Abby Gina Redaksi Jurnal Perempuan [email protected] Menurut Ibu apakah kerentanan PRT dan PRT Migran berhubungan langsung dengan persoalan gender? Di mana belum ada kesetaraan gender maka hak-hak perempuan pasti sulit untuk didapatkan dan harus terus diperjuangkan. Menurut saya hubungannya sangat erat karena sebagian besar PRT dan buruh migran adalah perempuan, yang sering mengalami tindak kekerasan baik fisik, psikis maupun seksual. Di masyarakat PRT sebagai salah satu kerja perawatan masih sering dipandang sebelah mata, bukan profesi yang menguntungkan, padahal profesi PRT dan khususnya PRT migran memberikan devisa bagi negara. Bisa dijelaskan bagaimana kerentanan perempuan dalam bidang kerja keperawatan dan mengapa ini perlu mendapat perhatian serius dari negara?
Bicara soal PRT artinya bicara soal SDM (sumber daya manusia). Perempuan adalah motor pembangunan negara dan PRT adalah salah satunya. Perempuan adalah bagian dari gerak pembangunan, tapi kita lihat begitu banyak terjadi kekerasan terhadap perempuan, baik itu kekerasan fisik, psikis dan seksual. Kita harus berjuang secara konsisten dan berkelanjutan untuk pemenuhan hak perempuan. Menurut saya PRT masih rentan dalam berbagai bentuk tindak kekerasan dan pelecehan, selain itu PRT juga mengalami kerentanan dalam bidang ekonomi, misalkan gaji tidak dibayar oleh majikan, beratnya biaya administrasi keberangkatan dan lain sebagainya. Negara perlu memberikan perhatian serius karena jumlah PRT dan PRT migran sebagian besar adalah perempuan yang menghidupi anggota keluarga di kampungnya. Rata-rata rasio 1 orang PRT/buruh migran dapat menghidupi 5 orang anggota keluarga di kampungnya. Jadi perempuan bisa menjadi tulang punggung keluarga, tapi hak-haknya sebagai pekerja tidak diperhatikan oleh negara, padahal kita tahu bahwa PRT migran mampu menghasilkan devisa negara yang lebih besar dibandingkan pendapatan negara dari ekspor minyak. Pemerintah harus memberikan perhatian serius bagi persoalan ini. Negara tidak boleh hanya berfokus pada pembangunan infrastruktur, tetapi juga pada pembangunan SDM perempuan. Menurut Ibu apa pentingnya negara meratifikasi Konvensi ILO 189 dan mengesahkan RUU Perlindungan PRT? Penting sekali, bahkan seharusnya kita mendesak pemerintah khususnya Kementerian Ketenagakerjaan, untuk segera meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Pekerjaan yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga. Tahun 2011 sudah ada komitmen untuk meratifikasi Konvensi ILO 189 bersama dengan negara-negara lain, namun pada implementasinya, dalam pergantian kepemimpinan, komitmen itu seakan tidak menjadi prioritas lagi. RUU Perlindungan PRT sudah sejak tahun 2004 diperjuangkan di DPR untuk disahkan menjadi UU, namun hingga saat ini masih belum diterima. Persoalan yang menimpa PRT tidak menjadi isu yang menarik perhatian. Negara memberikan perhatian yang besar pada persoalan politik, migas, KPU dan lainnya, tapi RUU Perlindungan PRT ini malah tersisihkan. Isu ini harus kita perhatikan, RUU ini penting untuk memberikan perlindungan bagi PRT sebagai pekerja dan warga negara. Penting agar masyarakat, lembaga yudikatif, legislatif dan eksekutif memiliki pandangan yang sama. Di era globalisasi ini banyak tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia dan mereka mempekerjakan PRT. Mereka mempekerjakan PRT tanpa adanya legal standing. Tanpa adanya UU Perlindungan PRT potensi PRT mengalami berbagai tindak kekerasan akan meningkat. Pembiaran terhadap kondisi semacam ini sama saja membiarkan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan. Pelaku kekerasan terhadap PRT tentu merasa mudah melakukan pelanggaran hak pada PRT karena memang tidak ada landasan hukumnya. Penting agar pemerintah memberikan perhatian serius pada pemenuhan hak-hak PRT. Kowani bersama-sama dengan Jala PRT, ILO dan Komnas Perempuan telah melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap beberapa pasal RUU tersebut, sehingga aspek perlindungan menjadi berimbang antara PRT dengan majikan. Demikian pula peranan agen penyalur PRT diminimalkan karena selama ini disinyalir sebagai penyebab terjadinya masalah yang merugikan baik pihak PRT maupun pihak majikan. Sebaliknya, peranan BLK (Balai Latihan Kerja) lebih ditingkatkan guna memenuhi ketersediaan PRT berkualitas sehingga majikan mendapatkan PRT yang sesuai dengan harapan dan PRT memperoleh upah yang memadai karena sesuai dengan keterampilan yang dimiliki. Sejauh apa pentingnya organisasi PRT dalam rangka memberikan perlindungan dan meningkatkan daya tawar PRT terhadap majikan? Penting sekali. Organisasi PRT dapat langsung bertindak menolong PRT yang sedang bermasalah, keberadaan organisasi membuat berbagai kasus pelanggaran hak PRT lebih cepat terdeteksi. Selain itu organisasi PRT juga dapat membantu pemerintah meminimalkan tindak kekerasan atau kejahatan terhadap PRT dengan cara melakukan edukasi kepada calon PRT dan PRT itu sendiri guna mencegah terjadinya kekerasan dan pelecehan. Organisasi PRT juga memberikan pelatihan guna meningkatkan kemampuan PRT. Lewat organisasi mereka bisa saling bertukar informasi dan ilmu. Untuk itu penting juga bagi PRT untuk berorganisasi, seperti halnya di luar negeri. Organisasi PRT adalah sarana edukasi dan sosialisasi bagi PRT agar mereka bisa menjadi lebih maju. Bisa saja mereka berganti profesi, pun tetap menjadi PRT, mereka bisa menjadi PRT yang profesional. Melalui organisasi PRT, bisa juga dikembangkan jiwa wirausaha agar PRT tidak sekadar melahirkan PRT lagi. Akan baik bila PRT bisa melahirkan generasi penerus dengan jiwa wirausaha misalnya. Organisasi PRT penting dalam upaya pemberdayaan PRT. Menurut Ibu apakah Kementerian Ketenagakerjaan sudah bersinergi secara efisien dengan kementerian lain dalam hal menjamin hak-hak PRT dan PRT migran? Hal yang kita harapkan belum sepenuhnya tercapai ya. Kementerian-kementerian banyak yang belum bersinergi. Menurut saya masih belum menjalankan fungsinya dengan maksimal. Kementerian belum bersinergi dan masih bekerja secara parsial dan tidak holistik, misalnya KPPPA, Kemnaker dan Kemenlu belum ada sinergi atau belum ada sebuah sistem perlindungan bagi perempuan dan anak. Pelanggaran hak terhadap PRT akan dapat diminimalkan bila pihak-pihak terkait bersinergi. Menurut hemat saya Kemnaker belum mengajak peran serta stakeholder untuk saling bekerja sama dalam membentuk satu sistem perlindungan terhadap perempuan PRT dan PRT migran. Pemerintah belum mengajak peran serta masyarakat terutama organisasi perempuan untuk terlibat dalam memperjuangkan hak-hak PRT. Pemerintahan sekarang bekerja dengan ego sektoral yang sangat kental. Perjuangan untuk hak PRT sebenarnya juga adalah bagian dari Nawacita, tapi rasanya kita (Kowani, Jala PRT dan Komnas Perempuan) berjuang sendiri. DPR juga tidak ada inisiatif untuk ikut mendorong. RUU Perlindungan PRT digulirkan tiga belas tahun lalu, namun hingga saat ini belum ada payung hukum yang yang menjamin hak PRT. Mengapa proses Legislasi menjadi mandeg? Apa dan bagaimana terobosan Hukum yang perlu diupayakan? Penting bagi kita untuk memiliki perpektif yang sama bahwa RUU PRT ini bermanfaat bagi kita semua. RUU PRT ini bukan hanya demi kepentingan PRT tetapi juga kepentingan bagi pengguna dan juga penyalur. Kami sendiri selalu mensosialisasikan pada 13 organisasi anggota tentang pentingnya RUU Perlindungan PRT ini. Mereka kemudian mensosialisasikan kembali pada masyarakat di sekitar mereka. Selama 13 tahun, DPR masih melihat bahwa RUU Perlindungan PRT ini hanya untuk kepentingan PRT. Penolakan terhadap RUU Perlindungan PRT ini didasari oleh cara pandang DPR yang memosisikan diri sebagai majikan yang akan dirugikan posisinya bila RUU tersebut menjadi UU. Kecemasan terhadap kehadiran UU Perlindungan PRT didasarkan pada asumsi bahwa bila RUU Perlindungan PRT ini menjadi UU, maka mereka tidak akan memiliki PRT lagi. Saya rasa kekhawatiran semacam itu berlebihan, dari sisi pengguna jasa sebenarnya keberadaan UU ini memungkinkan pengguna jasa untuk memiliki PRT yang profesional dan memiliki hubungan kerja yang profesional pula. Kecemasan terhadap kehadiran RUU Perlindungan PRT dilandasi kekhawatiran bila kemudian PRT menjadi di atas angin, sombong, jual mahal dan sebagainya. Cara pandang seperti ini sebenarnya tidak lepas dari pola pikir yang melihat PRT dalam skema perbudakan, para pengguna nyaman dengan ketiadaan aturan yang jelas dan mengikat. Kami berjuang mengadvokasi RUU ini ke DPR. RUU ini penting untuk menjamin keselamatan perempuan dalam kerja agar mereka lebih nyaman dan terjamin dalam melakukan pekerjaannya sebagai PRT. Demikian pula pemerintah, Kementerian Ketenagakerjaan belum sepenuh hati turut memperjuangkan RUU tersebut. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga belum optimal memperjuangkan, padahal permasalahan yang dihadapi PRT kita sebenarnya cukup kompleks, selain soal pelanggaran hak-hak perempuan sebagai pekerja di dalamnya juga banyak terjadi pelanggaran terhadap anak yang berprofesi sebagai PRT anak. Hukum yang perlu diupayakan adalah terus memperjuangkan pembahasan RUU Perlindungan PRT agar masuk di Badan Legislasi (Baleg) DPR dan seluruh stakeholder harus merasa penting untuk segera mewujudkan RUU ini dengan sosialisasi yang berkesinambungan, melibatkan semua unsur masyarakat, LSM terkait dan media massa/ media sosial perlu turut mem-blow up pentingnya RUU Perlindungan PRT ini. Perjuangan panjang telah dilalui oleh teman-teman aktivis PRT untuk memperjuangkan RUU Perlindungan PRT di DPR, namun DPR tidak merespons dengan baik dan masih menganggap RUU tersebut belum perlu, anggota DPR masih memosisikan diri mereka sebagai majikan. Bisa dijelaskan Bu sejauh mana komitmen Kowani dalam memperjuangkan hak-hak PRT? Kami melihat perjuangan dari Jala-PRT, Komnas Perempuan dan berbagai organisasi lain yang menuntut kehadiran UU Perlindungan PRT. Sudah 13 tahun UU ini diperjuangkan namun hingga saat ini tidak lolos. Pemerintah, stakeholder, eksekutif dan legislatif tidak mendukung UU ini. Kami Kowani ikut memperjuangkan UU ini. Kowani memiliki yayasan Bina Kerta, lewat yayasan itu kami memberikan pelatihan bagi pemerintah, untuk care giver, dan kepala rumah tangga. Yayasan dan program tersebut sudah ada sejak 1994. Sebenarnya pada tahun 1994 Kowani pernah mendesak pemerintah untuk menghentikan pengiriman TKI, namun desakan tersebut tidak didengarkan, akhirnya kami mencari cara lain untuk memberdayakan perempuan yakni pada tahun 1999 Kowani menjadi inisiator PAP (Persiapan Akhir Pemberangkatan) bagi TKI. Kami memberikan materi pada para TKI yang akan berangkat ke luar negeri. Kowani bergerak bekerja dalam berbagai aspek, kami mengedukasi, memberi bantuan hukum dan melakukan sosialisasi pada masyarakat. Kami berupaya untuk mengubah pola pikir masyarakat pada profesi PRT. Di zaman sekarang masih banyak orang yang merendahkan profesi PRT dan menerapkan perbudakan, di daerah Jawa dan bahkan di kota besar, masih banyak PRT yang disekap di dalam rumah. Penting untuk mengubah pola pikir demikian dan menumbuhkan kesadaran di masyarakat bahwa PRT adalah manusia. Data 2012 menunjukkan bahwa 75% PRT adalah perempuan. Kowani berjejaring dengan berbagai stakeholder lain untuk memperjuangkan UU ini. Kami giat mensosialisasikan dan memberikan edukasi pada masyarakat untuk mengubah pola pikir tentang PRT. Sebagai manusia dan perempuan PRT memiliki hak-hak yang harus kita penuhi. Penting bagi kami untuk mengawal UU Perlindungan PRT. Pertama-tama kami perlu mensosialisasikan bahwa UU ini penting tidak hanya bagi PRT tapi juga demi pengguna dan penyalur. Kami hendak mendorong PRT yang bermartabat dan memiliki nilai jual baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dengan keterampilan yang baik, PRT akan memiliki penghasilan yang lebih baik dalam dunia kerja. Kowani tetap konsisten memperjuangkan hak perempuan dalam posisi apapun, dalam hal PRT, Kowani tidak memosisikan diri sebagai majikan, tetapi sebagai pembela hak perempuan, apalagi peran PRT sebagai pencari nafkah dalam keluarga. Bekerja sama dengan Jala PRT, ILO dan Komnas Perempuan, Kowani telah melakukan sosialisasi dengan melakukan road show atau kunjungan kepada organisasi-organisasi anggota Kowani yang mempunyai anggota terbesar di seluruh Indonesia, saat ini baru terealisasi di 13 organisasi anggota Kowani, di samping secara terus-menerus menyuarakan pentingnya RUU Perlindungan PRT untuk segera menjadi UU diberbagai kesempatan dan tentu di berbagai media. Selain itu, kami juga membuat naskah posisi RUU Perlindungan PRT, kemudian kami mengomunikasikannya ke DPD dan DPR dalam rangka mensosialisasikan RUU ini. Pada intinya kami berkomitmen untuk mengawal RUU Perlindungan PRT ini. RUU ini sebenarnya penting untuk perlindungan PRT dan perlindungan pengguna jasa. Dalam sosialisasi RUU Perlindungan PRT, Kowani sempat membedah aspek-aspek krusial dalam RUU tersebut, salah satunya tentang perjanjian kerja. Bisa dijelaskan urgensi dari perjanjian kerja bagi PRT dan PRT migran? Perjanjian kerja dalam RUU Perlindungan PRT sangat krusial karena perjanjian tersebut dapat memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak, baik PRT maupun majikan, antara lain dalam hal, besaran upah (bukan UMR tapi diserahkan pada badan pengupahan nasional), jam kerja, hak cuti, jaminan sosial, kecakapan/skill PRT dan lain sebagainya. Jaminan sosial penting diberikan bagi PRT, hal ini baik untuk PRT dan juga majikan, PRT menjadi terjamin dan majikan juga tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan. Perjanjian kerja ini sebenarnya memberikan keseimbangan hak dan kewajiban PRT dan majikan. PRT mendapatkan haknya tapi di sisi lain majikan juga mendapatkan haknya, karena dalam beberapa kasus ada pula PRT yang bekerja dengan tidak profesional, misalnya waktu cuti yang tidak jelas. Dalam aturan ketenagakerjaan ada aturan cuti yang jelas, misalnya dalam 1 bulan waktunya adalah 4 hari libur, tapi pada praktiknya ada PRT yang baru izin pulang kemudian sudah izin lagi, dalam hal itu majikan tidak bisa memotong gaji PRT, kita harus bayar gaji secara penuh bila tidak ada perjanjian kerja. Jadi perjanjian kerja melindungi semua pihak. Karena kekecewaan pihak majikan terhadap PRT selama ini juga tidak kalah pentingnya dan kasus-kasus kekerasan terhadap majikan dan anak majikan yang dilakukan oleh PRT juga kerap terjadi. Demikian pula kasus pencurian, perampokan dan tindak kriminal lain yang dilakukan PRT terhadap majikan. Perjanjian kerja nantinya bersifat mengawal hak dan kewajiban kedua belah pihak, sehingga tidak ada lagi pihak-pihak yang akan dirugikan di kemudian hari. Kedudukan PRT dan majikan sejajar di mata hukum. Sanksi hukum akan lebih jelas bila PRT atau majikan melanggar perjanjian yang telah disepakati. Edukasi sadar hukum akan diberikan secara langsung maupun tidak langsung, baik kepada PRT maupun majikan. Sosialisasi tentang pentingnya perjanjian kerja ini juga harus terus dilaksanakan, agar tidak ada lagi rasa kekhawatiran, utamanya dari pihak majikan yang selama ini berkembang di masyarakat, seakan perjanjian kerja ini hanya berpihak kepada perlindungan PRT, padahal perlindungan majikan juga diutamakan. Selain menghadirkan UU Perlindungan PRT, apa upaya konkret yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk memberdayakan PRT dan PRT migran? UU ini penting. UU Perlindungan PRT juga perlu memuat tentang pentingnya peran BLK. Dalam hal ini Kowani mengharapkan adanya upaya pemerintah untuk memberdayakan balai-balai latihan kerja (BLK) untuk PRT maupun PRT migran, sehingga keterampilan yang dimiliki PRT dapat dipertanggungjawabkan, bahkan bila memungkinkan hingga tahap sertifikasi. Hal ini menjadi penting agar PRT mampu bersaing di pasaran tenaga kerja, baik di dalam maupun di luar negeri. BLK harusnya tidak hanya ada di tingkat provinsi melainkan juga ada di tingkat kabupaten, kota, kecamatan. Dengan adanya UU ini diharapkan ada kebijakan-kebijkan yang mendukung peningkatan kemajuan PRT. Kasus-kasus kekerasan yang terjadi, baik di dalam maupun di luar negeri, tidak dapat dipungkiri banyak yang disebabkan oleh keterampilan yang dimiliki PRT maupun PRT migran tidak sesuai dengan yang diharapkan. Majikan sudah mengeluarkan biaya rekrutmen yang cukup besar kepada pihak penyalur dengan upah yang mereka tetapkan setinggi-tingginya, namun kenyataannya majikan tidak mendapatkan hak yang sesuai. UU ini penting hadir untuk meminimalkan fungsi agen, karena agen banyak berperan dalam merugikan kedua belah pihak. Jika ada UU ini, kita bisa memotong operasi tengkulak, harusnya negara yang memfasilitasi proses mempekerjakan PRT, harus dijamin undang-undang dan didukung oleh aturan-aturan yang jelas. PRT harusnya terdaftar sebagai pekerja yang jelas. Perangkat hukum yang mengatur kerja PRT sampai saat ini masih dirasa belum memadai. Sehingga kontrak sosial antara para pihak dibiarkan berjalan seadanya. Dalam masyarakat masih ada anggapan bahwa PRT adalah posisi yang rendah dan marginal, tuntutan akan hadirnya UU Perlindungan PRT diharapkan dapat meregulasi masyarakat untuk bertindak humanis dan adil pada PRT, namun apakah untuk mengubah cara pikir dan tindakan masyarakat terhadap PRT cukup diupayakan lewat UU atau dibutuhkan regulasi-regulasi lain? Pada akhirnya kedudukan PRT akan sama dengan profesi-profesi lainnya di dunia kerja, sebagai PRT juga akan dituntut profesionalisme yang tinggi, sesuai dengan tugas dan kewajibannya, sehingga hak-haknya dilindungi oleh Undang-Undang secara jelas. Dengan demikian cara pandang masyarakat terhadap PRT tidak lagi memandang rendah, harus ada benefit mutualism dalam relasi kerja. Kebutuhan akan PRT sudah sejak lama dirasakan sangat penting oleh masyarakat. Dari anak-anak hingga lansia (Care Taker/Care Giver) semua membutuhkan PRT. Di negara-negara maju profesi PRT ini sudah sangat umum dan diupah dengan mahal, yaitu dengan hitungan upah per jam yang cukup tinggi. Hanya keluarga yang cukup mampu secara ekonomi dan sosial sajalah yang dapat mempunyai PRT di rumah tangganya. Tentu PRT yang dimaksudkan di sini adalah PRT yang mempunyai keterampilan dan pendidikan yang sesuai, mempunyai ijazah pelatihan dan sertifikasi dari Badan Sertifikasi Nasional. Di sinilah peran pemerintah sangat dibutuhkan. Selain keberadaan RUU Perlindungan PRT, dibutuhkan juga regulasi-regulasi yang jelas, antara lain kerja sama beberapa instansi pemerintah, yakni Kementerian Pendidikan Nasioanal, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (melindungi PRT anak), BNSP ( Badan Nasional Sertifikasi Profesi ) serta Kementerian Luar Negeri dan BNP2TKI khusus untuk PRT migran.(JP) Comments are closed.
|
AuthorRedaksi Jurnal Perempuan Archives
November 2023
Categories |