Kabar baik bagi perjuangan pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Pada selasa (18/1) lalu, akhirnya pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), RUU TPKS resmi diajukan sebagai RUU Inisiatif. Rapat ini dipimpin langsung oleh Puan Maharani, selaku Ketua DPR RI. Keputusan ini diambil setelah sembilan Fraksi menyatakan pandangannya terhadap RUU TPKS. Hasilnya, delapan Fraksi menyetujui pengundangan RUU tersebut, sementara satu Fraksi—yaitu Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)—menolak pengundangan. Sidang kali ini dihadiri oleh 305 dari 575 anggota dewan. Terdapat 77 anggota dewan hadir secara fisik dan 190 anggota dewan hadir secara virtual. Dengan demikian, jumlah kehadiran tersebut sudah mencapai kuorum, yaitu dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah anggota. Berdasarkan hasil pemungutan suara, mayoritas anggota dewan yang hadir menghendaki pengundangan RUU TPKS. Sehingga keputusan tersebut menjadi sah.
RUU TPKS, yang merupakan revisi dari RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), sudah digagas sejak tahun 2016. Namun, jalannya selalu terjegal oleh kurangnya dukungan dewan. Salah satu hal yang menghambat adalah tiadanya pasal yang meregulasikan zina atau tindakan seksual konsensual di luar ikatan pernikahan. Sementara itu, dukungan terhadap RUU TPKS datang dari masyarakat sipil. Meningkatnya kasus kekerasan seksual selama beberapa tahun terakhir juga menegaskan pentingnya RUU ini agar segera disahkan. Pada rapat tempo hari, hanya Fraksi PKS yang menolak RUU TPKS. Menurut pemaparan juru bicara Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati, penolakan tersebut didasarkan pada kurang komprehensifnya kriteria tindak pidana kesusilaan, yang masih berkutat pada masalah tidak dimasukkannya zina ke dalam draf rancangan aturan hukum tersebut. “RUU TPKS ini tidak memasukan secara komprehensif seluruh tindak pidana kesusilaan yang meliputi kekerasan seksual, perzinaan, dan penyimpangan seksual yang menurut kami menjadi esensi penting dalam pencegahan dan perlindungan dari kekerasan seksual,” ujar Mufida. Untuk selanjutnya, pembahasan lebih lanjut akan dikembalikan pada Badan Legislatif DPR RI—yang juga menjadi badan yang menyusun draf RUU TPKS. RUU penting ini sempat gagal dibahas di Rapat Paripurna DPR RI pada akhir 2021 lalu dengan alasan pembahasan sudah melewati tenggat yang diberikan. Namun, DPR RI berjanji akan segera mengesahkan RUU tersebut pada awal tahun 2022. (Nada Salsabila) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |