Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Indonesian Feminist Journal
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Podcast JP
    • Radio JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
    • Biodata Penerima Beasiswa 2025

Malala Yousafzai Simbol Perlawanan Penindasan

12/10/2012

 
Oleh: Gadis Arivia

Malala Yousafzai berusia 14 tahun.  Masih sangat muda, cantik dan cerdas. Biasanya anak seusia itu lebih senang berkumpul dengan teman-temannya dan pergi menghabiskan waktu ke mall menikmati masa remajanya. Tidak demikian halnya dengan Malala yang sangat peduli terhadap isu-isu
perempuan terutama pendidikan anak perempuan.  Malala tidak tanggung-tanggung menyatakan dirinya seorang aktifis pembela hak-hak perempuan.  

Pernyataannya bukan tanpa resiko. Pada hari Selasa, 9 Oktober 2012, Malala ditembak di dalam bis sekolah oleh kelompok Taliban. Teman Malala yang duduk di dekatnya saat itu, mengatakan bahwa beberapa laki-laki menghentikan bis sekolah mereka dan menanyakan siapa yang bernama
Malala Yousafzai, lalu menembaknya dalam jarak dekat. Dua buah peluru bersarang di tubuhnya, satu di kepala dan satu lagi di tenggorokan.  Kondisinya kini dalam keadaan kritis.  Hanya dalam waktu sangat singkat, juru bicara Taliban Pakistan, Ihsanullah Ihsan, membuat pernyataan dengan nada mengancam,“Malala telah menjadi simbol budaya Barat dan bila dia selamat, maka para militan akan mencoba membunuhnya lagi.”

Malala memang sudah terbiasa dengan ancaman para fundamentalis yang sangat membenci kemajuan perempuan. Ia memang bukan aktifis “kemarin sore” meski umurnya masih sangat
muda.  Sejak berusia 11 tahun ia telah melawan perlakuan sewenang-wenang kelompok Taliban di tempat tinggalnya, Mingora, lembah Swat, Pakistan.  Ia melawan mereka lewat pencerahan  tulisan-tulisannya di blog BBC yang melayani bahasa Urdu. Tulisan-tulisannya berbentuk diary menggambarkan perlakuan kelompok Taliban yang memaksakan hukum Islam di kampung halamannya.  

Di dalam salah satu tulisannya, ia mengungkapkan perasaan sedihnya karena pada suatu pagi Taliban melarangnya memakai baju merah muda kesukaannya, karena baju warna-warni dilarang oleh Taliban.  Namun, ia tidak takut dan ia mengajak teman-temannya dan orang-orang dewasa di kampungnya untuk melawan dominasi Taliban dan menolak segala kekangan terhadap perempuan termasuk cara berpakaian.  Ia pun berulang kali mengatakan bahwa Al-Quran tidak pernah melarang perempuan untuk sekolah.  

Karena keberaniannya, pada tahun 2011, pemerintah Pakistan memberikan hadiah perdamaian nasional sebesar $10, 500 (kurang lebih 100 juta rupiah).  Ia pun dianamakan sebagai pemenang
International Children’s Peace Prize yang diberikan pemerintah Belanda tahun lalu.

Kelompok fundamentalis tengah menjadi persoalan besar bagi negara Pakistan. Dalam tahun-tahun terakhir Taliban telah menutup 200 sekolah.  Kini mereka tidak segan-segan membunuh anak perempuan yang menentang pendapat mereka.  Pemerintah Pakistan pun kini mendapatkan sorotan yang tajam karena kelemahan mereka menghadapi kelompok-kelompok fundamentalis yang menjamur.  

Sebagian besar masyarakat Pakistan menginginkan hukum dan keadilan ditegakkan. Jenderal Ashfaq Parvez Kayani yang telah mengunjungi Malala mengutuk serangan Taliban dan menyebut mereka sebagai pengecut.

Masalahnya, pernyataan pejabat seringkali tidak berbunyi di dalam aksi.  Oleh sebab itu, di berbagai belahan dunia, kelompok fundamentalis dengan mudahnya menindas hak-hak kelompok minoritas tanpa ada konsekwensi apapun.  Tindakan para pejabat pemerintah seringkali ditiru oleh pejabat lokal atau pemimpin institusi-institusi.  
 
Sebagai contoh, di negara kita, satu hari sebelum Malala ditembak, seorang anak perempuan yang juga berusia 14 tahun dikeluarkan dari sekolahnya karena telah menjadi korban perkosaan. 
Ibu ketua Yayasan Sekolah Budi Utomo, Depok, mengatakan di hadapan ratusan murid, “saya tidak mau ada murid yang telah merusak nama baik sekolah tetap bersekolah di sini”  (Kompasiana, 10 Oktober 2012). Setelah upacara bubar, sambil menahan rasa malu, anak perempuan itu tetap masuk kelas, namun sesampai di kelas ia diusir dari kelas Pendidikan Lingkungan Hidup.  Saya tidak bisa membayangkan perasaan anak perempuan tersebut apalagi perasaan ibunya yang untungnya masih menunggu putrinya di depan gerbang sekolah dan menyaksikan putrinya berlari berlinangan air mata menujunya.

Apakah yang salah dari masyarakat kita ini yang senantiasa begitu membenci anak perempuan?  Cerita tentang sekolah yang mengeluarkan anak perempuan karena telah diperkosa atau hamil sudah menjadi cerita yang umum.  Tidakkah ada rasa kemanusiaan lagi di dunia pendidikan
kita?

Pada akhirnya memang kita tidak dapat berharap banyak dari pejabat pemerintah atau pemimpin-pemimpin masyarakat serta institusi-institusi pendidikan kita.  Kita sendiri sebagai masyarakat madani harus bergerak dan terus berteriak lantang di dalam komunitas masing-masing untuk menghentikan perlakuan misoginis di dalam masyarakat.  Rigoberta Mencu, peraih hadiah Nobel pernah mengatakan: “This world is not going to change unless we’re willing to change ourselves.”  
 

Sudah saatnya kita berubah, saatnya kita menentang segala diskriminasi atas nama apapun sekalipun atas nama agama, kalau tidak anak perempuan kita akan kehilangan masa depan, tertindas bahkan dibunuh.

****Ingin melihat wawancara dengan Malala Yousafzai http://youtu.be/_8TBa278v1Y
 ***Ingin mengirimkan pesan mendukung Malala? Tanda tangan petisi ini:http://www.avaaz.org/en/petition/We_support_you_Malala/?kfZFBdb


equivalent link
11/10/2012 11:29:22 pm

Well, saya pasti dukung petisi ini. Tapi saya Turut menyampaikan koreksi bahwa malala bukan pemenang dalam International Children's Peace Prize, melainkan sebagai salah satu nominasi. Trims mbak gadis.

[email protected] link
11/10/2012 11:45:22 pm

thanks koreksinya!

Salam,
Gadis

DUI lawyer Tahoe City California link
14/3/2013 12:29:12 pm

Hi, I read your full article and i found it so interesting but the video link you provided is not working. Can you provide another link.

Ge
15/10/2012 03:59:05 am

Mba kompasiana itu kumpulan blog teman2, jangan lupa tulis nama penulisnya :D cantik, cerdas dan hebat sekali si Malala. Suka tulisannya :)

Gadis Arivia
15/10/2012 02:33:53 pm

Ok, thanks. Salut untuk Kompasiana.

Arsyad link
20/12/2012 07:53:23 am

salut untuk malala.
namun ada sedikit koreksi bahwa Allah telah menempatkan manusia (laki-laki dan perempuan) sesuai dengan kodratnya masing- masing yg telah dijabarkan dalam Al-Qur'an. janganlah lelaki bergaya seperti perempuan dan janganlah perempuan bergaya layaknya seorang lelaki.
apabila sikap dan perilaku seorang wanita telah mencerminkan kemuslimahannya dan harga dirinya sebagai seorang wanita maka insya Allah Dunia akan menjadi indah. "dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik- baiknya perhiasan adalah wanita yang sholehah"

buy hot buns hair accessory link
20/8/2013 05:09:22 am

Hats off to Malala Yousufzai for her brave and valuable efforts at this young age! When someone fights with such adverse conditions and come up to the main stream that is the perfect example of success! Thanks for sharing the post!

Joey Atlas Reviews link
3/10/2013 06:34:26 am

Well, thank you! :)


Comments are closed.

    Author

    Dewan Redaksi JP, Redaksi JP, pemerhati masalah perempuan

    Jurnal Perempuan terindeks di: 
    Picture
    Picture
    Picture

    Archives

    July 2018
    May 2018
    March 2018
    February 2018
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    June 2017
    November 2016
    July 2016
    June 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    May 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014
    May 2014
    April 2014
    March 2014
    February 2014
    January 2014
    December 2013
    September 2013
    August 2013
    July 2013
    June 2013
    April 2013
    March 2013
    January 2013
    December 2012
    November 2012
    October 2012
    September 2012
    August 2012
    June 2012

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Indonesian Feminist Journal
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Podcast JP
    • Radio JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
    • Biodata Penerima Beasiswa 2025