Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024

Hari Perempuan Internasional: Kekerasan terhadap Perempuan, Salah Siapa?

8/3/2013

 
Picture
Foto: Viva News
Ditulis oleh: Mariana Amiruddin

A Promise is a Promise: Time for Action to End Violence Against Women…

Hari Perempuan Internasional tanggal 8 Maret telah diputuskan sejak tahun 1975 oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dan  tahun ini PBB mengumumkan  Hari Perempuan Internasional dengan tema “Janji adalah janji. Waktunya untuk bertindak mengakhiri kekerasan terhadap perempuan.” Pesan ini menyambung insiden perkosaan dan pembunuhan perempuan di dalam bis, di New Delhi, yang menjadi sorotan dunia internasional di bulan Desember 2012. Tentu kita akan bertanya, mengapa perkosaan baru disoroti sekarang? Hampir setiap hari kita membaca sekolom kecil tulisan di media cetak, atau sekilas informasi televisi yang berdurasi 20 detik, tentang anak-anak perempuan berusia 8 tahun duduk di bangku sekolah SD, mengalami kekerasan seksual oleh gurunya. Atau bayi perempuan 9 bulan, diperkosa ayahnya. Atau siswi SMU di Jakarta, Nganjuk dan Aceh mengalami perkosaan dan pelecehan seksual oleh guru-guru mereka di minggu yang sama. Sekolom kecil dan sekilat informasi ini tidak banyak menghabiskan satu lembar halaman dan durasi yang panjang dalam setiap pemberitaan, tetapi menjadi berita yang rutin, sehari-hari, ibarat setiap orang yang rutin melakukan sarapan pagi, makan siang dan makan malam. Itu memungkinkan bahwa telah terjadi rutinitas kekerasan seksual yang dialami perempuan baik anak-anak maupun dewasa setiap harinya.

Kekerasan terhadap perempuan seringkali bertumpu pada persepsi terhadap seksualitas perempuan, yang juga berhimpit dengan alasan ekonomi, politik, budaya, sosial dan agama. Kekerasan seksual terhadap perempuan juga terjadi akibat dampak akutnya pelabelan negatif (stereotip) terhadap perempuan; ketika seorang gadis dijuluki pelacur saat berjalan di malam hari, ketika seorang janda digrebek rumahnya karena menerima tamu laki-laki, atau diperkosa saat naik angkutan umum, dan istri yang disiram air panas karena menolak berhubungan seks dengan suaminya. Kita perlu memahami bahwa kekerasan terhadap perempuan linear dengan nilai-nilai budaya dan agama yang menghukum tubuh dan kehendak perempuan. Perempuan diletakkan sebagai tubuh sosial yang rapuh, properti, dan dianggap boleh untuk dikuasai. Laki-laki dewasa yang punya uang dapat membeli anak-anak perempuan dengan mengatasnamakan perkawinan yang sah, atau membeli mereka dalam bisnis prostitusi. Bahkan kekerasan ini bisa terjadi pada seorang anggota parlemen, pemimpin negara, direktur perusahaan. Atau pada buruh migran perempuan (TKW), pegawai-pegawai dan buruh-buruh pabrik, juga tak terelakkan pada ibu-ibu rumah tangga. Status sosial, ras, usia, agama dan jabatan seorang perempuan tidak dapat mengelak situasi kekerasan ini. 

Belum lagi soal genital mutilation (sunat perempuan) yang praktiknya banyak merusak total kelamin perempuan, merusak hasrat seksnya sebagai mahluk biologis, membuat kelaminnya infeksi, mengalami kista, merasakan kesakitan saat berhubungan seks karena kehilangan klitoris, semua akibat mitos yang menjadikan alasan bahwa tubuh perempuan harus dikontrol, tidak berlebihan libido, karena Hawa telah menggoda Adam, karena perempuan tidak punya pikiran. Dan video-video porno yang alih-alih memberi informasi seks sebenar-benarnya pada kita, malah menjadikan perempuan sebagai obyek seks dengan kamera yang hanya menyorot bagian-bagian tubuhnya. Kita juga tahu betul bahwa fakta pelaku perkosaan paling banyak adalah laki-laki. Tetapi masih banyak mengelak bahwa para pelaku itu adalah pihak yang bersalah, yang melakukan kejahatan meskipun mereka menunjukkan kekuasaannya dengan tindakan seks yang keji. Masih banyak pihak yang justru melindungi pelaku dan menyalahkan korban. Sampai seorang calon Mahkamah Agung di Indonesia menjadikan perkosaan sebagai bahan gurauan.

Karena itulah perhatian besar kita yang paling mendasar di Hari Perempuan Internasional, bagaimana menghentikan kekerasan melalui kemauan untuk “Toleransi Nol” pada budaya dan agama yang mengorbankan perempuan. Kemauan ini perlu didukung oleh sistem pendidikan yang membangkitkan kesadaran setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan, dari kecil sampai besar. Kemauan ini perlu diwujudkan dalam undang-undang dan tindakan hukum, dalam rancangan anggaran pendapatan belanja negara, dalam sistem politik  dan budaya, dalam ruang-ruang publik. Tentang bagaimana mahluk bumi ini perlu bekerja keras untuk kembali menyehatkan akal, tubuh dan jiwa, pada kehidupan yang adil dan setara. Semua orang tentu ingin hidup bahagia, tetapi selama kebahagiaan itu tidak dirumuskan dalam instrumen hukum, politik dan budaya yang adil dan setara, juga pada cara berpikir dan perilaku kita, kekerasan seksual tidak akan berhenti. Sekarang kita membaca dan menonton berita perkosaan di televisi, tapi siapa tahu besok itu terjadi pada kita sendiri, atau anak-anak kita?


Andalusia Ismi Karim
14/3/2013 04:47:00 am

Belum ada satupun yang berkomentar disini...ini bukti bahwa tak banyak yang tertarik tentang persoalan kekerasan terhadap perempuan bahkan kaum perempuan itu sendiri...

Mengapa ini bisa terjadi? padahal dalam agama manapun selalu diajarkan untuk menghargai perempuan...lalu karena apa? jawabnya adalah budaya dimana hampir di setiap aspek masih didominasi oleh pemikiran laki2.

Sekedar cerita, pada suatu hari saya datang ke kelas putri saya yang masih duduk di taman kanak2, waktu itu sedang ada yang berulang tahun dan ketika acara pemotongan kue saya melihat ibu guru mendahulukan murid laki2 untuk pembagian kue tersebut.

Kemudian saya tanya ibu guru itu, " kenapa harus laki2 yang didahulukan?" dan apa jawabnya? " kalau mereka ( murid laki2 ) tidak didahulukan maka mereka akan jadi agresif bu..."

Saya benar2 prihatin dengan jawaban itu...dan tidak seharusnya itu dilakukan, dari sejak kecil mulailah diajarkan untuk menghargai perempuan. Kalau dari sejak kecil saja pelajaran itu tidak diberikan terhadap anak laki2 ya beginilah jadinya negeri ini..

Untuk itu marilah kita berstrategi membangun sinergi agar semakin hari semakin sedikit kekerasan terhadap perempuan terjadi dan harus dibuat Undang-undang agar perempuan terlindungi serta mendapatkan hak2nya sesuai dengan kodrat sebagai perempuan.

rontoko
15/3/2013 10:54:39 am

unsur kesetaraannya di mana ya? padahal banyak juga kok laki-laki yang menjadi korban. masih banyak juga kok para suami yang takut isteri.

Andalusia Ismi Karim
18/3/2013 11:08:17 am

Kenapa suami harus takut sama istri? Istri tidak perlu ditakuti...Istri butuh disayangi, dihargai, diperhatikan...tapi saya ndak tahu ya kalau ada perempuan perkasa yang bila suami melakukan kesalahan sedikit terus dipukul atau dibentak2..


Comments are closed.

    Author

    Dewan Redaksi JP, Redaksi JP, pemerhati masalah perempuan

    Jurnal Perempuan terindeks di: 
    Picture
    Picture
    Picture

    Archives

    July 2018
    May 2018
    March 2018
    February 2018
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    June 2017
    November 2016
    July 2016
    June 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    May 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014
    May 2014
    April 2014
    March 2014
    February 2014
    January 2014
    December 2013
    September 2013
    August 2013
    July 2013
    June 2013
    April 2013
    March 2013
    January 2013
    December 2012
    November 2012
    October 2012
    September 2012
    August 2012
    June 2012

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024