Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
Wacana Feminis

JKT48 dan Mitos Kecantikan

16/1/2015

 
Nadya Karima Melati
(Mahasiswi Jurusan Ilmu Sejarah, FIB, Universitas Indonesia)
[email protected]
PictureDok. Pribadi
Pendaftaran audisi Idol Group JKT48 generasi ke-4 sudah dibuka. Bagi kamu, WNI atau WNA perempuan, berusia 13-18 tahun silakan mendaftar, tentunya, untuk anda yang berusia dibawah 18 tahun wajib mendapat surat izin dari orang tua. Ratusan bahkan ribuan perempuan muda pun mendaftar. Mengapa perempuan tersebut berbondong-bondong mendaftar? Apa yang diharapkan perempuan menjadi bagian dari anggota JKT48? Apakah keartisannya? Atau pengakuan atas kecantikan? Tulisan ini bermaksud untuk membedah mitos kecantikan perempuan dalam Idol Group JKT48. Melalui tulisan ini kita akan melihat bagaimana perempuaan dijebak dalam penjara “cantik” yang kemudian membelenggunya.

JKT48 adalah sebuah idol group, bukan girlband pada umumnya. Idol group ini merupakan sisterhood dari pendahulunya AKB48 yang berasal dari Akihabara, Jepang. Karena merupakan sisterhood, JKT48 banyak membawa budaya Jepang dan idoling yang berbeda dengan selebriti pada umumnya, anggota idol group memiliki golden rules yang harus ditaati bersama demi  menjaga perasaan para fans-nya, fans disini bukan sebagai pihak di luar idol group melainkan kunci utama idol group ini bisa besar dan berkembang. Hingga pengumuman dibukanya audisi generasi keempat, tidakah anda bertanya-tanya, “Ini grup apa sekolahan sampai ada generasi-generasinya segala?” Konsep idol group berbeda dengan selebriti atau band pada umumnya. Idol Group mengenal regenerasi, bagi siapapun anggota yang dirasa sudah semakin tua maka dia akan graduate atau mengundurkan diri. Anggota yang graduate biasanya akan memulai karier solonya. Disini terlihat bahwa idol group bisa menjadi sebuah batu loncatan, atau dia menghempas siapapun yang dirasa tidak muda dan pesonanya mengurang.

Konsep idol group dalam industri hiburan merepresentasikan mitos kecantikan yang masih membelenggu para perempuan, dan lucunya para perempuan ini enggan lepas dari belenggu tersebut. Berbeda dengan artis atau selebriti yang biasanya memiliki keahlian tertentu, seperti diva yang harus pandai sekali bernyanyi, aktris yang pandai bermain peran. Idol tidak memiliki kemampuan khusus seperti itu. Mereka bernyanyi bersama dan menjual dirinya sebagai ikon/anggota dari grup tersebut. Yang diutamakan adalah wajah yang menarik, tanpa kriteria cantik yang jelas. Lihat personel-personel JKT48 yang memiliki kecantikan khas masing-masing, misalnya saja Ve yang berkulit hitam manis dan semampai, Yupi yang berkulit putih, sipit, mungil menggemaskan, Melodi yang bermata bulat dan wajah Indonesia sekali, atau Haruka yang asli jepang. JKT48 tidak membuat standar cantik tapi juga tidak mematok para personelnya untuk menjadi sangat ahli dalam bidang menari, menyanyi, atau akting. Graduate dan perekrutan generasi menjadi hal yang penting. Karena dengan ini personel JKT48 akan selalu muda dan energik. Perlombaan nilai perempuan dalam idol group bisa diukur melalui suara para fans-nya yang biasa disebut wota (women otaku) yang menentukan karier para personel dalam grup tersebut.

Nilai perempuan ada pada tubuhnya, pada wajahnya sehingga ada pernyataan yang umum dilontarkan “nasib perempuan tergantung pada wajahnya”. Keberhasilan pergerakan perempuan pada tahun 1970-an juga berimbas pada bergesernya feminine mystique menjadi beauty myth. Ketika perempuan sudah sadar atas kepemilikan tubuhnya kemudian media menyetir mereka untuk menjadi bahagia dengan tubuhnya dengan cara menjadi cantik. Kemudian para perempuan pun beramai-ramai berusaha menjadi cantik melalui berbagai penderitaan membeli banyak barang yang mampu membuat dia terlihat cantik, diet, high heels, meluruskan rambut, keriting bulu mata, dsb. Perempuan dituntut menjadi cantik, dengan standar kecantikan yang masih patriarkis. Lihat saja iklan pencerah wajah terkenal. Mereka memasang pria tampan yang terpesona dengan kecantikan si pemakai produk pencerah wajah tersebut. Hal ini merepresentasikan perempuan yang tampil cantik untuk orang lain, untuk pria. Bukan demi kepuasan dirinya sendiri. Begitu pula yang dialami member JKT48. Identitas mereka sebagai anggota didapatkan melalui serangkaian audisi dan training demi diakui sebagai idol, perempuan cantik bagaimanapun definisi cantik yang ia percayai. Mereka tidak dituntut untuk menjadi mahir pada hal tertentu, penggemar mereka menilai dari kecantikan dan rasa subjektivitas emosional terhadap sang oshi (idol kesukaan).

Idol merepresentasikan para perempuan dengan nilai bahwa menjadi cantik lebih penting daripada ahli dalam bidang akademis, seni, aktivitas sosial, atau apapun. Perempuan pun menganggap wajah cantik adalah komoditas utama sementara cerdas dan memiliki kemampuan lain adalah bonusnya. Menjadi cantik lebih penting daripada menjadi pintar. Sehingga kecantikan dan kepintaran dianggap tidak mampu berjalan bersama-sama. Mengapa perempuan mengutamakan kecantikan dibandingkan mengasah kemampuan berpikir atau hobinya? Menurut saya, hal ini diakibatkan persepsi masyarakat yang masih menganggap perempuan sebagai pabrik anak. Wajah yang cantik akan mudah memikat para pria (fans) sehingga tertarik kemudian menikah dan beranak-pinak. Wajah cantik membuat kesempatan perempuan untuk mendapatkan pasangan dan meneruskan gennya menjadi lebih besar. Perempuan masih dianggap kunci dan simbol dari kesuburan dan keturunan. Maka penting bagi perempuan untuk mampu memikat lawan jenisnya demi bereproduksi.

Sebenarnya, kemajuan pengetahuan dan teknologi saat ini tidak lagi memosisikan dan mewajibkan perempuan sebagai mesin produksi anak. Tetapi mitos kecantikan masih membelenggu. Wanita cantik lebih dihargai daripada yang kurang cantik, dan lagi, syarat cantik hanya dilekatkan pada wajah dan penampilan fisik sehingga perempuan terus-terusan menderita untuk menjadi cantik. Dan ironisnya mereka tetap menikmati penderitaan tersebut, termasuk saya!

Sumber:
Wolf, Naomi. 2002. The Beauty Myth: How Images of Beauty Are Used Againts Women. New York: Harper Perennial.
Galbraith, Patrick W and Jason Karlin (Eds). 2012. Idols and Celebrity in Japanese Media Culture. Japan: Tokyo University.

Rancha
16/1/2015 03:03:17 am

Nona, anda menulis mengenai mitos kecantikan dlm industri budaya. Tapi rasanya dlm tulisan anda saya kurang medapatkan poin dari mengapa ada standar bagi definisi kecantikan perempuan dlm industri budaya?
Dlm tulisan ini saya tdk menemukan akar masalah dr apa yg anda anggap sbg masalah. Toh apa yg anda anggap sbg masalah itupun saya hanya menemukannya secara samar dlm tulisan ini.
Entah bagi anda, tp bagi saya hal ini (definisi cantik dlm idol group) jauh lebih kompleks dr sekedar soal persepsi masyarakat bahwa perempuan adl "pabrik anak". Ada kuasa atas ekonomi, politik, budaya, yg bahkan justru turut mengkonstruksi persepsi masyarakat itu sendiri.
Para perempuan2 members idol grup ini sedang dijual tubuhnya. Ada pihak2 yg mendapat keuntungan atas industri eksploitasi tubuh tsb. Untuk itu, org2 yg berkepentingan td jelas akan melakukan apapun termasuk mengkonstruksi persepsi (ttg kecantikan perempuan) melalui dominasi mereka atas wacana di media. Kemudian memanfaatkan "kesadaran semu" perempuan atas tubuhnya lalu mereguk keuntungan atas kondisi tsb.

Lantas masihkah relevan jika kita cuma menyalahkan di tataran persepsi masyarakat? Toh persepsi masyarakat bisa berubah, begitu jg dgn definisi atas kecantikan.
Jadi saya rasa lebih dari itu, nona..

da aku mah apa tuh
17/1/2015 02:15:56 pm

pertama sih pengen nanya dulu, udah pernah turun lapangan brp lama? trs dapet data dari mana? observasi kegiatan mereka? wawancara member? wawancara fans? wawancara manajemen? atau......commonsense?

kedua mau berpendapat:
1. ve itu putih bgt kulitnya :( kamu ga pernah ketemu kak ve ya :( ku sedih. kamu blm pernah turun ke lapangan apa gimana sih ve itu putih sangatttt :(
2. "bagi siapapun anggota yang dirasa sudah semakin tua maka dia akan graduate atau mengundurkan diri" fyi anggota yang semakin tua tp bisa jd money maker malah bertahan loh :( justru banyak yg muda-muda grad duluan :(
3. "Mereka tidak dituntut untuk menjadi mahir pada hal tertentu" ini bisa gue bantah abis-abisan. kalo ngga dituntut jd mahir gimana bisa mereka kalo latihan bisa sampe pagi buta? ada sesuatu yg harus mereka capai sebagai target. sejauh ini, ada member yang suaranya saja sangat bagus, ada yang dancenya saja yang sangat bagus, ada juga member yg tidak keduanya tp memiliki kemampuan entertain lain. monggo bisa observasi langsung.
4. "Menjadi cantik lebih penting daripada menjadi pintar" lo tau ngga yg menghalangi mereka jd pinter apa? jam kerja member yg over. banyak dihabiskan untuk kejar setoran dan latihan.
5. "Mengapa perempuan mengutamakan kecantikan dibandingkan mengasah kemampuan berpikir atau hobinya?" sebenernya ini gue mau jelasin hasil observasi gue. seperti yg td lo singgung di atas, manajemen jkt48 ngga mematok standar kecantikan. krn emg komoditi utama yg mereka jual bukan "kecantikan" tp konsep transformasi dr nobody jd somebody. nah, mitos kecantikan ini tumbuh beriringan dgn konsep tersebut.

gue sepakat sama komen di atas gue. permasalahan JKT48 itu kompleks sekali. tulisan ini kurang fokus. mending fokus bedah kenapa perempuan dlm sistem kapitalisme bisa dijerat mitos kecantikan (btw gua jg baca kok bukunya yg Mitos Kecantikan). bisa pinjem pikiran-pikiran kritis biar lebih greget. lo cuma bertopang di 2 buku sehingga ngga bisa sajikan argumen yang lebih luas untuk bedah persoalan jkt48.


saran:
turun lapangan lah ke sana, masalah yg anda sajikan belum merupakan "masalah" yang sesungguhnya.

ddddgms
26/1/2015 02:47:33 am

gw mau nambahin point ke 4 diatas tentang "Menjadi cantik lebih penting daripada menjadi pintar"

pintar jangan terpancang ke pintar yang bisa dinilai secara akademik aja. dan gak sedikit member jeketi yang menurut gw pintar, baik pintar dalam hal akademik maupun non akademik :D

kai
17/1/2015 05:52:08 pm

Judgement ,,,,semena mena, meskipun dengan mencantumkan daftar pustka.

Cm saran
18/1/2015 03:28:07 am

Tulisannya tidak didasari data. Sayang sekali. Kutipan dapusnya mana?. Tidak jelas. Sayang sekali.

orang italy
19/1/2015 03:16:37 am

Nadya ? Capucino buatanmu ? Numero unoooo

VRNDFNDR
26/1/2015 02:50:57 am

mb, eug kecewa kalo mb bilang ve itu hitam manis. mb nya nga riset ya? padahal kan di fakultas mb banya wota jg, atau kalau mau sesekali main lah ke fakultas yg punya patung di depan nya. kita mau kok ngobrol soal beginian. eug sedi liat rekan sealmamater bikin tulisan yang miskin data kayak gini...


akhir kata:

VERANDA cantik ya mb(?) Xixixixi
:)

pengen dijawab dong sama penulisnya
26/1/2015 07:19:23 am

mbak, kok dari sekian banyak yg kasih masukan ngga satu pun ada klarifikasinya? :D

KingKong
26/1/2015 10:40:55 am

Sebagian besar koreksi sudah disampaikan dalam komentar-komentar yg masuk sebelum saya, jadi hanya tersisa 2 hal yg ingin saya sampaikan sebagai kritik. Mudah-mudahan konstruktif ya...

1. Sebagian data yg diolah sangat miskin dan cenderung biased. Opinion piece yg Anda susun seolah hanya menjadi derivat dari berbagai opini (as opposed to facts), tambahan muatan dari angle paranoia feminisme pun tidak menolong.
2. Penggunaan istilah dan terminologi yg salah kaprah, sehingga timbul distorsi pemahaman. Hint: alangkah baiknya jika Anda mulai dengan melakukan riset ulang terkait pengertian istilah "wota".

Perlu diperhatikan bahwa kualitas sebuah karya ilmiah akan selalu didasarkan pada kualitas data, riset dan analisis. Simpulan: rewrite.


Comments are closed.

    Author

    Feminis muda 

    Jurnal Perempuan
    ​terindeks di: 
    Picture

    RSS Feed

    Archives

    September 2021
    July 2021
    June 2021
    January 2021
    May 2020
    March 2020
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    September 2018
    August 2018
    June 2018
    December 2017
    September 2017
    August 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    February 2017
    January 2017
    December 2016
    November 2016
    October 2016
    September 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024