Pada Selasa (2/4/2024) lalu, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyelenggarakan kegiatan tahunan yaitu “Laporan Pelaksanaan Tugas 2023 dan Konsultasi Publik Tahun 2024: Menyiapkan Langkah ke Depan”. Acara ini diselenggarakan secara bauran dari kantor Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, dan disiarkan via Zoom serta Youtube. Tahun 2023, yang merupakan tahun dimana Komnas Perempuan menginjak usia 25 tahun, dimanfaatkan semaksimal mungkin sebagai tahun refleksi dengan meninjau ulang rencana kerja dan menyiapkan langkah advokasi anti kekerasan terhadap perempuan selanjutnya. Kegiatan ini dimoderatori oleh Sonya Hellen (Jurnalis Kompas), dan diisi oleh Andy Yentriani (Komisioner Komnas Perempuan), Ratna Susianawati (Deputi Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak–KPPPA), dan anggota Komisi III DPR RI sebagai penanggap umum. Berbagai tokoh nasional juga menjadi panelis dalam sesi konsultasi publik tematik.
Andy Yentriyani menjelaskan bahwa tahun 2023 merupakan tahun perjuangan yang penuh dengan peluang, tetapi juga sekaligus tantangan dalam mencegah dan menangani kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dan pemajuan hak-hak perempuan. Secara umum, terdapat tiga peluang utama yang dioptimalkan Komnas Perempuan pada tahun 2023. Pertama adalah peluang percepatan penguatan infrastruktur penanganan kekerasan terhadap perempuan dan pencegahannya. Komnas Perempuan memprioritaskan dukungan untuk merumuskan aturan pelaksana dari Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Hal tersebut diupayakan dengan kerja sama konsorsium dengan LBH APIK Jakarta dan Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera. Peluang kedua adalah peluang yang diciptakan secara kolektif, dengan menghubungkan ruang advokasi lokal, nasional, dan internasional. Misalnya, melalui percepatan penyikapan kebijakan diskriminatif setelah Universal Periodic Review 2022, khususnya dari KPPPA dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Ketiga, terkait dengan mekanisme nonyudisial untuk pelanggaran HAM masa lalu. Pada tahun 2023, sebanyak 2.213 dari 3.303 kasus kekerasan berbasis gender (KBG) atau 67% dari total yang diadukan, telah disikapi oleh Komnas Perempuan dalam berbagai model penyikapan. Berbagai macam upaya telah dilakukan sebagai tindakan antisipasi angka pelaporan yang meningkat. Tindakan antisipasi juga dilakukan sebagai pencegahan agar terciptanya kondisi kondusif, sebagai penopang upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, selaras dengan tujuan Komnas Perempuan. Dari kegiatan tersebut diatas, Komnas Perempuan juga telah mencetak beberapa pencapaian. Pertama, peningkatan 41,55% donasi pundi perempuan dan penyaluran dana tersebut ke delapan lembaga pengada layanan. Kedua, peningkatan penilaian kinerja akumulatif Komnas Perempuan. Ketiga, terdapat 1.076 permohonan informasi publik, yang terdiri dari 513 permohonan wawancara, 313 pohon narasumber atau penanggap, dan 250 permohonan wawancara penelitian. Keempat, tiga dokumentasi data tahunan, termasuk laporan Kajian 21 Tahun Catatan Tahunan. Kelima, tujuh laporan pemantauan, tiga di antaranya adalah terkait konflik sumber daya alam. Keenam, 14 dari 27 rekomendasi telah ditindaklanjuti oleh pihak terkait. Ketujuh, tujuh laporan advokasi internasional. Kedelapan, tercatat sebanyak 98 rilis dan 5.928 pemberitaan merujuk pada Komnas Perempuan. Sampai dengan laporan ini dituliskan, ada dua Peraturan Presiden (Perpres) yang perlu Komnas Perempuan tindak lanjuti bersama, yaitu Perpres No. 9 Tahun 2024 mengenai penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual dan Perpres No. 20 Tahun 2024 mengenai tata kerja Kepolisian Republik Indonesia. Perpres tersebut diharapkan dapat memberikan penguatan unit pelayanan bagi perempuan dan anak pada lembaga Kepolisian yang kemudian menjadi kunci penanganan yang lebih optimal. Komnas Perempuan menyadari masih ada hal yang harus dilanjutkan dalam advokasi, di luar dari dua Perpres tersebut. Terutama untuk memberikan keleluasaan bagi Komnas Perempuan bekerja, mengingat kompleksitas kekerasan terhadap perempuan dan kebutuhan penanganan yang lebih multidimensional dalam rentang geografis Indonesia. Ratna Susianawati dari KPPPA menyampaikan pentingnya sinergi pentahelix dalam menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Selain dari apresiasinya untuk Komnas Perempuan, ia juga menyampaikan, “Kerja-kerja pentahelix bukan hanya tugas pemerintah, namun juga tugas dunia usaha, perguruan tinggi, media, dan tentunya partisipasi elemen masyarakat menjadi pilar penting dalam pencapaian isu-isu nasional terutama di dalam pemajuan isu-isu perempuan saat ini,” tukasnya. Lebih lanjut, menurut Ratna Susianawati, terdapat catatan-catatan penting yang menjadi sorotan dalam laporan 2024, yaitu mengenai percepatan infrastruktur, terutama untuk penanganan kekerasan seksual. Kinerja Komnas Perempuan sudah sepatutnya memberikan efek dorongan dalam implementasi UU TPKS yang inklusif dan berkeadilan. Kolaborasi-kolaborasi dari setiap elemen masyarakat pada akhirnya, seperti yang dikatakan Ratna Susianawati, mendorong percepatan pencapaian isu. Dalam mengupayakan sesuatu yang besar, dibutuhkan tenaga yang besar dari komunitas yang besar pula. Kolaborasi dan solidaritas setiap masyarakat sangat dibutuhkan demi menciptakan ruang aman untuk semua orang. (Dwi Rizky) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |