Studi Investing in Women: Media Sosial sebagai Ruang Pendidikan Publik tentang Kesetaraan Gender21/11/2022
Dalam rangka memaparkan hasil studinya mengenai media sosial dan gender, Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menyelenggarakan webinar yang berjudul “Teroka Perbincangan Norma Gender di Kalangan Anak Muda Perkotaan di Media Sosial” pada Selasa (16/11). Acara yang dimoderatori oleh Lya Anggraini (Wakil Direktur Pusat Hukum dan HAM LP3ES) ini menampilkan lima pembicara yang terdiri dari tim riset LP3ES dan penanggap, yaitu Wijayanto (Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES), Retna Hanani (Peneliti), Nurul Hasfi (Peneliti), Jane L. Pietra (Program Associate Yayasan Pulih), dan Abby Gina Boang Manalu (Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan). Studi yang dilaksanakan dengan dukungan dari Investing in Women (IW) ini menelusuri rekam percakapan norma dan kesetaraan gender dalam media sosial. Penelitian yang dilaksanakan oleh Wijayanto, Retna Hanani, Nurul Hasfi, Ismail Fahmi, dan Lya Anggraini ini meneliti ruang lingkup dan dampak dari kampanye kesetaraan gender yang dilakukan oleh mitra lokal (IW). Mitra yang dimaksud terdiri dari Magdalene (media digital feminis), Rumah Kita Bersama (mempengaruhi ajaran agama), Yayasan Pulih (organisasi yang menangani kekerasan berbasis gender), Plan Indonesia (organisasi pemuda internasional yang berfokus pada kepemimpinan perempuan), dan ID Comm (perusahaan berfokus pada bidang komunikasi). Untuk meneliti bagaimana mitra mengkampanyekan nilai kesetaraan dalam menantang stereotipe gender yang berlaku di masyarakat, penelitian ini meninjau bagaimana pengguna media sosial terlibat dalam percakapan dan berinteraksi dalam ruang diskusi virtual yang telah dibangun oleh kampanye tersebut.
Pemaparan dibuka oleh Wijayanto selaku ketua tim yang memberikan ringkasan dan juga catatan singkat mengenai penelitian yang telah LP3ES laksanakan. Menyambung Wijayanto, Retna Hanani mengawali pemaparan hasil studi dengan menjelaskan bagaimana pandemi hadir sebagai fenomena yang membantu kita merefleksikan peran sosial yang diemban laki-laki dan khususnya perempuan dalam masyarakat. Penelitian ini berfokus meninjau percakapan masyarakat mengenai empat norma gender, yaitu caregiver (perempuan sebagai pengasuh utama anak dan keluarga), breadwinner (laki-laki sebagai pencari nafkah utama), job segregation (perbedaan jenis pekerjaan tertentu sesuai identitas gender), leadership (perempuan menempati peran pendukung dan laki-laki berposisi sebagai pemimpin). Pemaparan dilanjutkan oleh Nurul Hasfi yang berbicara mengenai data yang diperoleh dari analisis tren percakapan di media sosial. Analisis membagi tren menjadi dua, yaitu tren di luar kampanye (baseline) dan tren di dalam kampanye mitra IW. Berdasarkan data yang diperoleh oleh tim peneliti dari bulan April 2020 hingga Mei 2022, mayoritas tren percakapan baseline terpusat di Twitter dan Instagram, disusul oleh Facebook dan Youtube. Norma gender yang mendapat perhatian terbanyak dan kerap dibicarakan adalah leadership, diikuti oleh breadwinner, caregiver, dan job segregation. Sementara itu, tren percakapan di dalam kampanye mitra IW didominasi oleh percakapan-percakapan di Instagram yang berfokus pada aspek job segregation. Selain itu, keterlibatan pengguna media sosial dalam kampanye mitra IW masih bersifat reaksi pasif. Kemudian, baik pada baseline maupun pada kampanye, audiens terdiri dari generasi muda dari daerah urban yang didominasi oleh kelompok usia 18-35 tahun dengan domisili di kota-kota besar di Jawa, Sumatera, dan sebagian kecil dari Indonesia bagian Tengah dan Timur. Hal inilah yang juga disampaikan Wijayanto pada awal kegiatan sebagai catatan tentang bagaimana pengetahuan mengenai norma gender kedepannya dikembangkan. Sebagaimana yang diharapkan oleh Wijayanto dan tim, tanggapan dari Jane L. Pietra dan Abby Gina memberikan beberapa pandangan konstruktif yang kiranya dapat menjadi evaluasi sekaligus rekomendasi dari penelitian ini. Berdasarkan apa yang disajikan dalam temuan penelitian, Jane menunjukkan poin penting dimana media sosial memiliki peran penting sebagai ruang pemberdayaan aktivisme. Penelitian yang mengungkapkan bahwa pelaku percakapan didominasi oleh generasi muda merupakan bukti bahwa generasi muda memiliki peran sebagai sosok kritis dalam masyarakat. Tantangan bagi kampanye mitra ada pada bagaimana media sosial sebagai ruang publik tidak hanya memberikan ruang bagi pandangan progresif, tetapi juga bagi pemahaman konservatif yang dapat melanggengkan norma gender tradisional yang membatasi peran perempuan dalam dunia sosial. Abby Gina memberikan tambahan tentang bagaimana riset yang dilakukan oleh LP3ES berperan penting dalam memberikan gambaran terkait kondisi dan perkembangan diskursus norma gender di media sosial. Melihat audiens yang terpusat di daerah kota besar dan cukup berkembang, kiranya perlu bagi kita untuk tidak hanya mempertimbangkan aspek kemajemukan masyarakat Indonesia, tetapi juga aksesibilitas pengguna terhadap percakapan tersebut. Sepakat dengan Jane yang memberikan pandangan mengenai keterlibatan pihak-pihak dalam kampanye, Abby menyarankan agar hasil penelitian ini menjadi rujukan bagaimana pemangku kekuasaan dan masyarakat luas dapat berperan memberikan dukungan kepada mitra IW agar proses pendidikan publik tentang kesetaraan gender dapat menjadi semakin massif dan menyeluruh. (Nurma Yulia Lailatusyarifah) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |