
Kemudian Robertus menjelaskan tentang pandangan republikanisme Aristoteles, ia memulai dengan pemikiran Aristoteles tentang perbedaan manusia dan binatang yaitu phone dan logos, binatang hanya memiliki kemampuan phone, kemampuan menyuarakan sakit dengan bunyi tapi binatang tidak memiliki kemampuan logos yaitu membaca simbol dan komunikasi linguistik, maka binatang tidak bisa membahasakan keadilan. Lebih jauh ia mengungkapkan bahwa yang menurut Aristoteles yang memiliki logos hanya laki-laki, perempuan hanya memiliki phone, perempuan hanya bisa menyuarakan rasa sakit, demikian juga budak. Logos sebagai cara, ekspresi, deliberative untuk mengupayakan apa yang adil hanya ada di satu tempat yaitu polis (politik). Jadi polis dalam konsep Aristoteles adalah satu wahana tindakan dimana manusia (laki-laki) mengekspresikan secara deliberative apa yang adil bagi society. Sedangkan perempuan tidak boleh berada dalam polis, perempuan memiliki tempat sendiri yaitu oikos (rumah tangga). Pandangan Aristoteles tersebut mengawali suatu pemilahan antara polis dan oikos, kemudian dalam pandangan Cicero, polis adalah res publica dan oikos adalah res privata. Ini awal pembelahan antara yang publik dan privat dalam filsafat dan gagasan awal republikanisme. Polis bukan entitas geografi, polis adalah wahana tindakan. Pandangan Cicero dalam tradisi Romawi Kuno bahwa res publica adalah sebuah cara pemerintahan dimana orang memperjuangkan keadilan untuk tujuan bersama. Res publica ini yang kemudian menjadi kata republik, selanjutnya republikanisme sebagai sebuah filsafat politik bergeser menjadi sebuah pandangan hukum ketatanegaraan.
Lebih jauh Robertus menjelaskan bahwa Indonesia sebagai sebuah bentuk negara republik yang memisahkan antara yang publik dan privat tidak mencerminkan nilai-nilai tersebut dalam kebijakan publik. Misalnya, agama adalah suatu yang privat namun dijadikan elemen dalam penentuan kebijakan publik. Contoh lain adalah tentang tes keperawanan yang merupakan sesuatu hal privat namun dibawa ke ranah publik. Robertus mengungkapkan bahwa dalam pemikiran Aristoteles ini pun masih memiliki inkonsistensi, karena pemisahan ini masih berdasarkan relasi kuasa, dimana perempuan sebagai manusia ditempatkan di oikos karena tidak memiliki logos, namun disaat yang sama hal privat masuk ke dalam ruang publik karena relasi kuasa yang sama. Kebijakan publik seharusnya adalah wahana tindakan untuk mencapai kepentingan bersama, namun kultur patriarki masih kental di masyarakat Indonesia. Republikanisme adalah gagasan generik, dia punya cacat bawaan, republikanisme sebagai gagasan membutuhkan feminisme untuk mengikis patriarki, ia juga butuh liberalisme untuk memperjuangkan hak asasi. (Andi Misbahul Pratiwi)