Latifah Iskandar, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dipercaya memimpin tim perumus, tim sinkronisasi, tim lobi, dan sejumlah tim kecil lainnya yang tergabung dalam Tim Pansus RUU PTPPO pada tahun 2006. Bersama pemerintah yang diwakili oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Menteri Hukum dan HAM, mereka merampungkan pembahasan yang dijanjikan selesai paling lambat Desember 2006. Masyarakat waktu itu gelisah menantikan undang- undang yang sudah lama ditunggu-tunggu ini. Apa jawaban Latifah? Apakah RUU usul inisiatif DPR itu nantinya hanya akan menjadi “macan kertas” atau memang benar-benar sudah sebagaimana yang diharapkan masyarakat? Berikut wawancara jurnalis Jurnal Perempuan, Henny Irawati. JP : Sudah sejauh mana perkembangan RUU PTPPO? Latifah Iskandar (LI): Bulan Juli kemarin draf terakhir sudah kita kirim. Pada tanggal 14 Agustus 2006, presiden sudah menjawab dan menerbitkan surat yang menunjuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan (KPP) dan Menteri Hukum dan HAM untuk bersama DPR membicarakan RUU itu. Dan, 7 September 2006 rapat internal Pansus akan memutuskan mekanisme pembahasan bersama pemerintah. Di situ akan disebutkan jenis-jenis rapat, bagaimana pengambilan keputusannya, siapa yang berhak membahas, apakah menteri atau wakilnya. Semua itu nanti akan dibahas di rapat pleno yang akan saya pimpin. Dan, menurut informasi yang saya terima dari KPP, pemerintah juga sedang menyiapkan DIM (Daftar Isian Masalah—red.) yang insya Allah akhir September akan selesai dan DIM itu akan disampaikan ke DPR untuk dibahas bersama-sama di (rapat) paripurna. JP : Mengapa butuh rentang waktu yang cukup lama dalam menyelesaikan pembahasan RUU ini? LI: RUU ini termasuk cepat. Kalau saya boleh sombong atau bangga sedikit, sejak Januari dibahas, selama 7 bulan itu sudah selesai di Pansus. Sekarang sedang menuju presiden. Bandingkan dengan RUU yang lain. Alhamdullilah, ada mekanisme yang membuat waktu itu jadi relatif. Konkretnya, di DPR itu cuma dua hari saja untuk melakukan rapat Pansus, selebihnya ada rapat komisi, rapat paripurna. Dalam pembahasan, panjang-pendek, efisiensi, dan leadership itu sangat berpengaruh untuk membuat kinerja Pansus menjadi optimal. Kalau dikatakan lama, itu dululah (versi usulan pemerintah). Saya tidak bicara itu. Saya bicara yang dikerjakan Pansus periode ini. Dan, Alhamdullilah, dibandingkan dengan RUU APP yang belum apa-apa. JP : Hambatan-hambatan apa yang ditemui tim Pansus selama pembahasan? LI: Kalau hambatan itu, mungkin pada bagaimana menyinkronkan dengan produk- produk perundang-undangan yang lain. Itu masalah yang cukup besar. Pada pembahasan kemarin, kita juga menghadirkan pakar-pakar hukum yang lain supaya UU kita ini implementasinya tidak mengalami kendala yang berarti. Kaitannya dengan kekhawatiran banyak pakar hukum, bahwa KUHP yang menjadi acuan pertama UU ini nanti akan kehilangan kekuatan hukumnya. Tetapi, saya melihat bahwa kendala utama produk ini adalah bisa sinkron tidak dia dengan perundang-undangan yang lain. Jadi, pembahasan yang agak lama itu pada bagaimana pakar-pakar itu memberikan masukan pada Pansus untuk bisa melahirkan UU yang tidak tiba-tiba lahir, tiba-tiba masuk mahkamah konstitusi. JP : Belum adanya UU untuk menjerat pelaku trafficking membuat aparat kesulitan menegakkan hukum, bagaimana menurut Ibu? LI: Ya, memang benar. Meskipun kalau untuk anak-anak sudah ada UU Perlindungan Anak, itu juga masih kurang. Efek jeranya masih kurang. Setiap hari di media ada siaran tentang pelaku trafficking yang dipegang polisi, tetapi belum tahu hukumannya bagaimana karena masih di tingkat kepolisian. Di tingkat kehakiman dan kejaksaan, kita juga belum tahu bagaimana. Datanya masih sangat sedikit. Hasil kunjungan kerja kami ke propinsi-propinsi dan kabupaten, kota, banyak penegak hukum yang belum bisa menangani kasus- kasus trafficking ini. Ya, memang belum ada UU-nya. Mudah-mudahan UU ini dapat terimplementasikan dengan baik, tentunya penegak hukumnya harus punya komitmen. JP : Lantas mengapa DPR baru mengusulkan RUU PTPPO ini sekarang? LI: Jadi begini, membuat UU itu bisa dari pemerintah atau dari DPR. Kita melihat UU dari DPR itu relatif lebih cepat dibanding UU dari pemerintah. Kenyataannya memang demikian. Dulu, waktu zaman Megawati, UU ini sudah pernah diajukan. Tetapi, sampai Megawati selesai masa jabatannya, UU itu belum selesai. Dan, UU itu tidak bisa dilanjutkan, harus dibahas mulai dari awal lagi. Pada saat kita rapat dengar pendapat dengan KPP, menginvetarisasi, DPR juga menginventarisasi, Komisi VIII juga menginventarisasi, UU mana yang sangat dibutuhkan. Nah, kita lihat UU PTPPO ini. Waktu rapat dengan menteri, kita sepakati strateginya menjadi RUU usul inisiatif DPR. Jadi, betul- betul ini strategi yang dipilih untuk mempercepat UU yang sangat ditunggu. Kalau ukurannya lama dibahas, sejak dulu sampai sekarang, iya. Kalau hasil pembahasannya mau dinilai, sudah cukup, kok, ini. September ada DIM dari pemerintah. Mekanismenya sudah disepakati. Kita punya waktu sebagian September. Oktober kita reses, tidak boleh menggelar rapat. Bulan November, kalau tidak ada kontroversi, tinggal mengatur beberapa hal yang terkait, misalnya bagaimana agar pasal-pasal tersebut implementasinya mudah, bagaimana tanggung jawab pemerintah. Nanti UU-nya sudah ditetapkan, tapi karena tidak jelas, tidak bisa diimplementasikan. Sebagai ketua Pansus, saya optimis. Tentunya dari semua sisi juga diharapkan bantuannya untuk mengomunikasikan hasil ini. JP : Bagaimana dengan efek jeranya? Apa Ibu yakin bahwa itu sudah cukup memberatkan pelaku? LI: Harus yakin. Kita membuat UU ini untuk menindak pelaku trafficking yang kita tahu semakin hari semakin meningkat. Dan, itu akan sukses di tangan penegak hukum yang punya komitmen tinggi. Saya tidak bisa menjamin. Tetapi, saya harus optimis karena produk ini harus diimplementasikan. Kepolisian itu meminta kepada saya, “Tolong, dong, cepat, kita butuh sekali UU ini karena (sekarang kita) ingin menangkap dengan hukum apa?” Di KUHP hanya disebutkan perdagangan. Perdagangan apa? Diterjemahkan seperti apa? Perdagangan manusia sekarang ini sangat canggih, modusnya juga bermacam- macam. Saya tidak bisa menjamin, tapi saya yakin UU ini sudah dibahas secara optimal dan harus dipegang penegak hukum yang baik. JP : Kapan targetnya? LI: Paling lama Desember. Mudah-mudahan Novembersudah bisadisempurnakan. (Henny Irawati) Catatan Belakang: Tulisan ini dibuat pada tahun 2006 Pernah diterbitkan di: Jurnal Perempuan, No. 49, 2006 Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. Mereka yang di Atas Persoalan, Kumpulan Profil dan Wawancara Jurnal Perempuan. 2013. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.
ayu ratih
19/7/2016 11:25:24 am
Itu fotonya kok foto Ibu Deliana Ismudjoko, mantan komisioner Komnas Perempuan. Comments are closed.
|
AuthorRedaksi Jurnal Perempuan Archives
November 2023
Categories |