Misi utama agama hadir di dunia ini adalah menghadirkan kedamaian, cinta kasih dan membebaskan manusia dari berbagai bentuk ketidakadilan. Semua agama mengajarkan agar manusia hidup saling mengasihi dan bertindak adil terhadap seluruh ciptaan, secara khusus umat manusia tanpa memandang gender dan seksualitasnya. Manusia adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa sehingga ia dituntut untuk bercermin pada sifat-sifat Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Adil untuk diaktualisasikan dalam realitas kehidupan nyata, sehingga wajah dunia ini menjadi dunia yang penuh cinta kasih, keadilan, kedamaian dan kesejahteraan. Namun fakta yang dijumpai masih banyak ketidakadilan yang terjadi, secara khusus di Indonesia. Salah satu ketidakadilan itu mewujud dalam bentuk kekerasan seksual, yang disebabkan adanya ketimpangan relasi gender dan seksualitas. Data dari Komnas Perempuan menyatakan bahwa angka kekerasan seksual masih cukup tinggi di Indonesia, dan kebanyakan perempuan sebagai korban. Dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan menyebutkan bahwa tahun 2020 ada 1.983 kasus kekerasan seksual yang terlapor ke lembaga pendamping. Namun realitas sesungguhnya mungkin masih banyak kasus yang tidak terlapor atau tidak diketahui.
Kekerasan dalam bentuk apa pun sangat bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama yang menjunjung tinggi cinta kasih dan perdamaian. Kekerasan seksual bertentangan dengan misi agama apa pun untuk mewujudkan sistem kehidupan yang adil bagi semua pihak termasuk perempuan. Indonesia adalah negara yang berlandaskan konstitusi UUD 1945 yang menjamin perlindungan terhadap setiap warga negaranya. Indonesia juga mengakui Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dan telah meratifikasinya melalui UU RI No. 7 Tahun 1984 sebagai upaya untuk memberikan perlindungan terhadap perempuan dari diskriminasi maupun kekerasan. Untuk itu negara harus hadir untuk menyikapi kasus kekerasan seksual. Negara adalah media bagi manusia untuk mewujudkan sistem kehidupan yang adil bagi semua pihak termasuk warga negara perempuan. Negara wajib melindungi setiap warga negara dari menjadi pelaku maupun korban kekerasan seksual. Wujud kehadiran negara untuk melindungi para korban kekerasan seksual adalah dengan memberikan payung hukum dalam bentuk Undang-Undang. Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang sudah disusun oleh Jaringan Masyarakat Sipil adalah upaya yang sangat penting untuk melindungi korban kekerasan seksual dan juga para pendamping korban kekerasan seksual. Substansi dari RUU P-KS ini sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, cinta kasih dan berkeadilan sejalan dengan ajaran agama manapun. Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU P-KS) adalah kebutuhan yang sangat mendesak bagi Negara dalam melakukan perlindungan secara hukum atas warga Negara dari kejahatan kekerasan seksual. Untuk itu, Tokoh-Tokoh Lintas Agama dengan ini menyatakan sikap: Mendesak DPR RI untuk segera mensahkan Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Demikianlah pernyataan sikap ini kami sampaikan dengan rasa tanggungjawab atas kehidupan umat manusia. Jakarta, 9 Juni 2021 Salam Hormat. Tokoh Lintas Agama dari Lembaga: 1. PGI 2. KUPI 3. PERUATI 4. ICRP 5. WKRI 6. PHDI 7. Khonghucu 8. Wanita Buddhis Indonesia 9. Pengahayat Sunda Wiwitan Didukung : Jaringan Masyarakat Sipil untuk Advokasi RUU PKS Kontak Person : Pdt. Darwita H. Purba (PERUATI) 08126410072 Rida (PGI) 085218085428 Nur Rofiah (KUPI) 0818493105 Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |