Kompleksitas dalam mewujudkan pembangunan suatu negara merupakan hal yang mendorong diperlukannya kolaborasi antar berbagai pihak, tak terkecuali dari Lembaga Swadaya Msyarakat (LSM). LSM merupakan organisasi non-profit yang bergerak dalam rangka memberikan pelayanan bagi masyarakat melalui penelitian, advokasi, dan pemberdayaan. Aktualisasi program-program pemerintah pada tingkat daerah turut menjadi salah satu kegiatan LSM. Sayangnya, kinerja mereka di daerah belum seutuhnya diakui oleh negara. Hal terlihat dari kesulitan yang mereka hadapi dalam mengakses dana pendukung program kerja. Pemerintah seharusnya mampu menyediakan opsi dana abadi bagi LSM layaknya dana abadi pada bidang lain seperti pendidikan. Lalu, seberapa besar urgensi dari pengadaan dana abadi tersebut? Pada Rabu (1/6) yang lalu, Co Evolve mengadakan konferensi pers yang bertema “Dana Abadi LSM: Menciptakan Lingkungan Pendukung untuk Meningkatkan Kualitas Demokrasi Lokal”. Acara yang dilaksanakan secara daring melalui platform teleconference ini, mengundang lima panelis yang telah terjun langsung dalam LSM, khususnya di tingkat daerah. Panelis tersebut mulai dari Triawan Umbu Uli Mehakati (Yayasan Koordinasi, Pengkajian, dan Pengelolaan Sumber Daya Alam – KOPPESDA, Sumba), Bambang Teguh Karyanto (Direktur Lembaga Studi Desa untuk Petani, Studi Dialektika Indonesia dalam Perspektif – LSDP SD Inpress, Jember), Dina Mariana (Direktur Institute for Research and Empowerment – IRE, Yogyakarta), Riswati (Direktur Flower, Banda Aceh), dan Mulyadi Prayitno (Direktur Pelaksana Yayasan Kajian dan Pemberdayaan Masyarakat – YKPM, Makassar).
Setelah Anik Tunjung (Co Evolve) menyampaikan pengantarnya, Triawan Umbu Uli Mehakati menyampaikan bahwa kondisi COVID-19 yang tak menentu sejak tahun 2020 membuat LSM mengalami banyak tantangan dalam kinerjanya. Terkait dengan pendanaan, Triawan beserta tim mengakui pernah mendengar adanya peluang akan hal itu, tetapi syarat yang dibutuhkan sangat sulit untuk dipenuhi pada tingkat lokal atau daerah, tambah Triawan. Bambang Teguh Karyanto, pada sisi lain, memandang bahwa peran LSM yang sudah dapat ditemui sejak era Reformasi masih mengandalkan pada pendonor dari luar. Ia pun mengakui bahwa dana pemerintah sangat sulit untuk diakses. Sehingga, meskipun kita harus beradaptasi dengan kondisi ini, negara juga harus mendengar dan melihat kondisi LSM di daerah dan saling berdialog. Dana abadi bagi Bambang sangat penting karena akan mendorong LSM untuk mewujudkan cita-cita pembangunan. Dina Mariana menyampaikan bahwa, “Kalau merefleksikan apa yang dikerjakan oleh teman-teman LSM, itu sebetulnya ibaratnya kita mulai jadi koki hingga corong atau TOA-nya pemerintah”. Untuk itu, terdapat dua hal penting yang harus kita refleksikan bersama pemerintah dalam kaitannya dengan LSM. Pertama adalah rekognisi, yakni pengakuan pemerintah atas kehadiran atau keberadaan LSM, termasuk LSM lokal. Kedua adalah afirmasi, yakni perlakuan khusus terhadap LSM. Ide dana abadi bagi Dina merupakan hal yang luar biasa karena yang berperan dalam demokrasi dan penguatan ekonomi hingga kelestarian lingkungan tidak hanya partai politik, tetapi juga kinerja LSM. Ia menambahkan bahwa mekanisme terkait dana ini sangat penting sehingga kekhawatiran yang muncul, seperti LSM baru yang hanya ingin mengakses dana semata, dapat dicegah. Mulyadi Prayitno memandang bahwa pemerintah tidak bisa menutup mata terkait pendanaan bagi LSM. Ini merupakan hal yang sangat penting ketika memang persyaratan untuk mengakses donor dari luar sudah cukup sulit. LSM yang bekerja di masyarakat tingkat tapak, peluangnya cukup besar dalam menjaga keberlanjutan pendanaan. Hal tersebut dikarenakan pemerintah tidak banyak menjangkau daerah-daerah terpencil. Untuk itu, LSM dapat menjadi perpanjangan tangan pemerintah, terutama untuk memastikan layanan-layanan tertentu dapat diakses oleh masyarakat tingkat tapak. Senada dengan pembicara lainnya, Riswati menyatakan bahwa kehadiran LSM harus didukung. Misalnya, dalam kerja-kerja yang dilakukan oleh teman-teman LSM perempuan. Mereka melakukan pengorganisasian kelompok perempuan, kemudian melakukan pendampingan untuk perempuan korban kekerasan. Selain itu, banyak ibu-ibu yang bekerja secara sukarela dihubungi 24 jam oleh masyarakat yang menghadapi tantangan. Riswati menyebut bahwa Indonesia memiliki kemampuan mendukung pendanaan negara-negara lain melalui Indonesian Aid. Namun, layaknya sebuah keluarga, negara seharusnya memastikan kondisi internal sudah cukup mapan, baru beralih membantu pihak eksternal. Riswati kemudian berharap ada mekanisme yang serius dan upaya terstruktur untuk memastikan kemandirian dan keberlanjutan LSM. (Ni Putu Putri Wahyu Cahyani) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |