Pada tanggal 10 Oktober 2014, dunia menerima berita yang baik. Malala Yousafzai berumur 17 tahun memenangkan hadiah Nobel yang amat bergengsi. Ia seorang perempuan asal Pakistan yang ditembak Taliban pada tahun 2012 tepat di kepalanya. Malala mengisahkan hari naas itu sebagai berikut: Hari ketika semua berubah yaitu pada hari Selasa, 9 Oktober 2012. Hari itu bukanlah hari terbaikku, karena hari ujian, meskipun bagiku biasa saja karena aku memang kutu buku…Ketika bus kami datang, kami berlari ke bawah lewat tangga. Sebelum keluar sekolah, teman-teman perempuan menutupi rambut mereka dan naik ke atas bus yang kami sebut dyna, truk merek Toyota TownAce. Saat bus sedang berjalan tak jauh dari pemberhentian bus, seorang anak laki-laki muda berjanggut menghadang bus kami. Ia bertanya kepada pengemudi, “apakah ini bus Khushal School? Pengemudi kami, Usman Bhai Jan menganggap pertanyaan ini bodoh sebab jelas di bus kami tertulis nama sekolah kami. “Saya membutuhkan informasi tentang salah satu anak,” kata laki-laki tersebut. “Ya, seharusnya anda ke kantor,” kata Usman Bhai Jan. Saat mereka sedang berbicara seorang laki-laki lain naik ke atas bus. Temanku Moniba mengatakan, “Lihat, itu mungkin wartawan mau mewawancara.” Memang aku seringkali berbicara di publik tentang pentingnya pendidikan untuk anak perempuan, ikut berkampanye soal pendidikan perempuan dengan ayahku dan menentang Taliban yang tidak menginginkan anak perempuan sekolah. Banyak wartawan asing yang datang melakukan wawancara tapi tidak pernah di tengah jalan seperti ini. “Dimanakah Malala?” teriak laki-laki tersebut. Tidak ada yang berbicara, tapi beberapa anak perempuan melihat kepadaku. Aku satu-satunya perempuan yang tidak menutupi muka. Pada saat itulah laki-laki itu mengeluarkan pistolnya. Aku tahu belakangan pistol tersebut berjenis Colt.45. Beberapa perempuan berteriak. Moniba temanku mengatakan ia meremas tanganku. Teman-temanku bercerita, laki-laki itu menembak tiga tembakan secara beruntun. Satu tembakan masuk ke dalam mata kiriku dan keluar mengenai bahuku. Dan aku jatuh ke pangkuan Moniba, darah mengucur dari kuping kiriku. Dua peluru lainnya mengenai tangan kiri Shazia dan peluru ketiga mengenai tangan kanan Kaint Riaz. Ayahku mengatakan bahwa orang yang menembakku tangannya bergetar saat membidikku. Saat aku sampai di rumah sakit, rambut panjangku dan pangkuan Moniba pernuh bersimbah darah. (Sumber: I Am Malala, 2013) Buku Malala yang berjudul "I Am Malala", memuat ekspresi seorang anak perempuan yang rindu akan dunia yang tidak dimiliki kebanyakan perempuan. Ia menginginkan dunia yang ramah dan bermartabat pada perempuan. Sebuah tulisan yang menggugah dan membuat kita terhenyak betapa perempuan masih banyak yang tidak dapat menikmati kebutuhan dasar mereka yaitu hak pendidikan. Tulisan yang ditulis oleh seorang remaja perempuan ini membuat air mata kita berlinang, tak membayangkan kepedihan yang dirasakan Malala. Adalah Hélène Cixous, seorang novelis, bereksperimen dengan sastra, dan akhirnya menemukan bahwa ada perbedaan antara feminine writing dengan masculine writing. Cara menulis maskulin menurutnya berakar pada alat vital laki-laki dan libidonya, yang dibungkus oleh phallus. Dan karena alasan-alasan sosio-kultural, penulisan maskulin telah lama dianggap superior dibandingkan cara penulisan feminin. Cara penulisan maskulin berkiblat pada kepentingan dirinya sendiri, bahkan seluruh dunia dianggap berkiblat pada dirinya, apa yang bermakna hanya yang mempunyai hubungan dengan manusia laki-laki. Karena laki-laki seringkali mendapatkan privilese dalam pendidikan maka tulisan laki-laki di dalam teks budaya, hukum, agama, ekonomi dan sosial berkiblat pada laki-laki. Sehingga, perempuan eksis di dalam dunia yang telah didefinisikan oleh laki-laki atau yang telah dipikirkan oleh laki-laki. Cixous menantang perempuan untuk menulis tentang dirinya di luar dunia dan pikiran laki-laki. Suatu tulisan yang datang dari hasil catatan-catatan perempuan tentang perasaan, pemikiran dan denyut kehidupannya yang ia alami dan rasakan. Sebuah tulisan yang tidak perlu masuk dalam aturan-aturan bahasa yang ada yang dikemas dalam Aturan Simbolis, ciptaan laki-laki. Dengan demikian, feminine writing menjadi terbuka, plural, penuh ritmik, kegairahan, dan memunculkan segala kemungkinan-kemungkinan. Inilah yang saya saksikan selama lebih dari 18 tahun sejak Jurnal Perempuan mulai berdiri, tulisan-tulisan perempuan tentang dunia mereka, bagaimana mereka memaknainya, sungguh kaya. Baik tulisan-tulisan berupa karya akademis maupun tulisan-tulisan berupa puisi dan cerpen. Ratusan artikel dan puisi telah dituliskan di Jurnal Perempuan dan hasilnya menakjubkan! Betapa perempuan Indonesia kaya akan ekspresi diri dan pemikirannya. Sesungguhnya kita memiliki penulis-penulis perempuan yang luar biasa. Simak karya Toeti Heraty dalam Calon Arangnya. Feminine writing yang dilakukan oleh Toeti Heraty terlihat bebas, liar dengan imajinasi, tanpa kekangan, kata-kata yang terus mengalir tidak bisa dibendung, ia melepaskan ikat tali segala “norma-norma” yang melilit. Nenek sihir dengan rambut terjurai lidah terjulur, taring dan kuku mencengkeram dengan susu bergayutan, dia juga perempuan lanjut usia yang kebablasan geramnya (hal. 1). Janda, adalah perempuan ditinggalkan kekasihnya antara perawan jatuh cinta, dan janda yang meratap kehilangan, ada jurang kesenjangan - janda dengan berbaring di ranjang, rasa hampa, yang berdetak di vagina didekapnya guling, ini pulakah dialami oleh Calon Arang yang berang (hal. 15) Calon Arang memperlihatkan kepada kita bahwa perempuan mampu untuk memberontak dengan membiarkan bahasa-bahasanya berlari bebas ke segala arah. Karya Toeti mengajak para pembaca untuk bergairah karena hanya dengan GAIRAH/KEINGINAN bukan semata RASIO perempuan dapat bebas dari struktur-struktur pemikiran yang sudah dipatok oleh laki-laki. Posisi penulis perempuan memang sulit. Para penulis perempuan seperti perempuan-perempuan pada umumnya telah dikonstruksi sebagai yang “lain” atau memiliki jenis kelamin yang “kedua” (bukan yang diunggulkan). Jenis kelamin ini telah dilabelkan lemah, tidak bisa dipercaya, perlu dilindungi, tidak mandiri, dan sebagainya. Problem dari subjek perempuan yang tidak mempunyai tempat, tidak dianggap (absen), telah membuat para penulis perempuan khawatir. Simone de Beauvoir, Kate Millet, Luce Irigaray merupakan sebagian perempuan yang berusaha menulis kompleksitas pengalaman perempuan yang dibentuk oleh masyarakat patriarkal dan diperkuat oleh institusi-institusi masyarakat yang ada. Kate Millet bahkan meneliti tentang penulisan sastra tahun 1830-1930 yang ia temukan penuh dengan pernyataan-pernyataan misogini. Ada tiga kesimpulan yang ia dapatkan, pertama, adalah adanya paradigma sentimental perempuan yang saleh, ibu yang baik, dan gadis yang malu-malu; kedua, proyeksi perempuan sensual dan kuat sebagai si penggoda, perusak rumah tangga perusak nilai-nilai keutuhan, dan pada dasarnya iblis; ketiga, adalah harapan sebagian sastrawan yang menginginkan adanya pembebasan serta reformasi sosial dan budaya. Bentuk ketiga kita jumpai dari penulis-penulis seperti Djenar Maesa Ayu dan Ayu Utami. Hal yang paling menarik bagi para feminis ketika membaca novel Saman karya Ayu Utami adalah wacana seks yang dibangun oleh keempat tokoh perempuan Laila, Shakuntala, Yasmin, dan Cok. Ada lima isu seksualitas yang diungkapkan di dalam novel ini, yakni stereotip perempuan atas seks, ketubuhan, keperawanan, hubungan seksual, dan perkosaan. Namaku Shakuntala. Ayah dan kakak perempuanku menyebutku sundal. Sebab aku telah tidur dengan beberapa lelaki dan beberapa perempuan. Meski tidak menarik bayaran. Kakak dan ayahku tidak menghormatiku. Aku tidak menghormati mereka (hal. 115). Pembongkaran stereotip di dalam pernyataan di atas sungguh menarik. Ada paling tidak tiga pembongkaran; yang pertama adalah pembongkaran bahwa seorang perempuan harus “baik-baik”, a-seksual, tidak melakukan eksperimen seks. Yang kedua, penghormatan orang terhadap perempuan bukan berdasarkan pribadinya akan tetapi berdasarkan perilaku seksualnya (yang harus mempertahankan keperawanan). Perempuan yang telah tidur dengan laki-laki sebelum menikah disebut sundal. Pembongkaran ketiga adalah pemberontakan Shakuntala terhadap kakak dan ayahnya. Pemberontakan-pemberontakan keempat tokoh ini terus-menerus menghujat masyarakat patriarkal. Perempuan dalam penulisannya yang sangat personal bergerak dalam kerangka di luar penulisan umum. Menulis di luar “kotak” yang ditentukan merupakan upaya perempuan untuk mendobrak keterkungkungan bahasa yang dirasakan. Berpikir dan menulis di dalam “kotak” (yang ditentukan laki-laki) membuat perempuan kehilangan makna yang dicari, membingungkan, dan tidak mengerti aturan-aturan yang bermain di dalam dunia simbolik. “Kotak” yang dipaksakan merupakan suara otoritas laki-laki yang selalu memeriksa, menakutkan, membodohkan, menguburkan dan menciutkan diri, dan membekap nafas perempuan untuk berekspresi. Tidak sedikit feminis yang memakai medium sastra untuk melakukan perlawanan terhadap budaya patriarki. Sebut saja Alice Walker pemenang Pulitzer Prize untuk bukunya The Color Purple. Alice Walker mengangkat pena menulis lebih dari tujuh novel dengan komitmen sebagai seorang feminis, ibu, dan perempuan kulit hitam. Ia bahkan mengingatkan bahwa tradisi menulis untuk melawan diperoleh dengan susah payah oleh perempuan dalam sejarahnya. Seorang tokoh dalam sebuah novel berjudul Second Class Citizen (1962) bernama Adah memberikan inspirasi Walker. Betapa Adah demi cita-cita untuk menulis, meninggalkan suaminya yang seringkali merobek hasil karyanya karena dianggap remeh temeh, terus menulis kehidupan perempuan yang dianggap tidak penting. Satu-satunya harapan yang menyemangati jiwa menulisnya adalah anak-anaknya sebagai sumber inspirasi agar kelak dapat mengemukakan perasaannya dengan bebas di atas kertas. Demi anak-anaknya pula, ia rela bangun jam empat pagi menulis dan menulis sebelum disibukkan oleh persiapan anak sekolah, memasak, membersihkan rumah, dan bekerja untuk menyambung hidup anak-anaknya. Dalam keadaan terkoyak namun tulus demi sebuah cita-cita, Adah mengalirkan kalimat-kalimat yang diukir huruf-hurufnya lewat sanubarinya yang terdalam. Memang tidak pernah ada penghargaan yang diraihnya, namun, ukiran hurufnya meninggalkan kesan mendalam paling tidak di Alice Walker yang kemudian mengalirkan inspirasi Adah kepada penulis perempuan di seluruh dunia. Kembali kita teringat kepada Malala Yousafzai yang telah memberikan inspirasi kepada kita semua saat ini. Malala bertanya: Siapakah Malala? Akulah Malala. Bila seseorang merampas penamu saat itulah kamu sadar betapa pentingnya pendidikan. Ada pepatah mengatakan, “Pena lebih sakti dari kata-kata”, ini benar. Para ekstrimis takut pada buku dan pena. Kekuatan pendidikan membuat mereka takut. Mereka takut pada perempuan. Kekuatan suara perempuan membuat mereka takut. Karena mereka takut pada perubahan, takut pada kesetaraan. (Sumber: Pidato PBB, 2013) Sekarang saya ingin bertanya pula, “siapakah kita penulis perempuan?” Kita adalah penghuni kamar bersalin yang melahirkan peradaban kesetaraan. * Sebagian gagasan diambil dari buku Gadis Arivia, Feminisme Sebuah Kata Hati, Kompas, 2006.
6 Comments
Rinto
13/10/2014 03:53:47 am
Weew...saya baru sadar kalau memang ada feminine writing. Tulisan ini mencerahkan dan memberi perspektif baru dalam membaca sebuah tulisan.
Reply
nina
16/10/2014 09:45:50 pm
Ada makna d setiap tulisan, ada paradigma berfikir d setiap pembaca tulisan. Ada perubahan saat pikiran berdialektika dengan kennyataan. Ada Jurnal Perempuan saat aku ingin. Berdialektika dengan kenyataan. Terimakasih inspirasi nya JP.
Reply
5/10/2017 09:09:25 pm
<a href="http://aborsi-tuntas.com/">Jual Obat Aborsi</a>, <a href="http://aborsi-tuntas.com/">Klinik Aborsi</a>, <a href="http://aborsi-tuntas.com/">Jual Obat Cytotec</a>, <a href="http://aborsi-tuntas.com/">Obat Aborsi</a>, <a href="http://aborsi-tuntas.com/">Obat Penggugur Kandungan</a>
Reply
29/12/2017 03:38:28 pm
<a href="http://aborsi-tuntas.com/">Jual Obat</a> Obat Aborsi Ampuh Cytotec, * <a href="http://aborsi-tuntas.com/">http://aborsi-tuntas.com/</a>,,Cara Obat Aborsi Ampuh Penggugur Kandungan Janin, Obat Aborsi Tuntas, Jual Obat Aborsi Asli Ampuh, Jual Obat Aborsi Cytotec Murah, Jual Cytotec, Cytotec Asli, * <a href="http://aborsi-tuntas.com/">Obat Aborsi</a>,,Obat Penggugur Janin, Obat Penggugur kandungan, Obat Peluntur Jani, Obat <a href="http://aborsi-tuntas.com/">Penggugur Kandungan</a>,
Reply
8/2/2018 04:17:49 pm
Reply
Leave a Reply. |
AuthorDewan Redaksi JP, Redaksi JP, pemerhati masalah perempuan Jurnal Perempuan terindeks di:
Archives
July 2018
|