Kehadiran Artificial Intelligence (AI) menjadi topik utama diskusi yang diselenggarakan oleh SAFEnet dengan tajuk “Dampak Kecerdasan Buatan terhadap Hak Asasi Manusia”. Diskusi ini diselenggarakan secara terbatas dalam format tatap muka, pada Kamis (21/9/2023), lalu. Dalam kegiatan ini, kaitan antara AI dengan Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi sorotan utama. Pasalnya, dalam berbagai perbincangan terkait AI di masyarakat, yang utama dibahas adalah kaitan AI dengan ekonomi. Sebagai panel diskusi, hadir Ayu Purwarianti (Ketua Pusat AI Institut Teknologi Bandung—ITB), Yudhistira Nugraha (Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Smart City Jakarta), dan Luky Djani (Chief Executive Officer (CEO) Pemilu.AI). Sebagai pembuka, Anton dari SAFEnet menjabarkan ide utama penyelenggaraan diskusi. Menurutnya, respons Indonesia terhadap AI yang masih menunjukkan beragam reaksi, tetapi masih sedikit yang menyinggung kaitan AI dengan HAM. Sebab itu, penting bagi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) untuk mengampanyekan relasi antara kedua hal tersebut pada masyarakat.
Membuka sesi materi, Ayu Purwarianti menjabarkan dasar-dasar AI kepada peserta. Ketua Pusat AI ITB ini menekankan meluasnya persebaran AI ke berbagai sektor teknologi, termasuk sosial media. Menanggapi ketakutan masyarakat akan tergantinya manusia oleh AI, Ayu mengimbau untuk tidak perlu khawatir, sebab AI tidak meniru cara kerja otak manusia melainkan melakukan perhitungan rasional dengan dasar algoritma. Menurut Ayu, masalah utama lainnta adalah dependensi negara berkembang atas AI impor dari negara maju. Hal ini juga dikuatkan dengan anggapan bahwa negara yang mampu menguasai AI bisa menguasai dunia. Dengan persaingan yang semakin ketat ini, perkembangan AI tidak bisa ditunda atau dilambatkan. Terutama juga karena AI menekan biaya produksi dan memaksimalkan hasil produksi. Pun begitu, AI juga memiliki sisi negatif. Selain dampaknya pada industri, AI juga masih sangat bias dan diskriminatif. Karena dibangun dari data-data pengguna, maka AI secara tidak langsung mereplikasi perilaku pengguna. Ketika para pengguna masih memberikan data yang bias dan diskriminatif, terutama dari segi gender dan ras, maka AI pun mereplikasi perilaku tersebut. Permasalahan ini menjadi salah satu masalah yang disoroti oleh komunitas pengembang AI global. Mengenai ketergantungan pada data, Yudhistira Nugraha selaku Kepala UPT Smart City Jakarta menyetujui paparan Ayu. “AI is nothing without data,” ujarnya. Kemajuan bagi data sains membuat kemajuan AI turut melambung pesat. Pesatnya perkembangan tersebut juga dikarenakan kegunaannya dalam dunia fisik dan siber. Berbagai inovasi teknologi kini sangat bergantung pada AI, tukas Yudhistira. Karena eratnya AI dengan data, di masa kini perlindungan data menjadi sangat penting. Setiap negara idealnya memasukkan perlindungan data dan privasi masyarakatnya sebagai agenda penting. Dalam kasus-kasus kesetaraan gender, contohnya, pelanggaran privasi dapat memicu produksi konten seksual nonkonsensual yang diproses dengan AI. AI juga belum akurat, oleh karena manusia sebagai operator masih sangat dibutuhkan. AI juga tidak bisa memproduksi wisdom atau kebijaksanaan, sehingga manusia berkewajiban sebagai subjek yang menjaminnya. Menutup paparan materi, Luky Djani selaku CEO Pemilu.Ai turut membagikan pandangannya. Menurutnya, dalam Pemilu 2024 yang akan datang, AI dapat berperan besar. Selain sebagai alat untuk mengolah data, AI juga dapat digunakan untuk berkampanye. Pemilu.Ai yang ia pimpin juga menyediakan otomasi AI untuk menjalankan kampanye, termasuk menyiapkan materi kampanye. Di tengah bangkitnya politik populis di berbagai negara di dunia, Luky menganggap AI dapat menjadi solusi yang mudah dan efektif untuk mencegah surutnya demokrasi. Salah satu caranya adalah dengan membangun AI yang memiliki tujuan meningkatkan keterbukaan publik dan demokrasi di masa kampanye. Menurutnya, ini dapat menekan angka de-demokrasi atau penyusutan demokrasi di berbagai belahan dunia. Tidak bisa dipungkiri, meskipun menjadi penemuan yang sangat inovatif, AI tetaplah mesin. Ia tidak bisa bergerak sebebas manusia. Sehingga, terutama dalam konteks kesetaraan gender dan demokrasi, kehadiran manusia dan data yang tepat sangat diperlukan. Demikian AI tidak hanya mereplikasi masyarakat, tapi dapat membantu membangun masyarakat menjadi lebih berkeadilan. (Nada Salsabila) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |