Jurnal Perempuan
JURNAL PEREMPUAN TELAH TERAKREDITASIKabar gembira, Jurnal Perempuan (JP) telah terakreditasi oleh RISTEKDIKTI (Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia). Jurnal Perempuan adalah satu-satunya jurnal feminis di Indonesia yang mendapatkan akreditasi SINTA 2. Terima kasih untuk semua pihak yang telah mewujudkan prestasi ini. Semoga peneliti, penulis, dan pemerhati gender di Indonesia terus bersemangat mempublikasikan karya-karya mereka di Jurnal Perempuan.
AKSES JURNAL PEREMPUAN ONLINE (JPO):Jurnal Perempuan adalah jurnal terbuka untuk diakses publik secara gratis. Akses terbuka dimaksudkan agar publik dapat membaca dan menyebarkan penelitian dan artikel feminis yang ditulis di JP selama lebih dari 25 tahun. Penelitian dan artikel yang ditulis di JP menggambarkan secara menyeluruh isu-isu dan diskursus feminisme yang berkembang di Indonesia. Akses secara gratis: Indonesian Feminist Journal
Penelitian dan artikel di Jurnal Perempuan tidak akan terpublikasi tanpa bantuan pembaca. Jadilah Sahabat Jurnal Perempuan untuk berdonasi agar Jurnal Perempuan terus terbit dan berkontribusi untuk perubahan di Indonesia. SJP terdiri dari SJP Nasional dan SJP Internasional. Etika & Pedoman Publikasi Berkala IlmiahJurnal Perempuan (JP) merupakan jurnal publikasi ilmiah yang terbit setiap empat bulan dengan menggunakan sistem peer-review (mitra bestari). Jurnal Perempuan mengurai persoalan perempuan dengan telaah teoretis hasil penelitian dengan analisis mendalam dan menghasilkan pengetahuan baru. Perspektif JP mengutamakan analisis gender dan metodologi feminis dengan irisan kajian multi dan interdisipliner.
Jurnal Perempuan telah terakreditasi secara nasional dengan peringkat SINTA 2. Semua tulisan yang dimuat di JP108 akan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diunggah di website www.indonesianfeministjournal.org. Anda dapat berpartisipasi menulis di JP dengan mengikuti pedoman penulisan sebagai berikut:
Karya anda akan membantu visi kami untuk memberdayakan perempuan, merawat pengetahuan dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di Indonesia. |
Pemimpin Redaksi
Abby Gina Boang Manalu, M.Hum. ([email protected]) Redaksi Retno Daru Dewi G. S. Putri, M.A., M.Hum. ([email protected]) Iqraa Runi Aprilia, S. Hum. ([email protected]) Dewan Redaksi Dr. Abby Gina Boang Manalu (Universitas Indonesia) Prof. Dr. Gadis Arivia (Montgomery College) Prof. Dr. Sulistyowati Irianto (Universitas Indonesia) Dr. Nur Iman Subono (Universitas Indonesia) Prof. Sylvia Tiwon (University California at Berkeley) Prof. Saskia Wieringa (Universitaet van Amsterdam) Mariana Amiruddin, M.Hum. (Komnas Perempuan) Yacinta Kurniasih, Ph.D. (Cand). (Monash University) Soe Tjen Marching, Ph.D. (SOAS University of London) Prof. Dr. Siti Musdah Mulia (UIN Syarif Hidayatullah) Dr. Andi Achdian (Universitas Nasional) Mitra Bestari Prof. Mayling Oey-Gardiner (Universitas Indonesia) Dr. Pinky Saptandari (Universitas Airlangga) Prof. Dr. Kristi Poerwandari (Universitas Indonesia) Dr. Ida Ruwaida Noor (Universitas Indonesia) Katharine McGregor, Ph.D. (University of Melbourne) Dr. (iur) Asmin Fransiska, S.H., LL.M. (Universitas Katolik Atma Jaya) Dr. Irene Hadiprayitno (Leiden University) Prof. Jeffrey Winters (Northwestern University) Ro’fah, Ph.D. (UIN Sunan Kalijaga) Tracy Wright Webster, Ph.D. (University of Western Australia) Prof. Kim Eun Shil (Korean Ewha Womens University) Prof. Merlyna Lim (Carleton University) Prof. Claudia Derichs (Universitaet Marburg) Sari Andajani, Ph.D. (Auckland University of Technology) Prof. Dr. Wening Udasmoro (Universitas Gajah Mada) Prof. Ayami Nakatani (Okayama University) Dr. Antarini Pratiwi Arna (Indonesian Scholarship and Research Support Foundation) Prof. Dr. Widjajanti M. Santoso (Indonesian Institute of Sciences) Dr. Lidwina Inge Nurtjahyo (Universitas Indonesia) Dr. Irene Hadiprayitno (Leiden University) Dr. Bagus Takwin (Universitas Indonesia) Dr. Sri Lestari Wahyuningroem (UPN Veteran Jakarta) Prof. Fransicia Saveria Sika Ery Seda, Ph.D. (Universitas Indonesia) Dr. Ruth Indiah Rahayu, S.I.P. (Consultant dan Researcher) Mia Siscawati, Ph.D. (Universitas Indonesia) Dr. L.G. Saraswati Putri (Universitas Indonesia) Prof. Maria Lichtmann (Appalachian State University, USA) Assoc. Prof. Muhamad Ali (University California, Riverside) Assoc. Prof. Mun’im Sirry (University of Notre Dame) Assoc. Prof. Paul Bijl (Universiteit van Amsterdam) Assoc. Prof. Patrick Ziegenhain (Goethe University Frankfurt) Assoc. Prof. Alexander Horstmann (University of Copenhagen) Kerangka Acuan JP 114
Tenggat waktu 10 Maret 2023 Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi dan Keadilan Gender
Menurut data Bank Dunia, di tahun 2019 Indonesia menempati angka 59 dalam hal layanan kesehatan universal (World Bank Data & WHO 2019). Bila dilihat dalam tren 20 tahun terakhir, capaian ini menunjukkan sejumlah kemajuan terkait pemenuhan hak atas kesehatan. Kendati demikian, melalui lensa feminisme terlihat bahwa tidak terintegrasinya upaya pemenuhan hak integritas dan otonomi tubuh sebagai bagian di dalamnya. Belum terakomodasinya HKSR antara lain dibuktikan dengan masih kuatnya keyakinan dan praktik-praktik patriarki dalam masyarakat juga dalam aturan hukum yang membatasi, mengintervensi, menstigmatisasi, memaksa, merendahkan, dan bahkan mengkodifikasi seksualitas dan reproduksi perempuan.
Bersama dengan Yayasan Inisiatif Perubahan Akses menuju Sehat (IPAS) Indonesia, dalam edisi JP114 Jurnal Perempuan mengangkat tentang kontribusi feminisme dalam upaya mendorong hak kesehatan seksual dan reproduksi dan keadilan gender. Untuk berpartisipasi menulis untuk JP114 tentang Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi dan Keadilan Gender, yang akan terbit di bulan April 2023 dengan mengeklik tautan ini. Silakan unggah tulisan anda ke www.indonesianfeministjournal.org
Panduan pembuatan akun di OJS dan cara mengunggah tulisan dapat dilihat pada modul berikut ojs-modul-penulis.pdf Berminat berlangganan? Jadilah SAHABAT JURNAL PEREMPUAN |
Edisi 108 Perempuan Pekerja di Tengah Krisis dan Perubahan Teknologi
|
jp106_cjp.pdf | |
File Size: | 57 kb |
File Type: |
Edisi 104 Perempuan dan Lahan Gambut
Vol. 25 No. 1, Februari 2020
Indonesia memiliki lahan gambut dengan luas mencapai 22,5 juta hektar. Ia menyumbang 47% luas lahan gambut di wilayah tropis dan merupakan negara dengan lahan gambut terluas di Asia Tenggara. Oleh sebab itu keberadaan lahan gambut di Indonesia memiliki arti penting bagi kelestarian lingkungan secara global. Sayangnya, wacana seputar lahan gambut masih muncul terbatas pada situasi tertentu seperti saat terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Wacana lahan gambut yang muncul pun umumnya berkutat pada persoalan ekologi dan ekonomi, padahal keberadaan lahan gambut memiliki dimensi luas, baik dari segi sosial, budaya, politik, bahkan dalam dimensi keadilan gender. Dengan luasnya kawasan lahan gambut di Indonesia, maka jelas bahwa lahan gambut memiliki arti penting bagi kehidupan masyarakat, khususnya penduduk yang hidup di sekitar kawasan lahan gambut, termasuk di dalamnya kaum perempuan.
CJP 104.pdf | |
File Size: | 54 kb |
File Type: |
Edisi 102 Perempuan dan Kesehatan
Vol. 24 No. 3, Agustus 2019
Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang senantiasa menjadi isu penting bagi publik maupun individu di dalamnya, termasuk perempuan. Bagi Indonesia, isu kesehatan merupakan salah satu persoalan penting yang diatur dalam konstitusi dan alokasi sumber daya di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, berbagai data dan riset memperlihatkan masih kompleksnya persoalan kesehatan publik maupun kesehatan berdasarkan gender dan kelompok usia.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2018 menyebutkan masalah gizi dan penyakit tidak menular merupakan pekerjaan rumah terbesar Indonesia. Data yang sama mencatat bahwa Kementerian Kesehatan hanya mampu mengurangi angka stunting dari 37,2 persen menjadi 30,8 persen selama lima tahun. Gizi buruk hanya sedikit berkurang, dari 19,6 persen menjadi 17,6 persen. Sementara itu, angka obesitas justru mengalami peningkatan dari 14,8 persen menjadi 21,8 persen. Pada saat yang sama penyakit tidak menular, seperti kanker, strok, gangguan ginjal kronis, diabetes, dan hipertensi hampir semua mengalami peningkatan.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2018 menyebutkan masalah gizi dan penyakit tidak menular merupakan pekerjaan rumah terbesar Indonesia. Data yang sama mencatat bahwa Kementerian Kesehatan hanya mampu mengurangi angka stunting dari 37,2 persen menjadi 30,8 persen selama lima tahun. Gizi buruk hanya sedikit berkurang, dari 19,6 persen menjadi 17,6 persen. Sementara itu, angka obesitas justru mengalami peningkatan dari 14,8 persen menjadi 21,8 persen. Pada saat yang sama penyakit tidak menular, seperti kanker, strok, gangguan ginjal kronis, diabetes, dan hipertensi hampir semua mengalami peningkatan.
CJP 102.pdf | |
File Size: | 50 kb |
File Type: |
Edisi 100 Pemikiran dan Gerakan Perempuan di Indonesia
Vol. 24 No.1, Februari 2019
Reformasi politik pada tahun 1998 telah membawa angin perubahan pada situasi politik di Indonesia, setidaknya dari sistem otoriter menuju demokrasi, dari sistem pemerintahan yang tersentralisasi menjadi terdesentralisasi, dan dari supremasi militer ke supremasi sipil. Perubahan ini membawa implikasi bagi gerakan sosial politik di Indonesia termasuk gerakan perempuan.
Gerakan perempuan Indonesia turut terlibat dan menjadi bagian penting dalam perjuangan reformasi. Lebih jauh gerakan perempuan bahkan membawa budaya politik baru yang berlandaskan pada etika kepedulian di tengah budaya politik yang maskulin. Hal ini tampak pada tindakan dan strategi yang diambil gerakan perempuan dalam menghadapi kerusuhan Mei 1998 dan konflik sosial dengan menggunakan isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) di berbagai daerah.
Gerakan perempuan Indonesia turut terlibat dan menjadi bagian penting dalam perjuangan reformasi. Lebih jauh gerakan perempuan bahkan membawa budaya politik baru yang berlandaskan pada etika kepedulian di tengah budaya politik yang maskulin. Hal ini tampak pada tindakan dan strategi yang diambil gerakan perempuan dalam menghadapi kerusuhan Mei 1998 dan konflik sosial dengan menggunakan isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) di berbagai daerah.
CJP 100.pdf | |
File Size: | 44 kb |
File Type: |
Edisi 107 Perempuan dan Pandemi Covid 19
Vol.25 No. 4, November 2020
Ketimpangan gender di dalam masyarakat dinilai turut memperburuk dampak Pandemi Covid-19 terhadap perempuan. Rapid Gender Assessment (RGA) oleh UN Women di Eropa dan Sentral Asia menemukan lebih dari 15 persen perempuan kehilangan pekerjaan, 41 persen perempuan mengalami pengurangan upah, dan menemukan terjadinya peningkatan jam dan beban kerja perempuan di dalam keluarga, selama pandemi Covid-19.
Tak hanya dampak ekonomi dan sosial, pandemi Covid-19 juga menyebabkan meningkatnya kerentanan perempuan terhadap kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Shadow pandemic adalah konsep yang menjelaskan fenomena meningkatnya kekerasan terhadap perempuan selama pandemi Covid-19. Keluarga sebagai ‘gendered institution’ merupakan salah satu fokus penting dalam studi-studi feminisme. Feminisme melihat keluarga di dalam masyarakat yang patriarkis sebagai wujud dari relasi gender yang timpang, di mana peran gender perempuan dikonstruksi dan ditempatkan secara subordinat. Dalam struktur masyarakat yang patriarkis, perempuan dilekatkan dengan peran produksi afektif-seksual (sex-affective production), yang bertugas memberikan pengasuhan emosional bagi anak dan laki-laki, serta kepuasan seksual bagi laki-laki. Sementara itu, kerja-kerja di dalam keluarga, seperti kerja pengasuhan (carework) atau kerja rumah tangga (housework), cenderung dianggap memiliki nilai ekonomi yang lebih rendah, dan dianggap sebagai pekerjaan yang tidak membutuhkan keterampilan.
Tak hanya dampak ekonomi dan sosial, pandemi Covid-19 juga menyebabkan meningkatnya kerentanan perempuan terhadap kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Shadow pandemic adalah konsep yang menjelaskan fenomena meningkatnya kekerasan terhadap perempuan selama pandemi Covid-19. Keluarga sebagai ‘gendered institution’ merupakan salah satu fokus penting dalam studi-studi feminisme. Feminisme melihat keluarga di dalam masyarakat yang patriarkis sebagai wujud dari relasi gender yang timpang, di mana peran gender perempuan dikonstruksi dan ditempatkan secara subordinat. Dalam struktur masyarakat yang patriarkis, perempuan dilekatkan dengan peran produksi afektif-seksual (sex-affective production), yang bertugas memberikan pengasuhan emosional bagi anak dan laki-laki, serta kepuasan seksual bagi laki-laki. Sementara itu, kerja-kerja di dalam keluarga, seperti kerja pengasuhan (carework) atau kerja rumah tangga (housework), cenderung dianggap memiliki nilai ekonomi yang lebih rendah, dan dianggap sebagai pekerjaan yang tidak membutuhkan keterampilan.
CJP 107.pdf | |
File Size: | 54 kb |
File Type: |
Edisi 105 Hak Anak dan Keadilan Gender
Vol. 25 No. 2, Mei 2020
Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child/CRC) dan Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women/CEDAW) mengenali dan mengakui dimensi gender di dalam perlindungan hak anak. Selain menghadapi persoalan yang secara umum dihadapi oleh anakanak, seperti akses terhadap pendidikan, dan kesehatan, anak perempuan juga menghadapi persoalan-persoalan spesifik yang berbasis gender, diantaranya: kehamilan dini, perkawinan anak, akses terhadap pendidikan lebih rendah dibanding anak laki-laki, dan kerentanan terhadap kekerasan seksual.
Dimensi keadilan gender pada anak penting untuk dipahami karena identitas gender seseorang akan membentuk dan membatasi pengalaman seorang anak. Selain itu, dimensi keadilan gender juga menentukan sejauh mana hak anak diakui dan dilindungi. Pentingnya pemahaman atas dimensi keadilan gender dalam hak anak inilah yang diangkat dalam Jurnal Perempuan edisi Hak Anak dan Keadilan Gender ini.
Dimensi keadilan gender pada anak penting untuk dipahami karena identitas gender seseorang akan membentuk dan membatasi pengalaman seorang anak. Selain itu, dimensi keadilan gender juga menentukan sejauh mana hak anak diakui dan dilindungi. Pentingnya pemahaman atas dimensi keadilan gender dalam hak anak inilah yang diangkat dalam Jurnal Perempuan edisi Hak Anak dan Keadilan Gender ini.
CJP 105.pdf | |
File Size: | 51 kb |
File Type: |
Edisi 103 Agensi Perempuan Pedesaan
Vol. 24 No. 4, November 2019
Perempuan desa dan pedesaan merupakan satu ekosistem yang tak terpisahkan dengan alam. Kehidupan masyarakat pedesaan, termasuk kaum perempuan, memiliki relasi yang erat dengan lingkungan alam di sekitarnya. Pertama, alam merupakan tulang punggung ekonomi pedesaan, khususnya di sektor pertanian. Kedua, alam merupakan sumber pemenuhan kebutuhan dasar sehari-hari seperti air dan pangan. Selain itu, alam juga menjadi bagian dari kehidupan budaya lokal baik dalam produk kerajinan tangan, maupun dalam ritual dan kepercayaan lokal. Maka, kerusakan atau perubahan alam jelas membawa akibat terhadap kehidupan masyarakat di pedesaan.
Bagi perempuan, perubahan alam sangat terasa dampaknya dalam kaitannya dengan tugas-tugas reproduksi di rumah tangga. Misalnya mengeringnya lahan gambut menyebabkan berkurangnya sumber air dan pangan yang harus dikelola oleh perempuan di pedesaan gambut. Rusaknya alam di desa gambut juga mendorong laki-laki untuk bermigrasi keluar desa untuk mencari pekerjaan, sehingga perempuan harus menjadi kepala keluarga sekaligus ibu rumah tangga.
Bagi perempuan, perubahan alam sangat terasa dampaknya dalam kaitannya dengan tugas-tugas reproduksi di rumah tangga. Misalnya mengeringnya lahan gambut menyebabkan berkurangnya sumber air dan pangan yang harus dikelola oleh perempuan di pedesaan gambut. Rusaknya alam di desa gambut juga mendorong laki-laki untuk bermigrasi keluar desa untuk mencari pekerjaan, sehingga perempuan harus menjadi kepala keluarga sekaligus ibu rumah tangga.
CJP 103.pdf | |
File Size: | 53 kb |
File Type: |
Edisi 101 Perempuan dan Demokrasi
Vol. 24 No.2, Mei 2019
Demokratisasi di Indonesia setelah Reformasi 1998 telah membuka akses bagi perempuan untuk terlibat dalam proses politik dan pengambilan kebijakan. Jumlah perempuan di legislatif, khususnya di DPR mengalami peningkatan dari 9% pada pemilu 1999 menjadi 17% pada pemilu 2014. Namun persentase tersebut masih jauh dari angka 30%, yakni jumlah minimum yang diperkirakan dapat menghasilkan perubahan arah kebijakan politik.
Gerakan perempuan dalam demokrasi elektoral masih menghadapi berbagai tantangan. Anggota legislatif perempuan juga menghadapi tantangan politik terkait aspek institusi politik baik sistem pemilu maupun kebijakan internal partai. Di dalam DPR pun, suara legislator perempuan masih berada dalam kontrol fraksi dan politik yang maskulin. Tekanan gerakan perempuan di luar parlemen tetap memiliki arti penting untuk mendukung dan mengawal politik perempuan di parlemen.
Gerakan perempuan dalam demokrasi elektoral masih menghadapi berbagai tantangan. Anggota legislatif perempuan juga menghadapi tantangan politik terkait aspek institusi politik baik sistem pemilu maupun kebijakan internal partai. Di dalam DPR pun, suara legislator perempuan masih berada dalam kontrol fraksi dan politik yang maskulin. Tekanan gerakan perempuan di luar parlemen tetap memiliki arti penting untuk mendukung dan mengawal politik perempuan di parlemen.
CJP 1O1. pdf | |
File Size: | 45 kb |
File Type: |