Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
Wacana Feminis

Feminisasi Buruh: Peluang Masuknya Bapak Rumah Tangga

10/10/2014

1 Comment

 
Nadya Karima
(Mahasiswi Jurusan Ilmu Sejarah, FIB, Universitas Indonesia) 
[email protected]
PictureDok. Pribadi
Melintaslah ke kawasan Sudirman dan Setia Budi pada pukul empat sampai lima sore, maka kalian akan menemukan perempuan berkaki besi menggunakan high heels dan rok pendek, dengan pakaian eksekutif mentereng berjalan kaki menuju stasiun, halte Trans Jakarta atau metromini, taksi dan berbagai kendaraan lainnya, untuk pulang ke rumah masing-masing. Tidak dipungkiri, semakin hari semakin deras arus perempuan memasuki ruang-ruang publik. Era reformasi memungkinkan perempuan untuk mendapatkan pekerjaan sama seperti laki-laki. Untuk kelas menengahnya kita bisa melihat barisan perempuan kaki besi di perkantoran Jakarta, untuk kelas bawah kita bisa berjalan ke pinggir, mengalihkan pandangan kita ke kota-kota penunjang yang menjadi kawasan-kawasan pabrik seperti Bekasi, Cibinong, Tangerang untuk melihat buruh-buruh pabrik perempuan bubaran pabrik[1] dan akibatnya, angkot berjejer berbagi lahan dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya, yang membuat macet lalu lintas di sekitar.

Pengusaha ternyata lebih menyukai perempuan untuk dipekerjakan, karena perempuan dinilai lebih ulet, tekun, dan mudah diatur, disamping untuk menjunjung kesetaraan gender[2]. Alasan lainnya mempekerjakan perempuan adalah karena perempuan mau dibayar murah. Jika mempekerjakan laki-laki berarti mempekerjakan kepala rumah tangga yang menanggung beban seluruh keluarga, berbeda halnya mempekerjakan perempuan yang dianggap hanya menanggung dirinya sendiri. Ketika mereka cuti hamil dan menyusui atau jika mereka single yang kemudian menikah, maka beban dan tanggung jawab akan dilimpahkan ke suami dan mereka akan mengundurkan diri, jadi perusahaan dengan mudah melepas mereka dan merekrut yang lebih baru dan mau dibayar murah.

Perlahan tapi pasti, dan jika sejarah berjalan linier, akan timbul pergeseran di  ruang publik dan privat. Beban ganda yang selama ini dilimpahkan pada perempuan akan mulai bergeser dan akan muncul pergeseran peran antara perempuan dan laki-laki di ruang publik dan privat. Tentu saja hal ini harus diamati betul oleh pemerintah dalam membuat kebijakan. Sebagai contoh, kebijakan perbankan harus memperhitungkan posisi perempuan sebagai kepala rumah tangga. Pembelian rumah melalui KPR atas nama perempuan dan pinjaman ke bank atas nama perempuan harus dimungkinkan karena kini lebih banyak perempuan bekerja. Persoalan upah dan kontrak kerja di kalangan pegawai dan buruh perempuan yang kebanyakan berstatus pekerja kontrak harus diawasi dengan ketat karena telah dimulai pengambilalihan peran pencari nafkah sehingga hak-hak perempuan pekerja harus diperhatikan betul.

Laki-laki sendiri bagaimana? Akibat dari feminisasi buruh, laki-laki apabila ia terdesak dan tidak lagi mendapat kesempatan untuk bekerja, maka ia harus mengalah masuk ruang privat, berperan sebagai bapak rumah tangga. Harus mau bertukar peran. Karena apabila perempuan dibuat untuk menjadi superwomen, maka merujuk pada teori The Selfish Genes dari Dawkins, gen laki-laki tidak akan sintas karena dianggap lemah. Maka laki-laki, bisa saja punah.

Acara televisi tentang masak-masak misalnya, dulu ada Rudi Chairuddin dan Bara Patiradjawane, sekarang Farah Quinn dan Marinka menjadi ikon masak memasak. Bukan, ini bukan gerakan feminisasi tapi justru efek dari feminisasi ruang publik. Penonton acara masak memasak tidak lagi para perempuan tetapi para pria sehingga televisi pun harus memberikan pengisi acara yang menarik bagi pemirsanya. Kemudian, jika laki-laki berada di ruang privat, akankah mereka rentan terhadap kekerasan? Mungkin hal ini dapat terjadi jika perempuannya yang justru bersikap patriarkis. Bila demikian yang terjadi, maka kita hanya bertukar peran akibat gerakan feminisme tetapi tidak mencabut patriarki dari tempatnya bernaung. Dengan kata lain perempuan berhasil memasuki ruang publik tapi justru perempuan melakukan pelecehan terhadap laki-laki karenanya. Dalam situasi demikian, sesungguhnya patriarki masih bersemayam dalam tubuh kita.

Catatan Belakang: 
[1] Bubaran Pabrik adalah istilah yang dipakai penduduk setempat untuk menjelasakan kemacetan akibat jam pulang buruh.
[2] Istilah menjunjung kesetaraan gender dengan konotasi negatif menjadi lazim digunakan para pengusaha untuk mengemukakan alasannya lebih menyukai merekrut perempuan sebagai pegawai dibandingkan laki-laki. 

1 Comment
Arizona Girlfriends link
30/10/2022 01:24:25 pm

Niice post thanks for sharing

Reply



Leave a Reply.

    Author

    Feminis muda 

    Jurnal Perempuan
    ​terindeks di: 
    Picture

    RSS Feed

    Archives

    September 2021
    July 2021
    June 2021
    January 2021
    May 2020
    March 2020
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    September 2018
    August 2018
    June 2018
    December 2017
    September 2017
    August 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    February 2017
    January 2017
    December 2016
    November 2016
    October 2016
    September 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024