Terlahir setelah Indonesia memasuki era Reformasi, kini Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) genap berusia 24 tahun. Selama lebih dari dua dekade, Komnas Perempuan dengan konsisten menyuarakan hak perempuan untuk lepas dari segala bentuk kekerasan. Dalam rangka merayakan hari jadi yang ke-24 tersebut, Rabu (26/10) dan Kamis (27/10) Komnas Perempuan mengadakan Diskusi Terbatas Pandangan Mengenai Pelaksanaan UU No. 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Rangkaian acara dengan tema “Jelang Seperempat Abad Komnas Perempuan Menata Langkah, Meneguhkan Karya” diselenggarakan secara tatap muka di hari pertama, dan gabungan tatap muka dan online di hari kedua. Pada hari pertama, setelah acara dibuka oleh pembawa acara, sambutan diberikan oleh Olivia Chadidjah Salampessy selaku Komisioner Komnas Perempuan. Menurut Olivia, disahkannya Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) merupakan hasil kerja keras Komnas Perempuan dan berbagai pihak lainnya. Sebagai wujud syukur sekaligus perayaan ulang tahun yang ke-24, diskusi terbatas yang diselenggarakan selama dua hari tersebut diharapkan dapat menghimpun ide dan masukkan untuk mendukung percepatan implementasi UU TPKS. Pengesahan 5 Peraturan Pemerintah (PP) dan 5 Peraturan Presiden (Perpres) oleh 5 lembaga pemrakarsa menjadi cita-cita yang diekspektasikan bisa didorong oleh hasil diskusi. Selain itu, hasil diskusi akan disosialisasi ke stakeholder serta digunakan sebagai masukkan dalam menghadapi tantangan pencegahan dan penghapusan kekerasan seksual (KS) terhadap perempuan.
Setelah sambutan oleh Olivia, acara dilanjutkan dengan perkenalan diri para peserta diskusi yang kemudian diteruskan dengan pemaparan capaian Komnas Perempuan dalam pelaksanaan UU TPKS. Siti Aminah Tardi, biasa dipanggil Ami, selaku Komisioner Komnas Perempuan menjadi pemapar sesi tersebut. Hal pertama yang dipaparkannya adalah pengingat mengenai 6 elemen yang menjadi agenda utama UU TPKS. Keenam elemen tersebut adalah pencegahan, sembilan bentuk tindak pidana kekerasan seksual, sanksi pidana, hukum acara pidana, hak korban, dan pemantauan. Menurut Ami, selama prosesnya Rancangan UU TPKS mengalami pembaruan ketika banyak kasus KS secara siber. Sebelum tahun 2021, pelanggaran tersebut dianggap kekerasan nonfisik akibat jumlahnya yang belum semarak sekarang. Tujuan Komnas Perempuan dalam menggalang PP dan Perpres adalah tunduknya hukum acara pada UU TPKS. Karena selama ini kasus KS selalu menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Selain itu, advokasi dan pengawasan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) juga harus dilakukan secara konsisten. Ami melanjutkan pemaparannya dengan keinginan Komnas Perempuan dalam memantau implementasi peraturan-peraturan yang mendukung UU TPKS. Sayangnya, pengawas eksternal yang dipilih oleh pemerintah adalah Lembaga Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Hambatan berikutnya yang disampaikan oleh Ami adalah penegak hukum yang tidak mumpuni. Kurangnya kemampuan pihak kepolisian dalam merespons dan menangani laporan korban KS membuat pemenuhan hak korban terhambat. Jika tahapan di pihak kepolisian tidak berkembang, maka kasus KS yang dilaporkan tidak bisa bisa diteruskan ke pengadilan. Saat ini Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) sedang membuat aturan penyelidikan dan penyidikan yang lebih ramah isu KS dan korban perempuan. Tujuannya untuk menghindari perlakuan yang serupa antara perempuan dan laki-laki yang berurusan dengan hukum. Sehingga penanganan kasus KS dan kejahatan lain yang dialami oleh perempuan dapat menggunakan pendekatan yang tepat. Selain itu, menurut Ami Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sudah mengirimkan perintah implementasi UU TPKS pada kasus KS setelah pengesahannya bulan April 2022 lalu. Sayangnya sosialisasi tersebut belum didampingi dengan adanya pakar yang bisa menjustifikasi keterangan pihak-pihak yang terlibat kasus KS. Kekerasan Siber Berbasis Gender (KSBG), misalnya, masih diarahkan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo). Hal tersebut dikarenakan pakar yang memahami UU TPKS dan implementasinya masih jarang. Sebagai penutup pemaparannya, Ami mempersilakan perayaan hari jadi Komnas Perempuan yang ke-24 untuk dinikmati oleh semua orang. Akan tetapi, harus diingat bahwa untuk mewujudkan implementasi UU TPKS yang ideal masih dibutuhkan konsolidasi, kerja keras, dan partisipasi semua pihak. Acara kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok yang dipandu oleh Veryanto Sitohang (Sekretaris Jenderal Komnas Perempuan) dan Maria Ulfah Anshot (Komisioner Komnas Perempuan). Diskusi yang terbagi dalam dua topik, yaitu Legislasi dan Litigasi, melahirkan beberapa input untuk diimplementasikan Komnas Perempuan selama mengawal penerapan UU TPKS. Beberapa di antaranya adalah pertimbangan untuk menyesuaikan dan menegaskan peraturan daerah yang cenderung menggunakan aturan adat atau agama dalam menyelesaikan kasus KS. Hal ini memerlukan adanya pendekatan sosial budaya yang tepat. Selain itu, petunjuk pelaksanaan juga diperlukan oleh penegak hukum dalam memenuhi hak korban dan menghukum pelaku kasus KS. Komnas Perempuan juga diimbau untuk tidak menunggu pelaporan saja. Konsolidasi dengan forum pengada layanan, komunitas, atau instansi lain juga perlu dilakukan. Dengan implementasi ide-ide yang disampaikan selama diskusi, diharapkan Komnas Perempuan dalam mengawal penerapan UU TPKS dan pengesahan peraturan-peraturan pendamping lainnya. Rangkaian acara dilanjutkan di hari kedua. Andy Yentriyani, selaku Ketua Komnas Perempuan, memberi sambutan dengan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah meluangkan waktu untuk mendukung Komnas Perempuan selama 24 tahun terakhir. Ia memaparkan, saat ini laporan kekerasan terhadap perempuan meningkat jumlahnya. Di satu sisi, Andy kecewa dengan maraknya pelanggaran hak asasi perempuan tersebut. Akan tetapi, ia juga merasa bangga atas banyaknya perempuan korban kekerasan yang berani melapor sehingga dapat menuntut hak mereka. Maka salah satu upaya yang harus dilakukan oleh Komnas Perempuan adalah meningkatkan sistem pelaporan. Sayangnya, sumber daya manusia dan dana yang dimiliki terbatas. Namun hal tersebut tidak menurunkan semangat Komnas Perempuan dalam membela hak perempuan korban kekerasan di Indonesia. Acara dilanjutkan dengan ucapan selamat ulang tahun dari beberapa pihak yang telah mendukung kerja-kerja Komnas Perempuan. Yang pertama adalah ucapan dari drs. Ahmad Taufan Damanik, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Memberikan ucapan selamat secara online dari Papua, Ahmad Taufan menghimbau Komnas Perempuan untuk selalu bekerja bersama-sama dengan seluruh elemen masyarakat. Walaupun sudah banyak regulasi, kekerasan dan peminggiran terhadap perempuan masih marak terjadi. Sebagai contoh, Ahmad Taufan bercerita sedikit tentang kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditemuinya di Papua. Ia kemudian menutup ucapan selamatnya dengan berterima kasih kepada Komnas Perempuan yang sudah menjadi rekannya yang setia selama bekerja di Komnas HAM. Dr. Susanto, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), memberikan ucapan selamat ulang tahun yang berikutnya melalui aplikasi Zoom. Menurutnya, masih banyak kejahatan dan trafficking yang dialami oleh anak-anak. Selain itu, penanganan masih sulit karena terkadang prosesnya dihadapi oleh korporasi dan pihak-pihak yang lemah perspektif gendernya. Susanto berharap, di usia yang ke-24, Komnas Perempuan selalu semangat dalam menjalin kerja sama dengan KPAI untuk membela hak perempuan dan anak. Ia juga melihat adanya peluang UU TPKS dalam mengatasi isu rehabilitas perempuan korban yang selama ini tidak tuntas. Menurutnya, Komnas Perempuan pasti bisa menjadi garda terdepan perlindungan perempuan dari segala bentuk kekerasan. Berikutnya, Riaz Muzaffar, mewakili Komunitas Baha’i, menyampaikan ucapan selamat kepada Komnas Perempuan secara langsung di lokasi acara. Riaz memuji komitmen Komnas Perempuan dalam upaya merangkul masyarakat dan komunitas agama yang beragam. Menurutnya, perjalanan Komnas Perempuan masih jauh. Akan tetapi, ia menganalogikan kinerja-kinerja selama 24 tahun terakhir seperti benih yang akan tumbuh secara perlahan. Riaz juga menyuarakan semangat untuk mengubah sistem dan kebiasaan sosial yang patriarki. Ia mengakhiri ucapannya dengan harapan Komnas Perempuan selalu semangat bekerja untuk masa depan, di mana keadilan gender dapat terwujudkan. Ferry Wira Padang dari Forum Pengada Layanan (FPL) memberikan ucapan selamat ulang tahun yang berikutnya secara dalam jaringan (daring). Ia sangat menghargai kerja sama yang selama ini dibina FPL dengan Komnas Perempuan. Apabila Komnas Perempuan mendapat mandat untuk melaksanakan tugas-tugasnya, maka FPL berperan sebagai sahabat dalam bergerak bersama. Menurut Ferry, kerja yang selama ini dijalani memang tidak mudah. Namun, ia menyaksikan sendiri bagaimana Komnas Perempuan selalu teguh dalam memastikan perjuangan hak-hak perempuan. Harapannya, Komnas Perempuan dan FPL dapat melanjutkan kerja keras bersama terutama dalam memastikan implementasi UU TPKS dan aturan-aturan hukum turunan lainnya. Ucapan daring yang terakhir datang dari Ninuk M. Pambudy, mewakili jurnalis Indonesia. Bagi Ninuk, usia 24 tahun belum cukup panjang untuk memperjuangkan hak-hak perempuan. Selain itu, perubahan zaman patut diperhatikan dalam upaya-upaya yang dilakukan Komnas Perempuan selama ini. Perubahan geopolitik dan pengaruh pandemi COVID-19, misalnya, memiliki dampak negatif yang cukup berat bagi perempuan. Beban lainnya adalah mensosialisasikan UU TPKS dengan tepat. Selain itu, penyebaran wawasan mengenai tugas dan fungsi Komnas Perempuan juga perlu dilakukan. Hal tersebut dikarenakan masih banyak pihak masyarakat yang belum memahami kinerja dari Komnas Perempuan. Perayaan hari jadi yang ke-24 ini dilanjutkan dengan pemutaran video profil pejuang-pejuang perempuan pembela HAM di Indonesia. Sebelum video tersebut diputar, Olivia Chadidjah Salampessy berpesan bahwa sebenarnya persembahan ini masih sangat terbatas untuk menghadirkan dan mengapresiasi perempuan pejuang HAM. Namun, ia berharap perjuangan para perempuan pembela HAM dapat menginspirasi banyak pihak untuk menjalin simpul-simpul perjuangan lainnya. Profil pejuang-pejuang perempuan pembela HAM yang ditampilkan adalah Marsinah, Ita Martadinata, Mardiyem, Ade Rostina Sitompul, Lily Zakiyah Munir, Theresia Yuliwati Sitanggang, Zahra Andi Baso, Yanti Muchtar, Olga Hamadi, Siti Latifah Herawati Diah, Mientje Roembiak, Yu Patmi, Tapi Imas Ihromi Simatupang, Cut Risma Aini, Sri Sulistyawati, Abina Wasanggai, Erna Mahuse, Luki Paramitha, Christina Sumarmiyati, Lily Dorianthy Purba, Den Upa Rombelayuk, Yusan Yeblo, Nurhidayah Arsyad, Estu Fanani, Ratih Purwarini, Rosniati, Eustochia Monika Nata, Toeti Heraty Noerhadi, Siti Kholifah Hasan, Emmy Hafild, Dyah Bintarini, Ruyati Darwin, dan Elly Sri Rejeki. Sebelum acara ditutup dengan diskusi, terdapat ucapan selamat terakhir oleh Jaleswari Pramodhawardhani, selaku Deputi V Bidang Kajian dan Pengelola Isu Politik dan HAM Kantor Presiden Republik Indonesia yang kemudian ditanggapi oleh I Gusti Ayu Bintang Darmawati selaku Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Secara daring, Jaleswari mengucapkan selamat kepada Komnas Perempuan atas keberhasilannya dalam merekomendasikan hukum yang ramah korban serta restorative justice yang kini sudah disampaikan langsung kepada presiden Joko Widodo. Menurutnya, Komnas Perempuan juga telah menunjukkan capaian yang baik dalam melaksanakan pengawasan serta menyampaikan evaluasi untuk meningkatkan kinerja pemerintah. Melanjutkan pemberian apresiasi, Menteri PPPA,I Gusti Ayu Bintang, yang biasa disapa Bintang, sangat mendukung kinerja Komnas Perempuan dalam memenuhi hak-hak perempuan di Indonesia. Menurutnya, dalam mewujudkan negara dan masyarakat yang merdeka, pemenuhan HAM adalah kuncinya. Sangat disayangkan belum semua kekerasan terhadap perempuan dapat ditangani maupun ditanggapi. Sehingga, negara hadir melalui Komnas Perempuan di dalam menangani masalah tersebut. Bintang juga menghimbau konsistensi pengawalan implementasi UU TPKS yang selama ini sudah dilakukan oleh Komnas Perempuan. Menurutnya, Komnas Perempuan telah menunjukkan bagaimana bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang membela HAM dan mempromosikan kesetaraan laki-laki dan perempuan. Peringatan hari jadi Komnas Perempuan yang ke-24 ini lalu dilanjutkan dengan diskusi yang menghasilkan beberapa masukan untuk kinerja Komnas Perempuan. Hal pertama yang dipaparkan sebagai hasil diskusi adalah perlunya sosialisasi yang tepat untuk memberikan pemahaman kepada publik tentang perbedaan fungsi Komnas Perempuan, Komnas HAM, dan lembaga pembela HAM lainnya. Lalu, serupa dengan hasil diskusi di hari pertama, terdapat himbauan agar Komnas Perempuan mau memperluas jejaring dan berkonsolidasi dengan mitra lainnya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Beberapa contoh mitra adalah institusi keagamaan dan pendidikan. Komnas Perempuan juga harus memahami pengaruh yang dimilikinya melalui media. Hal ini berkesinambungan dengan potensi perubahan sosial yang dapat dilakukan Komnas Perempuan. Reformasi mekanisme pemantauan, seperti Catatan Tahunan (Catahu), juga perlu dilakukan. Hal ini disebabkan sudah ada mitra Komnas Perempuan lainnya yang turut mengeluarkan laporan setiap tahunnya. Sehingga Komnas Perempuan cukup melakukan konsolidasi dan meningkatkan pendampingan di lapangan. Terakhir, Komnas Perempuan diimbau untuk memperkuat kelembagaannya agar tidak dipandang sebelah mata oleh kementerian atau pelaksana pemerintahan lainnya. (Retno Daru Dewi G. S. Putri) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |