Pendidikan Publik 116: Membangun Perspektif Baru tentang Kerja Perawatan untuk Keadilan Gender2/2/2024
Bekerja sama dengan International Labour Organization (ILO), Yayasan Jurnal Perempuan menyelenggarakan “Pendidikan Publik 116: Kerja dan Ekonomi Perawatan” pada tanggal 31 Januari 2024 yang dilakukan secara daring via Zoom dan YouTube. Kegiatan ini dibuka oleh Abby Gina Boang Manalu selaku Direktur Eksekutif Yayasan Jurnal Perempuan dan Early Dewi Nuriana yang merupakan National Project Officer of HIV/AIDS and Care Economy dari ILO. Dalam kegiatan ini, juga dilakukan peluncuran Jurnal Perempuan edisi 116 dengan tajuk yang sama dan diseminasi diskursus mengenai keadilan dalam kerja dan ekonomi perawatan. Hadir juga dalam kegiatan ini empat pemateri yang memaparkan paparannya melalui kerangka 5R ILO, yaitu pengakuan (recognition), pengurangan (reduction), pembagian (redistribution), perwakilan (representation), dan penghargaan (reward) terhadap kerja perawatan. Para pemateri dalam kegiatan ini adalah Abby Gina, Early Dewi Nuriana, Didit Saleh (Deputy Program Director Trade Union Rights Centre—TURC), dan Resmi Setia Milawati (Senior Social Insurance for Employment Specialist di TNP2K). Dalam sambutannya, Abby Gina menyampaikan bahwa kerja perawatan, baik berbayar maupun tidak berbayar, penting untuk menunjang kerja produksi. Akan tetapi, saat ini investasi terhadap kerja perawatan belum mencukupi, padahal investasi ini menjadi kunci untuk mengurai kesenjangan gender, meningkatkan partisipasi tenaga kerja perempuan, dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih layak. Jurnal Perempuan 116 mengurai kerja reproduksi sosial dan perawatan yang menggunakan pendekatan feminis, sehingga cara-cara mengatasi ketimpangannya dapat lebih substantif. Pendidikan publik ini merupakan bagian dari diseminasi Jurnal Perempuan 116 dan mengajak semua pihak untuk berkontribusi terhadap kerja-kerja perawatan yang inklusif, adil, dan berkelanjutan. Early Dewi Nuriana, dalam sambutannya, mengemukakan hal serupa. Kegiatan ini penting untuk merespons kerja-kerja perawatan, sehingga diperlukannya dukungan dari segi kebijakan maupun layanan. Ia menyebutkan bahwa angka ketenagakerjaan, meskipun ada pertumbuhan yang positif, masih menjadi tantangan karena angka pengangguran yang masih tinggi. Terutama pada perempuan, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) masih berkisar di angka 54 persen. Oleh karena itu, ekonomi perawatan perlu turut menjadi perhatian, agar terjadinya kesetaraan dan transformasi gender baik di tingkat individu/keluarga, tempat kerja, hingga negara. Hal ini dikonfirmasi melalui sebuah video yang ditayangkan oleh Jurnal Perempuan, di mana perempuan menggunakan waktu 4,1 kali lebih banyak dibandingkan laki-laki untuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Jika tidak dikenali dan direspons, kerja-kerja perawatan akan menjadi hambatan terbesar bagi perempuan untuk memiliki pekerjaan dan karier yang baik. Early melanjutkan melalui paparannya, bahwa kerja perawatan atau care work adalah kegiatan memproduksi layanan dan barang untuk pemenuhan kesejahteraan fisik, psikologis, sosial individu agar mereka dapat optimum, berkemampuan, aman, dan nyaman. Kerja perawatan memiliki nilai produktif dan kontribusi pada negara. Akan tetapi, norma sosial terhadap pembagian kerja gender dari kerja perawatan tak berbayar masih cukup kuat. Dalam sebuah survey yang dilakukan oleh Katadata Insight Center, masih terdapat pandangan bahwa melakukan pekerjaan perawatan adalah tanggung jawab utama perempuan. ILO memperkenalkan kerangan 5R untuk memastikan kerja perawatan dapat direspons dan didukung. Melalui recognize, reduce, dan redistribute, ada beberapa praktik yang dapat dilakukan, misalnya, memberikan perlindungan maternitas, memberikan cuti ayah, cuti orang tua, kebijakan lain terkait perawatan, layanan daycare, hingga layanan perawatan lansia dan anak/orang dengan kebutuhan khusus. Untuk represent dan reward, penting untuk adanya dialog untuk mencapai kesepakatan, juga penghargaan atau apresiasi atas kerja-kerja perawatan yang dilakukan. Paparan selanjutnya disampaikan oleh Didit Saleh dari TURC. Melalui presentasinya yang berjudul Minimnya Dukungan Industri dan Negara: Kerja Perawatan pada Perempuan Pekerja Pabrik dan Rumahan, ia menekankan bahwa ruang produksi dan ruang reproduksi sosial saling terhubung. Pada perempuan pekerja pabrik yang menjadi subjek penelitiannya, tidak sedikit yang menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga. Namun, mereka juga masih dibebankan pengasuhan anak, kerja rumah tangga, bahkan merawat orang tua. Terutama pada situasi pandemi COVID-19, kerentanan mereka semakin berlapis karena upah yang menurun, dan beban kerja perawatan yang meningkat karena harus mendampingi anak mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ). Karena model hierarki kerja dan beban produksi, pekerja pabrik kerap kesulitan untuk meminta izin untuk mengurus anak atau keluarga. Pada perempuan pekerja rumah tangga, tantangannya lebih pada belum adanya pengakuan pemerintah atas pekerja perempuan berbasis rumahan, yang berdampak terhadap minimnya pemenuhan hak-hak mereka, termasuk tidak tersedianya fasilitas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), upah rendah, dan kondisi kerja yang tidak layak. Resmi Setia Milawati melanjutkan paparan dengan tema lain yang juga sama pentingnya, yaitu menjamin cuti maternitas melalui program jaminan sosial ketenagakerjaan. Perlindungan maternitas melalui pemberian jaminan pendapatan dan cuti dapat berdampak secara signifikan, seperti meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dan meningkatkan partisipasi kerja perempuan, terutama bagi mereka yang memiliki anak usia 0-2 tahun. Ia juga memaparkan bahwa TPAK perempuan, meski mengalami peningkatan, masih jauh lebih rendah dibandingkan TPAK laki-laki. Selain itu, ketimpangan gender dalam partisipasi kerja melebar pada masa reproduksi. Resmi juga mengatakan bahwa jaminan sosial ketenagakerjaan memiliki manfaat yang cukup beragam dalam memberikan perlindungan bagi pekerja dan keluarganya. Namun, hal ini masih perlu dirancang agar lebih responsif gender dengan memerhatikan risiko dan kerentanan perempuan, salah satunya dengan penambahan perlindungan cuti maternitas. Strategi lain yang direkomendasikan adalah mendorong tanggung jawab kolektif dalam pelaksanaan hak cuti maternitas melalui pembiayaan bersama antara pemberi kerja, pekerja, dan pemerintah. Paparan terakhir disampaikan oleh Abby Gina yang menyampaikan hasil penelitiannya mengenai redistribusi kerja perawatan dalam perspektif feminisme. Perempuan kerap mengalami dilema karena kerja perawatan hampir selalu dilekatkan pada mereka, sehingga mereka sering kali harus memilih antara karier atau tanggung jawab perawatan keluarga. Kebijakan afirmatif yang ramah keluarga dimaksudkan untuk mendukung para pekerja perempuan dan laki-laki untuk menyeimbangkan kerja dan tanggung jawab perawatan. Namun, kebijakan afirmasi juga harus diperhatikan karena rentan menciptakan beban baru bagi perempuan.
Abby Gina mencontohkannya melalui Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA). Meskipun RUU ini mengupayakan untuk memperpanjang cuti maternitas hingga 6 bulan dan memperjuangkan cuti ayah, paradigma yang digunakan masih tradisional karena melekatkan kerja pengasuhan pada ibu. Pandangan ini menimbulkan dikte negara pada perempuan dengan melanggengkan nilai-nilai femininitas tradisional. Oleh karena itu, untuk mendukung perubahan yang bermakna, diperlukannya konstruksi maskulinitas baru. Salah satu hal penting adalah adanya laki-laki yang meredefinisi makna maskulinitas dan fatherhood, dengan pembagian kerja perawatan yang lebih egaliter. Penting pula pengakuan dan penghargaan atas kerja perawatan, dan pentingnya pengurangan dan redistribusi kerja perawatan dari perempuan kepada laki-laki. Bentuk pengakuan tersebut bisa melalui kebijakan dan program dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Pada kesimpulannya, diskusi ini menekankan bahwa, untuk menghasilkan keadilan dalam kerja, redistribusi kerja perawatan perlu dilakukan secara egaliter. Hal ini dimungkinkan dengan mengintegrasikan kebijakan yang sensitif gender, perubahan praktik di institusi pemberi kerja, dan perubahan pandangan dan praktik di tingkat individu. (Fadilla D. Putri) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |