Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa

Rocky Gerung: Watak Intelektual

11/4/2016

 
Rocky Gerung
(Pengajar Filsafat FIB UI)
rockygerung@gmail.com
PictureDok. Jurnal Perempuan
Apa pikiran anda tentang kondisi kaum intelektual  kini?
Apakah semangat mempertahankan kebebasan masih menandai mereka?
Apakah akademisi adalah kaum intelektual?

Berpikir dalam “konsep” adalah ciri intelektual. Yaitu aktivitas mengolah problem dengan mengambil jarak dari konsekuensi praktisnya. Tetapi sejak Gramsci, pandangan tradisional itu tak lagi dominan. Medan politik memerlukan pikiran yang terlibat. Kaum intelektual menjadi bagian dari perubahan sosial. Terutama pada feminisme, aktivitas berpikir adalah aktivitas mengubah kondisi ketidakadilan, pada seluruh institusi sosial.

Seringkali, kondisi poskolonial menjadi latar dari mental kaum intelektual hari ini. Terutama dalam menerangkan kegagapan  menghadapi globalisasi. Obsesi pada otentisitas menyebabkan kegagapan itu berubah menjadi kebencian pada “yang asing”. Sindrom poskolonial inilah yang kini menguasai alam pikiran kampus. Apakah anda memperhatikan gejala ini?

Bukankah aneh bahwa sikap feodal di antara akademisi justru tumbuh di kampus?  Bagaimana menerangkan hilangnya tradisi kritisisme di Universitas? Misalnya bahwa kepangkatan birokratis menentukan kualitas riset atau jabatan formal dalam birokrasi kampus sekaligus berarti keunggulan intelektual? Dalam debat tentang pengaruh kolonialisme pada sejarah Afrika, Valentin Mudimbe, filsuf Congo, menerangkan bahwa yang lebih menentukan adalah kedalaman ideologis yang ditinggalkan kolonial, ketimbang lamanya masa kolonial itu.

Saya membaca tesis itu di kita, di sini. Artinya, pada masyarakat poskolonial, dekolonisasi belum terjadi pada tahap ideologis dan kampus bahkan menjadi institusi yang mereproduksi hierarki feodal dalam dunia pikiran. Hierarki adalah ideologi patriarkis. Akademisi yang memanfaatkan hierarki birokratik untuk menghalangi kompetisi pikiran adalah agen kolonial masa kini. Ia mereproduksi struktur dominasi dengan cara yang sangat bodoh: takut pada kebebasan.
Maka kita menyaksikan paradoks itu: penampilan publik seorang akademisi terlihat palsu, karena di dalam kampus ia sesungguhnya seorang yang anti keadilan. Ia mengeksploitasi hierarki karena takut pada kesetaraan. Di dalam hirarki, ia menjadi penguasa, menjadi patriarkis. Menjadi kolonialis.

Selalu relevan membicarakan “kaum intelektual” setiap kali kita merasa kehilangan orientasi dalam membaca “tanda-tanda zaman”. Tetapi bagaimana anda mampu mengintip peluang perubahan menuju kemajuan, bila anda bagian dari mentalitas “takut bebas”?

Filsafat adalah undangan untuk berpikir. Tetapi kampus hari ini telah berubah menjadi lokasi birokrasi. Isinya adalah tumpukan formulir. Berpikir mengikuti format formulir?  Itu bukan watak filsafat dan bukan watak intelektual.
​

Nila
12/4/2016 08:10:37 am

Keren....untuk tim redaksi tolong terus sampaikan pemikiran-pemikiran keren seperti ini. Di tengah situasi yang membingungkan, kita sangat membutuhkan.

Pieter P Pureklolong
12/4/2016 10:00:51 am

Suka ini. Merindukan catatan kritis RG dalam JP. Mengapa tidak muncul lagi? Sebaiknya diselang-selingi berdua, Pak RG n Bu Dewi


Comments are closed.

    Author

    Dewan Redaksi JP, Redaksi JP, pemerhati masalah perempuan

    Jurnal Perempuan terindeks di: 
    Picture
    Picture
    Picture

    Archives

    July 2018
    May 2018
    March 2018
    February 2018
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    June 2017
    November 2016
    July 2016
    June 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    May 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014
    May 2014
    April 2014
    March 2014
    February 2014
    January 2014
    December 2013
    September 2013
    August 2013
    July 2013
    June 2013
    April 2013
    March 2013
    January 2013
    December 2012
    November 2012
    October 2012
    September 2012
    August 2012
    June 2012

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | yjp@jurnalperempuan.com
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa