Oleh: Rachmawati Ariany
Nafasku pagi ini penuh Hilang sudah semua peluh Tak ada lagi letih kesuh Segar...damai...bahagia utuh Sesaat kembali bekerja Memanen buah dari pohon dengan lebatnya Gemericik air mengalir di sungai seberang Kicauan burung bersahutan melengking Oleh: Zubaidah Djohar
Mungkin bagi kalian sungai Pinto Sa surga terindah menghempas lelah Melautkan tawa di lingkar kekasih hati Untuk Ibu Toeti Heraty
Oleh: Embun Kenyowati Ekosiwi Sehelai selendang telah hilang dalam sebuah perjalanan, selendang yang selama perjalanan melingkari badan. Ketika sehelai selendang telah hilang orang berpikir, menerka dan bertanya-tanya, siapa yang telah mengambilnya, ataukah tertinggal, atau terjatuh di mana di suatu tempat, di suatu masa Oleh Dian Paramita Sastrowardoyo Setiap kali sebuah mikrolet berlalu di hadapanku, aku tak bisa tak teringat masa kecilku. Masa-masa ketika aku mengisi siang yang terik dan sepi dengan bermain dengan bonekaku. Di dalam kamar itu.
Siang itu sama seperti hari-hari sebelumnya, aku asyik menyisir rambut Barbie, yang rambutnya kelak dipotong lagi setelah sekian kali berganti model, tanpa merasa kesepian. Selalu saja ada ‘seseorang’ yang kurasa menemaniku. Aku cukup menikmati saat-saat seperti itu. Aku rasa mbak Tri, asisten rumah tangga kami, tidak memahami apa saja yang sedang berlangsung di dalam kepalaku, termasuk ketika dia sering menemukan aku tengah berbicara sendiri dalam kesendirian. Oleh Citra Benazir
Hiruk pikuk DKI Jakarta melarut hingga usia senja Cucuran darah di tengah kerumunan yang marah tetesan keringat di tengah terik yang menyengat Karya Toeti Heraty
Aku tuntut kalian ke pengadilan, tanpa pihak yang menghakimi siapa tahu, suap-menyuap telah meluas menjulang sampai ke Hakim Tertinggi Siapa jamin, ia tak berpihak sejak semula karena dunia, semesta, pria yang punya Karya Zubaidah Djohar
“Selamat Hari Ibu, Lengan Kehidupanku!” ujar Arvin di suatu siang sepulang berlayar ilmu Sang ibu tersentak dalam binar Pantai mana yang menghantar bunyi padamu? Arvin tersenyum manis. Amat manis. Ini memang bukan Aku-nya karya Chairil Anwar. Aku versi aku. Pernah merasakan waktu kecil menggeliat di lantai pusat perbelanjaan, meraung-raung karena tidak dibelikan barang yang diinginkan? Iya itu aku. Saat itu aku berumur 6 tahun dan ingin sekali punya gaun warna merah muda yang roknya megar-megar seperti princess. Tapi mama tidak membelikan karena, selain aku punya banyak di rumah, waktu itu memang pergi ke perbelanjaan bukan untuk belanja. Namanya juga aku masih kecil, jadi yang egonya. Kalau sudah ingin sesuatu pokoknya harus dipenuhi. Tapi mama tetap tidak membelikan walaupun aku sudah nangis-nangis, meraung-raung, menggeliat di lantai. Alhasil karena malu dicuekin mama aku pun diam seribu bahasa dan berhenti menangis. Sampainya aku di rumah, suasana hati langsung berantakan.
Kalimantan Barat dikenal sebagai kota khatulistiwa, dengan Pontianak sebagai ibu kota. Dari Pontianak menuju ke sebuah kota kecil yang bernama Singkawang harus ditempuh selama empat jam. Singkawang lah kampung halamanku, kota yang indah dan penuh kenangan.
![]() Ketika saya sedang dalam keadaan terpuruk, orang yang pertama saya ingat adalah mama. Namanya juga manusia, pas sudah susah dan sedih baru ingat sama mamanya. Bahkan dari kecil saja kalau kita nangis, yang kita panggil pasti ‘mama’. kalau kita jatuh pasti mengadunya ke mama. Untuk saya mama itu adalah pedoman kehidupan saya. Ya, memang sering diingat ketika sedang meratapi nasib. Mama selalu berusaha ada di saat saya susah ataupun senang. Mama selalu ngajak anak-anaknya senang bareng-bareng. Tapi anaknya, kalau lagi senang lupa sama mamanya. Yang diajak justru temannya lagi, temannya lagi. |
AuthorKumpulan Cerpen Archives
November 2023
Categories |