaran, (4) meletakkan stop-loss pada kekhawatiran, (5) menjaga hal-hal dalam perspektif, (6) kesibukan diri. Prinsip antusiasme-kekuatan antusiasme, Carnegie memperingatkan bahwa pemimpin tidak memandang rendah pengaruh antusiasme dan mendorong mereka untuk menemukan antusiasme “dengan percaya pada diri mereka, apa yang mereka lakukan, dan oleh keinginan agar dapat diselesaikan dengan baik. Antusiasme adalah utama dari pemimpin yang percaya diri. Komunikasi dalam Pengembangan Kepemimpinan Efektif Kepemimpinan yang berhasil membutuhkan komunikasi kepada bawahannya dengan baik. Dalam hal ini berorganisasi merupakan hasil interaksi antarindividu dan kelompok dalam organisasi. Berorganisasi merupakan hasil interaksi antarindividu dan kelompok dalam organisasi, dan semuanya akan mempengaruhi interaksi dalam organisasi tersebut di masa yang akan datang. Berikut ini adalah aplikasi dan implikasi dari teori komunikasi (Littlejohn & Foss, 2009). Organisasi dihasilkan melalui komunikasi, kegiatan organisasi berguna untuk mencapai tujuan individu dan golongan, selain untuk mencapai tujuan, kegiatan komunikasi menciptakan pola-pola yang memengaruhi kehidupan organisasi, proses komunikasi menciptakan karakter dan budaya organisasi, pola kekuasaan dan kendali yang muncul dalam komunikasi organisasi membuka peluang dan menciptakan batasan. Pada teori Weber yang merupakan bagian dari “teori organisasi klasik”. Weber mendefiniskkan sebuah organisasi sebuah sistem kegiatan interpersonal yang memiliki maksud tertentu yang dirancang untuk menyelaraskan tugas-tugas individu. Prinsip pertama tentang birokrasi yang besar adalah otoritas. Prinsip yang kedua adalah spesialisasi. Aturan-aturan organisasi harus rasional, menurut Weber, yang berarti bahwa aturan-aturan tersebut dirancang untuk mencapai tujuan organisasi (Littlejohn & Foss, 2009). Dalam kasus menteri Susi Pudjiastuti dalam berinteraksi juga menuai konflik terhadap nelayan asing dan nelayan lokal. Perspektif sosial menunjukkan bahwa sebuah konflik tidak pernah dihasilkan dari tindakan satu orang saja. Konflik adalah suatu produk dari interaksi diantara bermacam-macam pihak. Pendekatan yang bermacam macam dari respon individu membentuk produk yang juga bermacam macam. Konflik yang terjadi antara individu yang kompetitif terhadap individu yang tidak acuh bisa membentuk hal yang berbeda. Interaksi antara individu yang kolaborasi dengan individu yang akomodasi menghasilkan produk yang lain lagi. Sehingga seperti apa bentuk konflik, akan sangat bergantung kepada interaksi individu dan respond individu lainnya (Littlejohn & Domenici, 2007). Dalam komunikasi interpersonal menurut filsuf Martin Buber membedakan interaksi sosial menjadi I-It dan I-Thou. Pada komunikasi I-it, interaksi antara kita dan orang lain sangat tidak personal, bisa dikatakan orang lain hanya sebagai objek. Interaksi I-it membuat kita tidak mengakui keberadaan orang lain secara personal, melainkan hanya bersifat kebendaan. Pelayan di restoran, penjual dagangan keliling, atau office boy di kantor sering diperlakukan tidak sebagai sosok orang, namun sebagai instrument untuk memenuhi pesanan dan memberikan apa yang kita butuhkan. Dalam kasus hubungan I-it yang lebih ekstrim, keberadaan orang lain secara fisik bahkan tidak diakui (Wood, 2013). Sedangkan, dalam komunikasi I-Thou, kita terbuka sepenuhnya pada orang lain, mempercayai orang lain untuk menerima diri kita apa adanya dalam segala kelebihan dan kekurangan. Buber meyakini bahwa hanya dengan komunikasi level I-Thou, kita dapat menjadi manusia seutuhnya. Artinya, kita mampu menyingkirkan segala topeng kepribadian yang kita gunakan sehari-hari dan mengizinkan diri kita untuk benar-benar jujur. Kebanyakan interaksi yang kita lakukan terlibat dalam apa yang diistilahkan oleh Buber sebagai “kepura-puraan”, di mana kita terlalu hati-hati dengan pencitraan dan mengatur apa yang kita sampaikan pada orang lain. Dalam komunikasi I-Thou, kita benar-benar menjadi manusia utuh yang mampu mengungkapkan jati diri dan apa yang kita rasakan. Jadi, komunikasi dan interaksi dalam level I-Thou adalah sesuatu yang jarang dan memiliki makna khusus (Wood, 2013). Susi Pudjiastuti Sebagai Pemimpin Dalam Kementerian Kelautan dan Perikanan Studi dari AS Departemen Tenaga Kerja (2006; Ryan et al 2007 dalam Ang, 2011) mencatat perekrutan, penjangkauan, dan retensi membuat sedikit atau tidak ada upaya dalam mempekerjakan, dan mempromosikan perempuan. Dengan upaya perekrutan ditargetkan terutama untuk laki-laki, sedikit usaha fokus dalam menciptakan struktur yang mendukung, dan program untuk mencari, dan mempertahankan perempuan (Eldridge et al 2007 dalam Ang, 2011). Bahkan ketika perempuan dipekerjakan, ada yang disewa untuk peran jender yang spesifik, sehingga membatasi kesempatan bagi perempuan untuk memperluas ruang lingkup mereka, sehingga membatasi kesempatan untuk perempuan mengembangkan diri dalam glass ceiling (The Economist 2005 dalam Ang, 2011). Dalam kebanyakan kasus, fungsi spesifik jender membatasi perempuan dari mengembangkan keterampilan baru, dan berpartisipasi di daerah inti korporasi seperti sisi pendapatan dari bisnis sehingga membatasi peluang mereka pada promosi dalam korporasi (Engvig 2008; Mooney 2006 dalam Ang, 2011). Pro dan kontra mengenai kepemimpinan oleh perempuan sudah sering dijadikan suatu pembahasan di Indonesia. Masyarakat Indonesia belum seutuhnya siap ketika seorang perempuan mempunyai jabatan tertinggi di suatu institusi sekaligus memimpin para laki-laki. Pada kenyataannya, kepemimpinan perempuan juga mampu menjadi suatu modal sosial bagi pembangunan bangsa, sayangnya peran perempuan di ranah publik masih terbungkam dengan budaya patriarkhi. Berdasarkan hasil penelitian Susianah (2014) yang berjudul “Kepemimpinan Perempuan dalam Gerakan Hijau di Indonesia” menunjukkan bahwa kaum perempuan dianggap sebagai kelompok strategis dalam upaya mencapai target pelestarian lingkungan karena secara gender dekat dengan alam sekitarnya, banyak menghabiskan waktunya di ladang, sawah dan menjadi penopang kebutuhan pangan keluarga. Berikut ini adalah prestasi yang telah dilakukan Susi sebagai menteri Kelautan dan Perikanan diantaranya: 1) illegal Fisihing yang yang menyebabkan Indonesia merugi nyaris Rp 11 triliun per tahun. Susi mampu bertindak tegas terhadap siapa pun yang melanggarnya. 2) kebijakan penenggelaman kapal pencuri ikan. 3) moratorium perizinan usaha perikanan tangkap (Permen-KP Nomor 56/2014). 4) pengelolaan dan zonasi taman wisata perairan (Permen-KP Nomor 28/2014). 5) kebijakan larangan penangkapan lobster (Panulirus spp), kepiting (Scylla spp), dan rajungan (Portunus pelagicus sp) yang tertuang dalam Permen-KP Nomor 1/2015. 6) larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) yang dituangkan dalam Permen-KP Nomor 2/2015. Kepemimpinan oleh perempuan diibaratkan seperti seorang Ibu di dalam sebuah keluarga yang bertanggung jawab dari segala urusan anggota keluarga dan keadaan rumahnya. Begitupula dengan kepemimpinan menteri Susi, yang peka terhadap permasalahan kemaritiman di Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan nelayan. Susi mampu menekan kerugian negara akibat illegal fishing. Beberapa penelitian yang fokus pada gender dan gaya kepemimpinan telah diselenggarakan tahun-tahun belakangan ini. Kesimpulan umumnya adalah laki-laki dan perempuannya memakai cara yang berbeda. Khususnya, perempuan cenderung memakai cara yang demokratis atau partisipatif. Perempuan akan lebih mendorong partisipasi, berbagai kekuasaan dan informasi, dan berusaha untuk meningkatkan harga diri pengikutnya. Perempuan memimpin dengan penyertaan dan mengandalkan karisma, keahlian, hubungan dengan keterampilan interpersonal untuk mempengaruhi orang lain. Perempuan cenderung memakai kepemimpinan transformasi, memotivasi orang lain dengan mentransformasi minat diri mereka menjadi tujuan organisasi. Laki-laki cenderung memakai gaya yang langsung, serta perintah-dan-kendali. Laki-laki mengandalkan otoritas posisi resmi untuk berpengaruh. Laki-laki memakai kepemimpinan transaksi, memberikan penghargaan untuk kerja yang baik dan menghukum yang tidak baik (Robbins & Coulter, 2010). Tipe dan Gaya Kepemimpinan Menteri Susi Pudjiastuti Berikut ini tujuh sifat yang berkaitan dengan kepemimpinan yang efektif (Robbins & Coulter, 2010): a) Penggerak (drive).Susi mampu menunjukkan kerja kerasnya kepada masyarakat Indonesia, walaupun adanya kebijakan larangan penangkapan yang tidak ramah lingkungan mendapatkan protes dari nelayan, tetapi kerja keras Susi tidak mengenal kata lelah dalam memperjuangkan nasib nelayan dan maritim Indonesia. Seperti melalui inisiatif pengemboman kapal, merupakan hal yang sangat frontal kepada kapal asing yang mencuri ikan di Indonesia. b) Hasrat untuk memimpin (desire to lead).Ketika menjadi seorang menteri, bu Susi tidak tertarik dengan jabatan sebagai menteri yang diberikan oleh Jokowi, melainkan peranan Bu Susi dalam mensejahterakan nelayan dan memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia. Pada kenyataannya Bu Susi mampu menjadi abdi negara dengan adanya berbagai kebijakan yang telah dikeluarkannya. Bahkan gajinya diberikan kepada nelayan yang tidak mampu. c) Kepercayaan diri (self confidence). Pengikut mencari pemimpin yang tidak ragu-ragu. Dengan demikian, para pemimpim harus dapat menunjukkan kepercayaan diri agar dapat meyakinkan pengikutnya terhadap keputusan dan tujuan yang harus dicapai. d) Kecerdasan (intelligence).Latar belakang pendidikan Bu Susi hanya SMP, tetapi kemampuan analisis, pengambilan keputusan, dan cara berkomunikasinya patut menjadi pemimpin yang cerdas. Pengalaman menjadi exportir dan memperjuangkan kesejahteraan nelayan selama bertahun-tahun membuatnya peka terhadap permasalahan maritim. e) Pengetahuan yang relevan mengenai pekerjaan (job-relevant knowledge).Selama ini Bu Susi mengeluarkan kebijakan yang sangat tegas terhadap kemaritiman Indonesia. Pengalaman di dunia kelautan dan perikanan sudah tidak diragukan. Sehingga berbagai kebijakan yang sudah dikeluarkan membawa suatu kemajuan bagi bangsa Indonesia. f) Extraversion.Dalam berkomunikasi dengan orang lain bahkan wartawan, Bu Susi sangat tegas, enerjik dan penuh semangat. Bu Susi dapat memberikan argumen yang masuk akal, ketika ada yang tidak suka dengan keputusannya. Empat gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard (Robbins & Coulter, 2010), Telling (pekerjaan tinggi-relasi rendah). Menteri Susi menyampaikan dengan tegas apa yang menjadi kebijakannya, job desk bawahannya agar tercapai tujuan tersebut. Selling (pekerjaan tinggi-relasi tinggi). Menteri Susi mendapatkan kunjungan Komandan Korps Marinir (Dankormar) Mayjen TNI (Mar) Buyung Lalana, S.E atas dukungan menteri Susi terhadap kegiatan Save Our Littoral Life (SOLL). Menteri Susi juga memberikan apresiasi atas kegiatan SOLL. Dankormar menyampaikan terima kasih atas dukungan Kementrian Kelautan dan Perikanan terhadap kegiatan SOLL. Korps Marinir bertekad akan terus memelihara terumbu karang yang telah ditanam. Participating (pekerjaan rendah-relasi tinggi), menteri Susi juga ikut berpartisipasi dalam memantau pengeboman ikan. Sebelumnya menteri Susi memberikan komando dan kode ke bawahannya, kemudian diluncurkan bom kepada target kapal, salah satunya penenggelaman kapal nelayan asing dari Thailand di di perairan Dempo, Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Cara penyampaian pesan oleh Susi sangat tegas, jelas dan lugas. Delegating (pekerjaan rendah-relasi rendah), dinas kelautan dan perikanan di seluruh Indonesia dapat membantu mencapai program kerja yang telah disampaikan oleh menteri Susi, sehingga ada program-program yang dapat didelegasikan. Prinsip Kepemimpinan Menteri Susi Pudjiastuti Prinsip keaslian-menemukan pemimpin dalam diri Anda, sebelum menjadi menteri, Susi adalah seorang pengusaha angkutan udara dan bisnis export ikan yang sudah mempunyai pengalaman bertahun-tahun. Jokowi memilih Susi sebagai menteri Kelautan dan Perikanan pada Indonesia Hebat. Walaupun Susi hanya lulusan SMP, ternyata Susi mempunyai kepemimpinan dalam kedaulatan kemaritiman Indonesia. Ada begitu banyak kebijakan yang sangat berpengaruh positif bagi bangsa Indonesia. Susi dapat menjadi menteri sesuai dengan dirinya sendiri, seperti merokok dan adanya tato naga di kakinya tidak menghalangi pekerjaannya atau menjaga “image”. Pada awal menjabat sebagai menteri, Susi mengendarai helicopter langsung antara Pangandaran dan Jakarta dengan helikopter. Prinsip komunikasi-komunikasi efektif, Susi termasuk menteri yang menerapkan komunikasi efektif, walaupun gaya komunikasi Susi sangat tegas dan terbuka ketika menyampaikan kebijakan dan berpendapat dengan orang lain. Ketika penenggelaman kapal-kapal asing, Susi ikut memberi instruksi untuk menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan di Indonesia. Prinsip motivasi-memotivasi orang–orang, Susi memotivasi generasi muda salah satunya untuk membaca bacaan yang bermanfaat seperti buku-buku atau browsing dengan google daripada hanya chatting saja. Susi mendorong agar generasi muda mencintai laut, dengan adanya 2/3 adalah perairan, harapannya generasi muda dapat berkontribusi di bidang kelautan Indonesia. Prinsip keikhlasan, di awal kepemimpinan sebagai menteri, Susi menyatakan bahwa gajinya akan diberikan kepada nelayan miskin. Susi menyampaian bahwa gaji menteri hanya 1 persen dari penghasilannya. Artinya, Susi bekerja ikhlas untuk memajukan bangsa Indonesia, bukan untuk materi. Dia juga pernah menyatakan bahwa dia bekerja lillahita’alla. Prinsip pengambilan perspektif-melihat hal dari sudut pandang orang lain, kebijakan Susi dianggap sangat keras dan kaku bagi nelayan, pada kenyataannya Susi membantu nelayan untuk meningkatkan hasil tangkapan yang selama ini kapal asing mencuri ikan, serta pelarangan penggunaan pukat dan cantrang bertujuan untuk pemulihan sumber daya ikan yang sudah terkuras dan perbaikan lingkungan yang rusak. Susi tidak mempunyai niat untuk merugikan nelayan, tetapi kenyataan yang ada banyak juga nelayan yang demo atas kebijakan dari Susi. Hal ini tidak masuk akal, apabila nelayan berdemo untuk hal yang tidak sepatutnya sesuai dengan kenyataan. Prinsip mendengarkan-mendengarkan untuk belajar, Susi mengadakan audiensi yang bertujuan untuk mendengarkan langsung pendapat dan keluhan nelayan mengenai reklamasi Teluk Jakarta dengan menampung semua pertanyaan-pertanyaan dan masukan dari para nelayan. Nelayan berharap agar Bu Susi memihak para nelayan di Muara Angke agar tidak digusur. Prinsip teamwork-bekerjasama untuk besok, dalam pengeboman kapal asing, tentunya Susi bekerjasama dengan berbagai pihak. Termasuk dengan mendirikan Satgas Illegal Fishing di Gedung Mina Bahari I, Kementerian Kelautan dan Perikanan, lantai 6, Gambir, Jakarta Pusat. Tim satgas diharapkan dapat mempersiapkan semua modus operandi, kontak person, link sampai ke negeri pencuri ikam, agar sindikat-sindikat tersebut tidak kembali ke Indonesia. Susi memerintahkan satgas sebanyak 115 untuk memperketat patroli di perairan-perairan yang terindikasi rawan akan tindak pencurian ikan. Satgas yang terbentuk tidak hanya beranggotakan pegawai KKP, melainkan juga berasal dari TNI dan Kepolisian. Satgas 115 langsung dipimpin oleh Susi Pudjiastuti. Prinsip menghormati-menghormati martabat orang lain, sebelum Susi menjadi menteri, Susi bekerja dengan nelayan di Pangandaran. Susi mengetahui apa yang menjadi kebutuhan para nelayan pada waktu itu, dan Susi mampu menguasai Pangandaran dan sekitarnya sebagai pengusaha di bidang perikanan, sehingga dia sangat menghormati martabat nelayan agar mempunyai kehidupan yang lebih baik. Prinsip memberi penghargaan-Penghargaan, Pujian, dan rewards, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memberikan penghargaan Adibakti Mina Bahari (AMB) kepada individu, kelompok pelaku usaha perikanan, dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup KKP 2015. Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan motivasi, kontribusi, dan peran serta pemangku kepentingan UPT dalam peningkatan produktivitas kegiatan ekonomi, pengembangan usaha perikanan, dan pelestarian sumberdaya ikan maupun lingkungan. Prinsip kerendahan hati-memegang kesalahan, keluhan dan kritik, Susi mampu bekerja dengan rendah hati dapat terbuka menerima keluhan dan kritik. Susi termasuk berani dan kuat mental dalam menghadapi tantangan dari orang-orang yang kontra dengan pendapatnya, termasuk nelayan. Prinsip mempunyai tujuan, menurut Menteri Susi, adanya moratorium yang menjadi pro dan kontra bagi nelayan dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kehidupan nelayan, serta memberi kesempatan kepada pengusaha dengan kapal lokal untuk lebih banyak mendapatkan manfaat. Tidak mungkin menteri Susi akan merugikan para nelayan, selama ini nelayan banyak yang masih belum memahami mengenai kebijakan tersebut. Pelarangan menangkap ikan hanya untuk pencuri asing, kenyataannya Himpunan Nelayan Indonesia ikut berdemo menolak kebijakan tersebut. Prinsip fokus-Fokus dan disiplin, Susi mempunyai visi dan misi kuat dalam memajukan kemaritiman Indonesia. Dengan hasilnya pertumbuhan perikanan sekarang mecapai 8,96%. Mulai kwartal terakhir 2014 pertumbuhannya 8,3%, lalu naik menjadi 8,7% dan kwartal terakhir 2015 8,96%. Pertumbuhan yang sangat luar biasa, dibanding sektor lainnya. Sebelumnya, sektor perikanan tidak pernah tumbuh lebih dari 6%, padahal kondisi ekonomi sedang baik. Sekarang kondisi perekonomian sedang jelek, perikanan justru bisa naik hingga 8,96% (http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/03/160305_indonesia_wwc_menteri_susi, diakses pada hari Rabu, 11 Mei 2016, pkl. 22.23 WIB). Prinsip keseimbangan-Mencapai keseimbangan, gebrakan oleh Susi dalam mencapai keseimbangan antara bekerja dan waktu luang yaitu dengan menggeser jam kerja dari pkl. 08.00 WIB, menjadi pkl. 07.00 WIB, agar pegawainya dapat pulang pkl. 15.30 WIB. Hal ini bertujuan agar PNS dapat mempunyai banyak waktu luang dengan keluarga. Sedangkan bagi Susi, Waktu, kesehatan, uang, keluarga, facebook, televisi, dan majalah merupakan waktu luang yang dihabiskan, karena manusia bukan mesin yang selalu bekerja. Prinsip sikap positif-Membentuk sikap mental positif, Susi termasuk sosok pemimpin yang sangat optimis dalam memajukan bangsa Indonesia. Hal ini terbukti ketika awal mula ia menjalani bisnis dimulai dari berjualan gelang, seprai, pengepul ikan, penjual kodok, pengekspor ikan, hingga mempunyai armada. Dengan jiwa yang pantang menyerang, optimis, dan bersikap mental positif Susi mampu memajukan bangsa Indonesia menjadi lebih baik lagi. Prinsip belajar untuk tidak khawatir, Susi banyak menerima kritik dari nelayan dan politisi yang meragukan dengan kebijakan yang dianggap merugikan negara, tetapi Susi berusaha untuk tidak khawatir dengan apa yang dilakukannya. Prinsip antusiasme-kekuatan antusiasme, Susi sangat percaya diri ketika diamanahi sebagai menteri, walaupun dia hanya lulus SMP, tetapi dengan bekal buku-buku kritis yang telah dia baca serta pengalaman menjadi pengusaha membuatnya menjadi pemimpin yang tangguh. Bahkan, dunia mengakui potensi kepemimpinannya. Susi juga menyampaikan kepada generasi muda, bahwa dapat memanfaatkan waktu luang dengan baik, yang dapat menciptakan antusias, harus siap menjadi harapan bangsa. Komunikasi dalam Pengembangan Kepemimpinan Efektif Oleh Menteri Susi Pudjiastuti Gaya komunikasi menteri Susi yaitu cepat, ceplas-ceplos dan terlihat menguasai masalah. Hal itu sejalan dengan visi kabinet Indonesia Hebat yaitu mengutamakan “Kerja, Kerja, dan Kerja”. Ketika berinteraksi dengan wartawan, Susi sangat menaggapi dengan terbuka, menurutnya selama ini wartawan lah yang menghambat kerjanya atau tidak suka dengan liputan wartawan yang berlebihan. Dikaitkan dengan teori Weber, prinsip pertama adalah otoritas dalam hal ini otoritas Susi sebagai menteri yang bertujuan membawa poros maritim Indonesia menjadi lebih baik. Kedua adalah spesialisasi, dalam hal ini sebagai pemimpin Susi menduduki posisi strategis dengan pengalaman di dunia kemaritiman menjadi pengusaha ikan, memperjuangkan nelayan, dan lainnya yang membentuk Susi sangat menguasai permasalahan maritim di Indonesia yang sebelumnya tidak tersentuh oleh orang se-profesional Susi. Ketiga yaitu birokrasi yang di dalamnya terdapat tuntunan aturan. Bu Susi menegakkan peraturan menteri no. 2/ 2015 tentang larangan penggunaan pukat hela dan pukat tarik sehingga dampak ini membuat nelayan merugi. Pada dasarnya Bu Susi ingin mengembalikan ekosistem perikanan di Indonesia menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya dengan tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan. Peraturan lainnya adanya peraturan untuk kapal yang melaut yang wajib mempunyai izin tangkap, izin wilayah tangkap dan surat layar. Walaupun masa moratorium selesai, proses perizinan terhadap kapal eks-asing akan kembali seperti semula. Komunikasi ke bawah telah dilakukan oleh Susi Pudjiastuti yaitu informasi dilakukan oleh komunikator (Susi) kepada bawahannya mengenai kebijakan dan aturan yang ditegakkan dengan tegas, sehingga Kementerian Kelautan dan Perikanan merupakan salah satu organisasi yang solid dalam mempunyai visi yang sama dengan Bu Susi. Dari dampak kepemimpinan oleh Susi juga menimbulkan suatu dampak modal sosial bagi nelayan. Unsur pokok modal sosial pada kepemimpinan Susi dapat berupa: 1) partisipasi dalam suatu jaringan yaitu Susi dapat melakukan kontak atau selalu berhubungan dengan masyarakat nelayan dengan prinsip kesukarelaan, kesamaan, kebebasan dan keadaban. Ketika Susi mampu bersinergi dengan kelompok atau masyarakat nelayan di beberapa daerah yang menjadi perhatian, sinergistas tersebut akan menjadi suati modal sosial yang hebat dalam membina hubungan satu sama lain. 2) resiprocity dalam hal ini Susi memberikan kepedulian sosial yang tinggi, saling membantu, dan saling memperhatikan. Hal ini terbukti, ketika nelayan pada tahun 2016 awal mendatangi kantor KKP berdialog dengan Susi, bahwa kebijakan Susi yang awalnya susah diterima dan dikeluhkan oleh nelayan saat ini berdampak positif bagi nelayan itu sendiri yakni nelayan mengalami pendapatan tangkap ikan sebanyak dua hingga tiga kali lipat. Seperti yang disampaikan oleh Sukahar, salah satu nelayan yang berdialog dengan Bu Susi. Sukahar mengakui, saat kebijakan awal diluncurkan seperti larangan transhipment, larangan tangkap kepiting bertelur hingga larangan penggunaan cangkrang, membuat banyak nelayan mengeluh. Namun dengan hasil sekarang, nelayan mulai merasakan manfaatnya (http://finance.detik.com/read/2016/02/03/165430/3134046/4/nelayan-puji-menteri-susi-sekarang-ikan-melimpah, diakes pkl. 20.55 WIB, pada tanggal 25 Maret 2016). Sebaliknya Bu Susi terbuka atas informasi dan keluhan yang disampaikan oleh nelayan, hal-hal apa saja yang memberatkan nelayan akan dipikirkan solusinya untuk kesejahteraan nelayan. 3) trust antara Bu Susi dengan nelayan, Bu Susi dengan masyarakat Indonesia, Bu Susi dengan presiden, dan Bu Susi dengan masyarakat dunia memberikan kontribusi dalam peningkatan modal sosial. Adanya kepercayaan tinggi dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai bentuk demi mencapai suatu kemajuan dan pembangunan. Seperti nelayan telah percaya dengan kebijakan Bu Susi, sehingga kementerian akan tenang dalam bekerja tanpa adanya demonstrasi, sebaliknya nelayan juga percaya akan segala kebijakan (aturan) yang telah ditetapkan dari Kementerian. 4) norma sosial dalam hal ini Bu Susi dapat memberikan nilai-nilai positif demi kemajuan suatu bangsa dan masyarakat. Bu Susi sudah berhasil memberikan nilai-nilai tersebut kepada dunia, bahwa Indonesia sebagai bangsa yang bermartabat bertindak tegas terhadap illegal fishing dan pengrusakan ekosistem di laut. Keberhasilan kepemimpinan Bu Susi membawa kemaritiman Indonesia lebih sejahtera. Bu Susi berbicara di depan mahasiwa dan pengajar dari berbagai negara di John F. Kennedy School for Governance (JFKSG), Harvard University, Cambridge, dan Massachusetts. Kuliah umumnya dengan judul :”A Maritime Axis: Challenges and Opportunities” mengenai upaya Indonesia dalam memberantas aktivitas penangkapan ikan ilegall yang merusak lingkungan sosial dan menyebabkan kerugian bagi nelayan di Indonesia. Kerugian yang dialami Indonesia dalam kasus pencurian ikan hingga Rp 260 triliun per tahun dan sudah terbukti bertindak tegas. Norma sosial ini menjadi modal sosial yang dapat mempererat hubungan sosial. Menurut Randall Collin yang disebut sebagai fenomena mikro dan interaksi sosial yaitu norma dan jaringan yang sangat berpengaruh pada kehidupan organisasi sosial. Norma yang terbentuk dari berulangnya pola pergaulan keseharian akan menciptakan aturan-aturan tersendiri dalam suatu masyarakat. Kekuatan-kekuatan sosial dalam melakukan interaksi antar kelompok akan terbentuk. Pada akhirnya akan mempermudah upaya mencapai kemajuan bersama (Hasbullah, 2006). Dampak kepemimpinan Susi masih dianggap menghasilkan hal yang negatif terhadap nelayan, karena akibat pelarangan penggunaan cantrang, padahal larangan tersebut untuk memperbaiki ekosistem laut. Selama ini, Susi masih kurang berkomunikasi secara intensif terhadap nelayan akibatnya terjadi perbedaan persepsi mengenai aturan tersebut yang kontra terhadap nelayan. Pada kenyataannya, Kementerian Kelautan dan Perikanan akan melakukan pengadaan kapal sebanyak 4000 unit kapal bagi nelayan di tahun 2016, tentu saja prioritas bagi nelayan yang menjadi korban. Berikut ini dampak positif yang diterima oleh masyarakat Indonesia dan khususnya kaum nelayan menurut Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Sjarif Widjaja, diantaranya (http://finance.detik.com/read/2015/12/29/154643/3106647/4/ini-dampak-kebijakan-menteri-susi-perangi-illegal-fishing, diakses pada tanggal 23 Maret 2016, pkl. 22.00 WIB). Stok ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yang dahulu kerap dijarah oleh kapal-kapal asing kini melonjak signifikan, sehingga stok ikan melimpah di daerah yang sering terjadi illegal fishing yang meningkatkan penghasilan kesejahteraan nelayan lokal. Berdasarkan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS), Nilai Tukar Nelayan per November 2015 adalah 106,12%, naik dibanding November 2014 yang sebesar 104,2%. Ekspor ikan Thailand dan Filipina menurun, sebab selama ini nelayan dari kedua negara tersebut banyak mencuri ikan dari Indonesia. Penurunan ekspor ikan Thailand dan Filipina dibarengi dengan meningkatnya ekspor ikan Indonesia. Ekspor ikan tuna Indonesia ke Amerika Serikat (AS) selama Januari-September 2015 misalnya, naik 7,73%. Pada saat yang sama ekspor Tuna Thailand dan Filipina ke AS anjlok masing-masing 17,36% dan 32,59%. Melimpahnya pasokan ikan di dalam negeri juga membuat konsumsi ikan masyarakat Indonesia meningkat, rata-rata tahun ini 40,9 kg/kapita, naik dibanding 2014 sebesar 37,89 kg/kapita. Nelayan merasa bahwa dengan adanya kebijakan dari Bu Susi akan merugikan nasib pelayan, pada kenyataannya Bu Susi juga memperjuangkan nasib nelayan lokal dan tentu ada alasan logis mengapa ada larangan. Sehingga hal ini mengakibatkan suatu konflik antara menteri Susi dengan nelayan lokal. Sebaliknya dengan nelayan asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia, Susi sangat tegas dalam menyampaikan pesan-pesan penting sebelum terjadi pengeboman terhadap kapal nelayan asing, walaupun beberapa negara menganggap bahwa tindakan Susi tidak dapat dinegosiasikan dan terkesan arogan, tetapi penerapan bottom-up ternyata sesuai dalam kasus ini. Dalam berdialog dengan nelayan, menteri Susi dapat menggunakan interaksi sosial oleh Martin Buber yaitu I-Thou menganggap manusia yang lain sebagai manusia yang utuh, bermakna khusus, dan personal. Dalam berinteraksi si komunikator mampu empati, simpati, dan terbuka. Berbeda dengan I-It yang menganggap nelayan tidak personal, tidak diakui keberadaannya dan tidak didengarkan aspirasinya. Selama ini, menteri Susi masih menggunakan I-it terhadap nelayan, sehingga ada begitu banyak persepsi negatif mengenai kebijakan Susi terhadap nelayan. Ketika nelayan percaya dengan Susi, maka modal sosial akan keduanya dapat terbentuk sehingga hal-hal yang dikomunikasikan oleh Susi sebagai pemimpin dapat diterima secara langsung oleh nelayan, tanpa adanya perlawanan dan anarkis. Penutup Tipe dan gaya kepemimpinan menteri Susi Pudjiastuti selama ini efektif dalam membuat kebijakan, sehingga membuat masyarakat dunia patuh dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Susi seperti pengeboman kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Kepemimpinan dari KKP sebelum Susi, belum ada yang menindak tegas pencuri ikan dengan pengeboman. Tipe dan gaya kepemimpinan efektif menteri Susi berdasarkan teori sifat (penggerak, hasrat untuk memimpin, kepercayaan diri, kecerdasan, pengetahuan, dan extraversion), dan menggunakan kepemimpinan Henry dan Blanchard (telling, selling, participating, dan delegating). Susi mampu mengaplikasikan prinsip-prinsip kepemimpinan dengan baik yang dicetuskan oleh Dale Carnegie seperti prinsip keaslian, prinsip komunikasi efektif, prinsip memotivasi orang–orang, prinsip keikhlasan, prinsip pengambilan perspektif, prinsip mendengarkan, prinsip teamwork, prinsip menghormati, prinsip memberi penghargaan, prinsip kerendahan hati, keluhan dan kritik, prinsip mempunyai tujuan, prinsip fokus, prinsip keseimbangan, prinsip sikap positif, prinsip belajar untuk tidak khawatir, dan prinsip antusiasme. Komunikasi dalam pengembangan kepemimpinan menteri Susi Pudjiastuti dilakukan melalui modal sosial kepada masyarakat Indonesia hingga masyarakat dunia. Susi menjadi salah satu menteri yang sudah memberikan kuliah umum di Amerika mengenai Kemaritiman Indonesia. Selanjutnya penerapan teori birokrasi oleh Weber, adanya interaksi yang menghasilkan dampak positif terhadap nelayan, dan penggunaan I-Thou terhadap nelayan agar ketika terjadi interaksi dengan nelayan, nelayan menjadi manusia seutuhnya yang didengarkan aspirasi dan pendapatnya. Setiap kebijakan Susi yang menyangkut nelayan, sebaiknya dikomunikasikan secara langsung kepada nelayan, misalnya melalui dialog agar tidak terjadi perbedaan persepsi. Sebaiknya Susi selalu menggunakan unsur-unsur modal sosial dalam menjalin relasi dengan nelayan, pemerintah, dan masyarakat. Sebelumnya Susi dipandang sebelah mata karena lulusan SMP dan kebiasannya yang merokok serta adanya tato di tubuh, tetapi setelah menjadi menteri KKP, kinerja Susi sangat baik bahkan di mata dunia. Daftar Pustaka Agustinus Michael. 2015. Ini Dampak Kebijakan Menteri Susi Perangi Illegal Fishing. Diakses pada 23 Maret 2, jam 22.00 WIB dari: http://finance.detik.com/read/2015/12/29/154643/3106647/4/ini-dampak-kebijakan-menteri-susi-perangi-illegal-fishing. Ang Rachel. 2011. Women Leadership. Diakses pada 20 April 2016, jam 18.00 WIB, dari: http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1795325. Astuti Tri Marhaeni Pudji. 2011. Konstruksi Gender Dalam Realitas Sosial. Semarang (ID): Unnes Press. Eagly Alice H, Mary C, Johannesen-Schmidt, Marloes L. van Engen. 2003. “Transformational, Transactional, and Laissez-Faire Leadership Styles: A Meta-Analysis Comparing Women and Men” dalam Psychological Bulletin Vol. 129, No. 4. Washinton, (pp: 569–591). Hasbullah Jousairi. 2006. Social Capital. Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia. Jakarta (ID): MR-United Press Jefriando Maikel. 2016. Nelayan Puji Menteri Susi: Sekarang Ikan Melimpah. Diakses pada 25 September, jam 21.17 WIB dari: http://finance.detik.com/read/2016/02/03/165430/3134046/4/nelayan-puji-menteri-susi-sekarang-ikan-melimpah. Lin Nan. 2004. Social Capital. A Theory of Social Structure and Action. United Kingdom (UK): Cambridge. Littlejohn Stephen W, Karen A. Foss. Ed.9. 2009. Teori Komunikasi. Jakarta (ID): Salemba Humanika. Littlejohn Stephen, Kathy Domenici. 2007. Communication, Conflict and The Management of Difference. United States of America: Waveland Press Inc. Milorad M Novicevic, Williams, Laura A, Abraham, D Reed, Gibson, Michael C, Smothers, Jack, Crawford. 2011. “Principles of Outstanding Leadership: Dale Carnegie's Folk Epistemology” dalam Journal of Applied Management and Entrepreneurship; July 2011; 16, 3; (pp: 4-22). Mulyana Deddy. 2014. Komunikasi Politik Politik Komunikasi. Membedah Visi dan Gaya Komunikasi Praktis Politik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Robbins P. Stephen, Mary Coulter. 2010. Manajemen. Edisi kesepuluh. Jilid 2. Jakarta (ID): Erlangga. Romadoni Kaida. 2015. Menteri Susi: Indonesia Juara 1 Pemberantasan Illegal Fishing. Diakses pada 22 September, jam 17.57 WIB dari: http://news.liputan6.com/read/2344777/menteri-susi-indonesia-juara-1-pemberantasan-illegal-fishing. BBC Indonesia. “Susi Pudjiastuti: Pemerintah Harus Berani Buat Moratorium Reklamasi”. 11 Mei 2016, 22.23 WIB. http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/03/160305_indonesia_wwc_menteri_susi. Susianah. 2014. Kepemimpinan Perempuan Dalam Gerakan Hijau di Indonesia. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Wood T Julia. 2013. Komunikasi Interpersonal: Interaksi Keseharian. Jakarta (ID): Salemba Humanika Comments are closed.
|
AuthorFeminis muda Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
September 2021
Categories |