Menyingkap Ketimpangan Gender di Tempat Kerja: Peran Perusahaan dalam Mewujudkan Kesetaraan7/3/2024
Selasa (6/3/2024) Magdalene.co, media daring yang mengangkat isu perempuan dengan perspektif gender, bersama Unilever Indonesia menyelenggarakan diskusi publik bertajuk “Invest in Women, Invest in All: How Gender Equality Benefits Everyone” berlokasi di KALA di Kalijaga, Jakarta Selatan. Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret di setiap tahunnya, diskusi ini mengundang empat tokoh pembicara, seperti Dwi Yuliawati Faiz (Head of Programmes UN Women Indonesia), Willy Saelan (Direktur Human Resources Unilever Indonesia), Zelda Lupsita (Program Manager IBCWE), dan Wawan Suwandi (Koordinator Nasional Aliansi Laki-laki Baru) untuk mengupas isu kesetaraan gender di tempat kerja. Pada konteks global, isu kesetaraan gender di tempat kerja masih menjadi hal yang signifikan untuk diperjuangkan. Dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) pun, salah satu pijakan utamanya adalah terealisasinya visi kesetaraan bagi semua individu tanpa memandang gender. Namun, budaya patriarki yang mengakar pada struktur sosial dan merajut ke dalam jaringan pemikiran, norma, bahkan kerangka kebijakan, menjadi batu penghalang terhadap pemenuhan tujuan-tujuan tersebut.
Dalam diskusi, Zelda Lupsita (Program Manager IBCWE) mencatat bagaimana norma-norma sosial yang masih kuat dalam masyarakat, seperti keyakinan bahwa laki-laki harus menjadi pencari nafkah utama dan memegang peran kepemimpinan di perusahaan, tetap bertahan di Indonesia. Survei ILO mengenai posisi manajerial perempuan di 416 perusahaan Indonesia telah menunjukkan bahwa perempuan hanya menduduki 61% dari manajer pengawas, 70% dari manajer menengah, 49% dari manajer senior, dan 22% dari posisi eksekutif puncak. Lebih dari separuh perusahaan pun dilaporkan hanya memiliki di bawah 10% eksekutif perempuan. Dwi Yuliawati Faiz (Head of Programmes UN Women Indonesia) menekankan pemberian akses yang setara bagi perempuan dan laki-laki dalam memegang peran kunci di perusahaan tidak akan hanya meningkatkan peluang mereka dalam pengembangan karier dan kesejahteraan ekonomi, tetapi juga memperkaya keragaman pandangan dalam proses pengambilan keputusan. Dengan melibatkan beragam perspektif dan pengalaman, perusahaan pun dapat menghadapi tantangan dengan sudut pandang yang lebih luas dan inovatif. Unilever Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang telah memiliki rekam jejak dalam mengupayakan kesetaraan gender bagi para pekerjanya. Salah satu hal yang terus mereka internalisasikan pada setiap managernya adalah komitmen untuk terus memastikan bahwa suatu kebijakan tidak memuat bias tak sadar (unconscious bias) mengenai stereotipe gender. Di samping itu, Willy Saelan (Direktur Human Resources Unilever Indonesia) turut menambahkan bahwa hingga saat ini Unilever telah melakukan berbagai upaya untuk menciptakan kebijakan yang sensitif gender, seperti fasilitas daycare, ruang laktasi, hak cuti melahirkan selama empat bulan bagi ibu, cuti bagi ayah (paternity leave), dan sistem pembagian kerja bagi ibu yang mengurus anak. Pada sisi lainnya, keterlibatan laki-laki dalam mendorong kesetaraan gender di tempat kerja juga menjadi sorotan. Wawan Suwandi (Koordinator Nasional Aliansi Laki-laki Baru) menggarisbawahi bahwa untuk mencapai tujuan kesetaraan gender, laki-laki perlu terlibat sebagai sekutu yang aktif dan berperan dalam memperjuangkan perubahan. Dirinya menyatakan bahwa mulai dari usia dini, penting untuk memperkenalkan laki-laki pada tugas-tugas seperti mengasuh adik-adik, memasak, dan mencuci piring. Ketika mereka memasuki tahap kehidupan pernikahan dan mulai menanggung tanggung jawab di ranah domestik, penting memberikan ruang bagi mereka untuk belajar dan tumbuh dalam peran ini. Jika mereka diejek atau dipermalukan karena langkah-langkah awalnya, risiko besar mereka akan kembali ke norma-norma gender tradisional. “Ketika laki-laki mau memulai berbagi beban domestik, itu sesungguhnya tidak akan merusak harga diri mereka. Namun, ini justru cerminan kasih sayang mereka kepada keluarganya,” tegas Wawan. Upaya untuk memperluas akses dan kesempatan bagi perempuan dalam mencapai kesetaraan gender di tempat kerja bukanlah hal yang tidak memiliki tantangan. Meskipun langkah-langkah telah diambil untuk mencapai tujuan ini, hambatan struktural dan normatif masih menjadi hal yang signifikan dalam perjalanannya. Pada satu sisi, data menunjukkan bahwa representasi perempuan dalam posisi manajerial masih relatif rendah, mencerminkan kesenjangan yang perlu diatasi. Namun, di sisi lain, norma-norma sosial yang memperkuat peran tradisional laki-laki dan perempuan tetap menjadi faktor yang berpengaruh. Dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi kita untuk mengakui bahwa mengatasi ketimpangan gender bukan hanya masalah kesetaraan dalam angka, tetapi juga tentang memastikan bahwa perspektif dan kebutuhan perempuan diakui dan diwakili dengan tepat dalam pengambilan keputusan strategis. Hanya dengan mengatasi hambatan-hambatan ini secara komprehensif, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan berdaya saing bagi semua individu. (Ni Putu Putri Wahyu Cahyani) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |