Judul : Selingkuh Dua Pemikir Raksasa Penulis : Elzbieta Ettinger Penerbit : Nalar Tahun Terbit : Juni 2005 Keterangan : Buku ini terjemahan dari buku asli yang berjudul “Hannah Arendt–Martin Heidegger” yang diterbitkan Yale University Press tahun 1995. Siapa yang tak mengenal Martin Heidegger filsuf terbesar abad 20 juga Hannah Arendt filsuf perempuan yang berani, berteriak lantang mengecam segala bentuk totalitarianisme? Dibalik nama besar mereka ada kisah romantis yang mungkin publik tak tahu. Tulisan ini berangkat dari judul buku Selingkuh Dua Pemikir Raksasa yang ditulis Elzbieta Ettinger yang diterbitkan oleh Nalar pada Juni 2005. Selingkuh Dua Pemikir Raksasa merupakan terjemahan dari judul Hannah Arendt-Martin Heidegger yang diterbitkan Yale University Press tahun 1995. Selingkuh merupakan perbuatan hasil pergulatan rasa, dan akan sangat menarik bila dilakukan oleh dua orang pemikir raksasa.
Arendt pertama kali bertemu Heidegger pada tahun 1924 ketika menjadi mahasiswa semester pertama di Universitas Malburg. Arendt yang berusia 18 tahun terkesima oleh sikap karismatik Heidegger yang saat itu berusia 35 tahun. Mahasiswa perempuan maupun laki-laki terpikat dengan teknik mengajar Heidegger. Ia selalu melemparkan struktur gagasan yang complex dan membuat mahasiswanya memecahkan teka-teki tersebut. Banyak mahasiswa yang tidak mampu memecahkan teka-teki Heidegger hingga ada salah seorang mahasiswanya bunuh diri setelah 3 tahun berkutat dengan teka-teki tersebut. Jika kita membayangkan menjadi Arendt, mungkin tak ada hal yang ingin dilakukan selain setiap hari ke kampus dan bertemu sang kekasih. Dicintai seseorang yang sudah mempunyai nama besar dan reputasi yang baik adalah hadiah dari semesta. Mungkin ini yang dirasakan Arendt, ketika dia berdebar-debar membaca surat-surat Heidegger untuknya. Awalnya Heidegger menyapa Arendt di surat pertamanya tertanggal 10 Februari 1925 dengan sebutan “Nona Arendt yang Terhormat”, sebuah penghormatan terhadap mahasiswanya, isi suratnya emosional, penuh pujian, lalu 4 hari berikutnya sapaannya pun berubah menjadi “Hannah Sayang”. Sang filsuf mulai berani mengutarakan perasaannya yang terlarang. Arendt semakin dibuai, semakin tergoda. Dua minggu kemudian terjadi perubahan pada catatan-catatan Heidegger, permulaan keintiman secara fisik pada hubungan mereka. Arendt menemukan sosok yang selama ini dicarinya, sosok ayah pada diri Heidegger. Arendt hormat, manut dan tunduk pada setiap apa yang dikatakan Heidegger termasuk harus berpura-pura, mengikuti semua aturan-aturan Heidegger, menjauh dan bertemu di tempat-tempat yang sulit. Heidegger tentu saja tak ingin publik tahu, dia yang telah beristri dan mempunyai dua orang putra ternyata terpincut pada gadis belia yang cerdas. Selain kecantikannya, kecerdasan Arendt yang memikat Heidegger. Arendt menjadi teman diskusi yang menyenangkan bagi Heidegger. Tapi hal tersebut tak berlangsung lama. Perubahan sikap Heidegger membuat segalanya menjadi berbeda. Dalam suratnya 22 April 1928, Arendt berujar “bahwa anda tidak datang sekarang, saya kira saya telah mengerti” bagi Arendt hidup adalah mencintai Heidegger “Saya akan kehilangan hak saya untuk hidup jika saya kehilangan cinta pada anda” Arendt putus asa. “Dan dengan kehendak Tuhan, saya akan lebih mencintai anda sampai mati”. Begitu mendalamnya cinta Arendt pada Heidegger. Arendt seolah tak sudi menerima pria lain selain Heidegger. Masa-masa kelam bagi Arendt pun datang. Nazi membuat Arendt yang Yahudi harus hidup serba taktis. Arendt pernah ditahan polisi di Berlin, lalu lari ke Paris. Di Perancis Selatan Arendt menjadi tawanan Nazi lalu kabur ke Amerika Serikat. Pada masa-masa itu Arendt menikah dengan Guenther Stern, pria yang tidak Arendt cintai. Stern merupakan salah satu murid dan pengagum Heidegger juga. Di saat yang bersamaan Arendt mendengar kabar bahwa Heidegger dipercaya Nazi sebagai rektor Universitas Freiburg pada April 1933. Meski kepemimpinan rektor Heidegger hanya berlangsung singkat kurang lebih 1 tahun, tetapi hal tersebut membuat Arendt sangat terluka. Laki-laki yang dicintainya bersekutu dengan Nazi. Arendt berkali-kali menampik dan mencoba memaafkan Heidegger atas dukungannya pada Nazi, bahkan membela mati-matian Heidegger dihadapan teman-teman dekat Heidegger yang juga kecewa akan sikap Heidegger pada Nazi. Tetapi Heidegger tak juga meminta maaf bahkan mengklarifikasi berita tersebut. Hanya ingatan bersama Heidegger ketika mereka menikmati Bach, Beethoven, Rilke, Thomas Namm, Soliloqui Heidegger tentang Socrates, Plato, Heraklitus yang membuat Arendt masih bisa menyimpan cintanya. Waktu tak pernah membuat segalanya terlupa. Arendt masih menyimpan cintanya untuk Heidegger meskipun ia pun bahagia dengan suami keduanya Heinrich Bluecher. Tahun 1950 Arendt bertemu kembali dengan Heidegger setelah melewati tahun-tahun yang suram selama 25 tahun. Arendt membuka kembali kenangan lamanya, dalam suratnya tertanggal 9 februari 1950 Arendt berujar “saya tinggalkan Malburg semata-mata karena anda”. Arendt menceritakan bagaimana tahun-tahun yang dilewati Arendt dengan menanti. Seperti Anna Karenina tokoh dalam cerita Leo Tolstoy, Arendt mengamati kepergian sang kekasih secara diam-diam dan tak diinginkan. Arendt kembali ingin menegaskan bahwa setiap langkah yang diambilnya itu karena Heidegger. Cintanya pada Heidegger mampu membuat Arendt melakukan sesuatu yang tak ia sukai sekalipun. Di mata Arendt, Heidegger tak berubah, pria yang sekarang sudah tua tersebut masih tetap menawan dan keras. Sejak pertemuan pertama setelah perang tahun 1950, mereka menjadi intim kembali. Terbukti dari banyaknya surat-surat yang dikirimkan oleh Heidegger tercatat tahun 1950 ada 16 surat, 1951 ada 6 surat, 3 surat di tahun 1952, 2 surat di tahun 1953 dan 1 surat di tahun 1959. Heidegger menggebu dia seperti menemukan gadisnya kembali, dimatanya Arendt masih menjelma menjadi sosok yang polos dan penurut. Tahun 1951 karya Arendt yang fenomenal Origin of Totalitarianisme terbit, hal tersebut menciutkan Heidegger. Sang filsuf raksasa seolah tak rela, gadis belia yang dijumpainya 27 tahun lalu telah menjadi sosok perempuan yang berpengaruh pada dunia. Nama Arendt menjadi besar. Heidegger kalang kabut, Heidegger takut jika Arendt berubah sikap dan mengacuhkannya. Namun yang terjadi adalah sebaliknya, Arendt dengan segenap cintanya meyakinkan Heidegger bahwa dirinya menjadi besar karena tak lepas dari peran Heidegger. Dalam suratnya 8 Mei 1954 Arendt berujar “.... hal yang tidak saya lakukan kalau saja saya tak belajar dari anda di masa muda saya, tentang filsfafat dan politik”. Kekaguman dan kecintaan pada guru dan kekasihnya tersebut juga ditunjukkan Arendt dalam surat tahun 1974 “tak ada seorang pun yang mampu memberi kuliah seperti anda, juga tak ada yang lain sebelum anda”. Heidegger menua dengan cinta dari dua orang perempuan, Arendt dan istrinya. Sampai akhir hidupnya Arendt membantu menyelesaikan permasalahan Heidegger. Sang Filsuf perempuan pun wafat 4 Desember 1975, pemikirannya terus hidup dan namanya kini kian besar. Heidegger pun menyusul 6 bulan kemudian, dia wafat 28 Mei 1976. Buku ini menuai kontroversi karena Arendt seolah menjelma menjadi perempuan lemah yang tak berdaya di hadapan Heidegger. Yang saya lihat adalah sebaliknya. Arendt sosok yang berani dan jujur. Arendt jujur tentang perasaannya, jika ia tampak lemah semata itu hanya untuk menghormati gurunya, orang yang berjasa memantik pemikiran-pemikiran kritis Arendt. Di akhir hidupnya justru Arendt memenangkan pertarungan. Filsuf raksasa abad 20, Heidegger tak bisa melepaskan peran Arendt di masa tuanya. Selain menjadi filsuf perempuan yang namanya sangat besar, Arendt juga memenangi kisah percintaannya. Arendt layak diberikan penghormatan setinggi-tingginya.
rani
23/1/2017 02:18:22 pm
dideskripsikan dg sangat menarik terkuasai
d33
4/5/2017 09:26:52 am
“Saya akan kehilangan hak saya untuk hidup jika saya kehilangan cinta pada anda”. wonderful Quotes, four thumbs up for you dear... Comments are closed.
|
AuthorFeminis muda Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
September 2021
Categories |