Peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) diperingati secara anual setiap tanggal 15 Februari. Setiap tahunnya, dorongan untuk menetapkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) selalu dilantangkan oleh organ-organ yang menaruh perhatian pada isu-isu terkait PRT. Selaras dengan semangat advokasi tersebut, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) luncurkan buku antologi esai berjudul Jalan Sunyi Pekerja Rumah Tangga: Perspektif Agama dan Sosial Budaya pada Kamis, (16/2/2023). Kegiatan yang terselenggara secara daring tersebut menghadirkan Tiasri Wiandani, Komisioner Komnas Perempuan, sebagai pemberi pengantar; Theresia Iswarini, Komisioner Komnas Perempuan, dan Luviana Ariyanti Pemimpin Redaksi Konde.co sekaligus editor untuk buku Jalan Sunyi Pekerja Rumah Tangga: Perspektif Agama dan Sosial Budaya, sebagai pemapar; Willy Aditya, Anggota DPR RI, dan Liliek Setyarini, dari Bina Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri (PTKDN) Kementerian Ketenagakerjaan, sebagai penanggap. Kegiatan peluncuran buku tersebut dibersamai oleh Abby Gina Boang-Manalu, Direktur Eksekutif Yayasan Jurnal Perempuan. Buku tersebut merupakan dokumentasi tertulis dari bagaimana ragam perspektif lintas agama/kepercayaan, sosial, dan budaya memengaruhi cara pandang mengenai PRT. Tiasri menyampaikan bahwasanya rangkaian dari penyusunan dan peluncuran buku merupakan bentuk dukungan dan penyebarluasan informasi kepada publik mengenai pemahaman yang selayaknya mengenai PRT. Hal tersebut dikarenakan pengasosian pekerjaan rumah tangga dengan kerja-kerja perawatan yang tidak diperhitungkan sebagai pekerjaan atau profesi sesungguhnya. Sementara itu, Theresia menilai bahwa PRT memiliki kontribusi besar, utamanya dalam ruang-ruang keluarga, “PRT memastikan bahwa roda rumah tangga berjalan dengan semestinya tatkala perempuan maupun kedua peran orang tua pergi bekerja ke luar,” tegasnya.
Kendati demikian, Theresia menjelaskan bahwa kontribusi PRT bukan hanya dalam ranah kecil keluarga, melainkan juga berkontribusi pada sosial, budaya, dan perekonomian negara. Hal ini diperkuat dengan besarnya angka angkatan kerja PRT yakni sebanyak 4,2 juta orang dengan persentase perempuan sebanyak 84%. Buku tersebut, baginya, juga turut mengupayakan pembongkaran permasalah mendasar dari PRT, yakni perbudakan modern. Mengutip dari Urmila Bhoola, pejuang hak asasi manusia (HAM) di Afrika Selatan, ia menyampaikan, “Perbudakan modern hadir dalam praktik-praktik perhambaan dalam rumah tangga baik di negara maju, berkembang, dan miskin,” ujar Theresia. Perbudakan modern tersebut berkemungkinan terjadi karena absennya perjanjian kerja, keselamatan kerja, dan sistem pengupahan yang layak, sehingga terus terjadi pelanggaran hak kerja PRT. Luviana menyampaikan bahwa hal ini seturut dengan bagaimana perlakuan pemberi kerja yang memosisikan relasi tuan-budak, dengan membedakan makanan, tempat tidur, dan seterusnya. Tujuh tulisan yang hadir dalam buku tersebut berupaya membongkar wacana-wacana merendahkan terkait PRT sebagaimana yang disebutkan di atas. Luviana menyampaikan secara detail bagaimana ketujuh tulisan yang hadir berupaya untuk mendedah perspektif berbagai agama/kepercayaan, sosial, dan budaya terkait perbudakan. Adapun judul-judul yang dimuat dalam buku tersebut adalah: “Cerita Hagar dan Sara: Perbudakan Perempuan Terjadi dari Zaman ke Zaman” (Yuliana Magdalena Benu), “Tentang Wayan, PRT di Rumah Kami dan Perjuangan Memanusiawikan Orang Lain dalam Pandangan Buddhisme” (Ivy Sudjana),” “Islam Menjamin Hak Asasi Pekerja Rumah Tangga Imam” (Imam Nahe’i), “Gereja Mengangkat Derajat PRT dari Budak, Ngenger, Menjadi Pekerja (Aegidius Eka Aldilanta), dan “Bagaimana Konghucu Melihat Relasi Pemberi Kerja dan PRT: Harus Adil dan Setara” (Liem Liliany Lontoh) yang berasal dari perspektif agama/kebudayaan. Dari perspektif lainnya, terdapat beberapa judul tulisan, yaitu “Di Tengah Perubahan Politik dan Aktor Elit, Mari Melihat Jalan Keadilan bagi PRT” (Arie Sujito) dari perspektif sosial dan “Rahim Perempuan Diperalat sebagai Penerus Perbudakan Tradisional” (Martha Hebi) dari perspektif budaya. Luviana, Pemimpin Redaksi Konde.co sekaligus editor buku Jalan Sunyi Pekerja Rumah Tangga: Perspektif Agama dan Sosial Budaya, mengulas masing-masing tulisan dalam buku tersebut. Dari ragam agama/kepercayaan yang menjadi perspektif tulisan-tulisan yang dimuat, kelimanya menyepakati hal yang sama: bahwa pertukaran nilai kerja harus seimbang, dan tidak ada satupun yang membenarkan praktik perbudakan. Sementara itu, tulisan Arie Sujito memberikan semacam peringatan atas peralihan dari tenaga kerja manual ke otomasi, Luviana menyorot mengenai tubuh yang dikontrol melalui mekanisme kerja tanpa hati dalam tulisan tersebut. Dengan demikian, peluncuran buku tersebut adalah upaya untuk menggerakkan hati DPR melalui lensa dan cara pandang lain agar segera menetapkan UU PRT. Penetapan tersebut menjadi bentuk perlindungan sosial, pemanusiaan, dan pembebasan bagi PRT. (Ayom Mratita Purbandani) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |