Pada Jumat (16/09) yang lalu, Yayasan Jurnal Perempuan menyelenggarakan Pendidikan Publik Jurnal Perempuan (JP) 112 sekaligus peluncuran JP edisi 112 yaitu “Pengetahuan Feminis Indonesia: Refleksi, Aksi, dan Praxis”. Pendidikan Publik ini menghadirkan tiga pembicara yang juga menulis dalam JP 112 yaitu Ikhaputri Widiantini (Departemen Filsafat, Universitas Indonesia), Musdah Mulia (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah), dan Abby Gina Boang Manalu (Direktur Eksekutif Yayasan Jurnal Perempuan), serta dimoderatori oleh Retno Daru Dewi G. S. Putri (Redaksi Jurnal Perempuan). Pendidikan Publik ini dibuka oleh Abby Gina Boang Manalu yang menjelaskan bahwa JP 112 adalah edisi yang spesial karena terbit di bulan Agustus 2022 yang bertepatan dengan 26 tahun usia Jurnal Perempuan. Selain membahas pengetahuan feminisme secara luas di Indonesia, tetapi edisi 112 ini juga secara khusus merefleksikan kerja-kerja Jurnal Perempuan, pemikir, dan aktivis feminisme untuk membangun pengetahuan feminis di Indonesia. JP 112 berisi 7 tulisan akademik yang terdiri atas enam tulisan Topik Empu, satu riset oleh JP, satu wawancara, satu kata makna, satu profil, satu resensi buku, dan dua rubrik budaya.
Pidato sambutan selanjutnya oleh Indah Susanti (Country Program Manager Australian Volunteers Program), yang menjelaskan dukungan Australian Volunteers untuk Jurnal Perempuan selama ini. Indah Susanti memaknai JP 112 sebagai representasi perempuan Indonesia.Topik utama JP 112 menampilkan sejarah feminisme dari filsuf Indonesia dan perkembangan gerakan feminisme dalam berbagai dinamika yang jarang dibahas sebelumnya. Menurutnya, feminisme memiliki peranan dalam mengkritisi ketidakadilan sosial dan gender, sehingga penting untuk inklusivitas feminisme untuk semua orang. Ikhaputri Widiantini sebagai narasumber pertama mempresentasikan tulisannya yaitu Pemberontakan Filsafat Feminis: Sebuah Penerapan Pedagogi Feminis dalam Kelas Filsafat. Tulisan ini berusaha mempertanyakan sistem pendidikan perempuan berbasis feminisme yang banyak menemukan dalam pedagogi feminis. Menurutnya pedagogi feminis sebenarnya mudah dilakukan tetapi kita sudah terbiasa dengan pola pikir yang maskulin. Tulisan Ikhaputri dimulai dari hal-hal yang terjadi di ruang kelas dan ia berusaha menerapkan pedagogi feminis di dalam kelas filsafat. Pemberontakan filsafat feminis dalam tulisan ini berusaha mendobrak nuansa misoginis yang kebanyakan hanya mengenalkan filsuf-filsuf laki-laki. Hal ini membatasi kesempatan bagi filsuf perempuan untuk dikenal lebih luas, bahkan filsafat populer memiliki kecenderungan meminggirkan perempuan. Secara afirmatif, Ikhaputri memperkenalkan filsuf-filsuf perempuan dan pemikiran mereka di dalam kelas filsafat, sehingga filsuf-filsuf tidak hanya didominasi oleh laki-laki tapi juga memberikan kredit pada filsuf-filsuf perempuan. Bagi Ikhaputri, filsafat seharusnya memberikan ruang atas keragaman pengetahuan dan pengalaman, termasuk untuk perempuan. Sehingga kita membutuhkan nilai feminisme dalam mengembangkan inklusivitas filsafat, sehingga tidak lagi terjebak dalam maskulinitas pemikiran yang didominasi oleh laki-laki dan kulit putih—yang membuat filsafat menjadi tidak interseksional. Pedagogi feminis yang digunakannya mengambil konsep bell hooks, yang mengangkat tentang proses pembelajaran di kelas dengan menawarkan evaluasi strategi dan teknik pendidikan untuk mencapai tujuan-tujuan dan nilai-nilai feminis. Pemaparan kedua disampaikan oleh Musdah Mulia dengan judul tulisannya Feminisme Islam di Indonesia: Refleksi, Aksi, dan Praxis. Ketika berbicara tentang feminisme Islam, akan ada pertanyaan, “Mengapa perlu feminisme Islam?”. Feminisme seringkali dianggap kebarat-baratan, tidak islami, dan lainnya. Feminisme Islam diperlukan untuk mewujudkan akhlak karimah, mewujudkan keadilan dan kemaslahatan bagi semua, serta mewujudkan Islam rahmatan lil alamin—rahmat untuk alam semesta—agar berkontribusi bagi kemajuan peradaban dunia. Moralitas adalah tujuan akhir dalam Islam dengan memiliki akhlak karimah. Manusia harus mampu meninggalkan hal-hal yang keji dan tidak terpuji. Mereka yang melakukan KDRT, melakukan kekerasan seksual, melakukan tindakan diskriminatif berdasarkan gender, eksploitatif, maka tidak disebut akhlak karimah. Feminisme Islam membangun keadilan bagi seluruh gender dan manusia, tidak hanya perempuan. Feminisme Islam harus melakukan tindakan-tindakan yang membawa kemaslahatan termasuk pada alam semesta, agar tidak terjadi eksploitasi bahkan pada alam semesta. Maka penting feminisme Islam berkontribusi dalam peradaban dunia dalam pengetahuan yang berupa aksi dan praxis. Namun, pada kenyataannya dalam masyarakat akan selalu ada kesalahpahaman terhadap feminisme, yang berbentuk penolakan, perlawanan, cibiran, hingga kemunduran. Tidak sedikit umat Islam yang keliru memaknai feminisme seperti anggapan bahwa feminisme adalah gerakan yang sengaja diciptakan untuk merusak akidah umat Islam, Westernisasi, melawan kodrat, memusuhi laki-laki, sebagai pemberontakan perempuan terhadap kewajiban rumah tangga, dan gerakan penolakan terhadap Islam dan pelaksanaan syariah. Abby Gina Boang Manalu sebagai narasumber ketiga menjelaskan penelitiannya bersama Iqraa Runi Aprilia yang bertajuk Kontribusi dan Dilema Pendanaan Organisasi Feminis untuk Pengetahuan dan Praxis Feminis. Tema ini diangkat sebagai refleksi kerja-kerja Jurnal Perempuan selama 26 tahun ini. Lembaga donor atau mitra pembangunan berkontribusi besar dalam mendukung pendanaan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Indonesia, dalam melakukan agenda-agenda feminis. Penelitian ini bertujuan untuk menggali masalah yang dihadapi lembaga donor dan lembaga intermediary yang berdampak pada minimnya pendanaan bagi OMS feminis. Agenda-agenda feminis ini berupaya agar perempuan di seluruh dunia mendapatkan hak-hak dasarnya, diakui haknya sebagai warga negara dan masyarakat, sehingga setiap orang dapat berpartisipasi secara penuh dalam masyarakat. Agenda-agenda feminis global membutuhkan pihak-pihak untuk mentranslasikan dan mengimplementasikan, terutama OMS sebagai aktor kunci yang terlibat dalam tingkat lokal, nasional, dan global. Menurut Organization for Economic Cooperation and Development (2016), ada 4 alasan pentingnya mendukung OMS feminis, yaitu organisasi tersebut adalah aktor yang secara aktif mendesak perubahan untuk memastikan kebijakan feminis, OMS terlibat dalam perubahan norma dan praxis sosial, OMS melakukan pendampingan dan kajian terkait kondisi kelompok yang diadvokasinya, serta OMS memiliki daya untuk merespon balik upaya untuk menggagagalkan agenda keadilan gender dan kelompok minoritas di berbagai tingkatan. Sayangnya, gerakan feminis dan advokasi feminis masih menghadapi stigma, yaitu dianggap sebagai gerakan yang menyesatkan, dianggap antek barat, dan lainnya.Salah satu kerja OMS adalah melawan pihak-pihak yang berusaha mencerabut perempuan dan kelompok minoritas dari hak-haknya. Butuh strategi dalam agenda-agenda feminis untuk memastikan pendanaan feminis terus berlansung, karena kata feminis sendiri tidak disukai sehingga menghadapi kendala-kendala untuk mendapatkan dukungan. Pendidikan Publik JP 112 menjadi wadah untuk membumikan tulisan-tulisan dalam JP 112 kepada masyarakat banyak. Harapannya, kegiatan seperti ini dapat semakin mendistribusikan wacana feminis bagi masyarakat awam. Sehingga, tujuan JP dalam mengangkat pengetahuan feminis Indonesia dapat terlaksana dengan baik. (Wanda Roxanne Ratu Pricillia). Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |