Kekerasan dapat terjadi dalam berbagai ruang lingkup, salah satu contoh kekerasan adalah kekerasan dalam ranah personal. Kekerasan ini kerap dialami oleh berbagai kelompok, khususnya perempuan. Beragam cara telah dilakukan untuk menangani bentuk-bentuk kekerasan yang hadir pada ranah personal, salah satunya melalui bidang hukum. Ironisnya, penangan kekerasan relasi personal masih minim disadari oleh masyarakat. Berangkat dari hal tersebut, juga untuk mengkampanyekan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) tahun 2022, Jurnal Perempuan menyelenggarakan gathering Sahabat Jurnal Perempuan (SJP) Talks yang bertajuk Kekerasan dalam Relasi Ranah Personal dan Hubungannya dengan Hukum pada Sabtu (3/12/2022) silam. SJP Talks kali ini merupakan acara kedua yang dilangsungkan dalam kurun satu tahun terakhir dan menjadi wadah diskusi lanjutan setelah kegiatan SJP vakum akibat pandemi.Diskusi dipantik oleh Mariana Amiruddin (Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan–Komnas Perempuan) sebagai Narasumber. Acara dimulai dengan sambutan dari Iqraa Runi Aprilia selaku Manager Subscription Jurnal Perempuan yang bertugas sebagai pemandu acara. Setelah Iqraa menyambut kehadiran para SJP, acara dilanjutkan dengan pemaparan dari Abby Gina Boang Manalu selaku Direktur Eksekutif Yayasan Jurnal Perempuan. Abby menyampaikan rasa terima kasih kepada para SJP yang telah hadir dan mendukung Jurnal Perempuan secara penuh melalui semangat kesetaraan. Abby juga menyatakan, bahwa melalui ruang Zoom ini akan banyak terjadi diskusi, khususnya mengenai pengalaman-pengalaman advokasi keadilan bagi korban kekerasan dalam ranah personal yang akan diberikan oleh Mariana Amiruddin.
Abby menambahkan, jika kita melihat dari catatan angka dan data mengenai kekerasan di ranah personal. Kekerasan ini merupakan jenis kekerasan yang banyak terjadi dan lebih banyak diterima dalam hubungan rumah tangga. Selanjutnya, Himah Sholihah sebagai Koordinator SJP memaparkan secara spesifik terkait sejauh mana peranan dan jangkauan SJP selama ini. Sebagai pelanggan rutin Jurnal Perempuan, SJP tidak hanya memberikan dukungan dengan membeli jurnal, tapi juga afeksi serta kekuatan kepada teman-teman di dalam komunitas. SJP juga mendapat berbagai keuntungan, seperti mendapat Jurnal Perempuan edisi cetak tiga kali setahun, undangan diskusi atau gathering SJP, kesempatan menulis untuk Blog Jurnal Perempuan, mendapat kiriman newsletter JP, hingga berkesempatan menjadi narasumber diskusi Jurnal Perempuan. Lebih lengkap, Himah memaparkan mengenai sebaran SJP di 32 provinsi di Indonesia. SJP juga tersebar di 6 negara lainnya. Saat ini, terdapat 615 SJP yang terdiri dari akademisi, kalangan profesional, hingga pelajar. Angka ini masih didominasi oleh perempuan, yaitu sebanyak 540 orang, dengan SJP laki-laki sejumlah 75 orang. Namun demikian, perkembangan angka ini patut diapresiasi karena perkembangan SJP ada dalam ranah emansipatoris positif. Kegiatan SJP Talks kali ini diusahakan menjadi ruang terbuka untuk diskusi konstruktif atas pengetahuan dan pemahaman serta dapat menjadi sarana berbagi pengalaman mengenai kekerasan relasi dalam ranah personal. Mariana sendiri merupakan Pemimpin Redaksi Jurnal Perempuan sekaligus Direktur Eksekutif Yayasan Jurnal Perempuan periode 2008-2012 lalu, sehingga ia sangat mengenal bentuk advokasi yang dilakukan oleh Jurnal Perempuan. Materi yang diberikan oleh Mariana merujuk pada pengenalan pola kekerasan terhadap perempuan. Paparannya dibuka dengan pemaparan fakta terkait naiknya jumlah kekerasan terhadap perempuan berdasarkan data Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2022. CATAHU 2022 mencatat bahwa jumlah kekerasan tertinggi terdapat pada ranah Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan kasus terbanyak ada pada 813 kasus yang dilakukan oleh mantan pacar (dalam CATAHU 2021, tercatat pada 401 kasus). Temuan ini membuktikan terdapat kenaikan angka kekerasan dalam hubungan personal. Kebanyakan kekerasan diawali ketika pelaku dan korban sedang atau pernah berada dalam hubungan asmara. Data ini menunjukkan pula bahwa masih terdapat risiko besar bagi perempuan dalam mengalami kekerasan. Dalam CATAHU 2022 pula, ditemukan kenaikan kasus Kekerasan Berbasis Gender Siber (KGBS) sebesar 83%. Di tahun 2020, tercatat ada 940 kasus KBGS, yang meningkat menjadi 1.721 kasus pada 2021. Mariana selanjutnya memaparkan taktik yang digunakan oleh pelaku dalam memperoleh kendali atas orang lain. Kekerasan yang dilakukan oleh pelaku biasanya berbentuk kejahatan psikis dan cenderung mengorbankan orang lain. Selanjutnya, pelaku akan menggunakan perilaku manipulatif, khususnya jika terdapat keterkaitan sebuah hubungan dekat antara pelaku dan korban. Pola dan bentuk kekerasan seksual juga sering diindikasikan melalui sebuah tindakan abusif dan cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Pada tengah sesi, Mariana menyatakan jika pada dasarnya dibutuhkan keberanian yang besar untuk menjadi seorang perempuan di tengah maraknya berbagai bentuk kekerasan dalam ranah personal. Mariana turut menjelaskan terkait persoalan sistem hukum Indonesia kini yang dinyatakan belum cukup sebagai pelindung hukum bagi korban. Dalam kasus KDRT misalnya, saat ini Indonesia telah memiliki undang-undang sebagai payung hukum, tetapi dalam beberapa kasus masih banyak korban yang berusaha memaafkan pelaku dengan berbagai macam alasan dan model penyelesaian. Mariana berusaha memberikan sebuah penutup terkait bagaimana korban dapat keluar dari jeratan kekerasan seksual, yaitu melalui penguatan mental terhadap korban, pemutusan hubungan dengan pelaku, dan memupuk keberanian dalam diri korban untuk melawan pelaku. Bila kita melihat dari sudut pandang pelaku, terdapat latar belakang yang perlu diperhatikan sebelum melanjutkan kasus kekerasan ke ranah hukum, yaitu bagaimana pola manipulatif, abusif, dan dendam saat menerima penolakan. Perilaku berbahaya ini seringkali diakibatkan oleh pola pengasuhan yang salah, sehingga membentuk cara pandang dan kondisi mental yang agresif. Hal ini tentunya sangat membahayakan orang-orang terdekat pelaku. Setelah sesi pemaparan, diskusi dilanjutkan dengan tukar wawasan antara narasumber dengan SJP yang hadir. SJP banyak mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang eksploratif dan menarik. Atas hal tersebut, sesi tukar wawasan terasa sangat kaya dan mencerdaskan. Akhir kata, SJP Talks menjadi forum diskusi yang dapat membuka mata sekaligus menjadi usaha penyambung tali silaturahmi antara kawan SJP dengan redaksi Jurnal Perempuan, guna memperkuat solidaritas dalam keterlibatan perempuan pada proses pencegahan dan pemberantasan kasus kekerasan di ranah personal. Keterlibatan perempuan sangat penting dalam upaya penghapusan kekerasan, baik dalam tataran personal maupun politik. Selain itu, pembumian isu-isu darurat harus digalakkan, sehingga dapat ditangani dan diketahui oleh pihak-pihak berwenang. SJP yang hadir juga berharap Jurnal Perempuan dapat terus memproduksi tulisan–baik penelitian maupun warta feminis–yang menginspirasi dan mencerdaskan, sehingga menjadi pembakar semangat dalam menyebarkan api perjuangan gender dan pemberantasan kekerasan terhadap perempuan. (Esa Geniusa Religiswa Magistravia) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |