Kajian Komnas Perempuan tentang Dampak Kebijakan PSBB terhadap Hak Konstitusional Perempuan11/12/2020
Kamis, 10 Desember 2020, sebagai bagian dari rangkaian kampanye 16 Hari Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan, Komnas Perempuan meluncurkan hasil kajian mereka mengenai implementasi kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan dampaknya terhadap hak konstitusional perempuan. Dalam kata sambutannya, Andy Yentriyani - Ketua Komnas Perempuan bahwa diseminasi kajian ini merupakan bagian dari pemenuhan HAM Perempuan. Menurut Andy pandemi Covid-19 memberikan dampak tidak proporsional bagi perempuan dan kelompok marginal lainnya. Menurut Andy, kajian ini penting karena menjadikan pengalaman konkret perempuan sebagai basis rekomendasi Komnas Perempuan kepada pemerintah. Di dalam hasil kajian ini disajikan berbagai persoalan yang dihadapi perempuan selama pandemi, dan juga bentuk-bentuk resiliensi kelompok perempuan merespons situasi sulit. Di dalam acara peluncuran ini, Allaster Cox - Kuasa Usaha Kedutaan Besar Australia, turut memberikan pidato pembukaan. Cox menyatakan bahwa dampak Covid-19 tidak bersifat netral gender. Cox menjelaskan bahwa pandemi ini memberikan dampak yang berbeda terhadap laki-laki dan perempuan, misalnya perempuan menjadi lebih rentan tertular Covid-19 karena kerja-kerja mereka terkait perawatan; meningkatnya kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan semasa pandemi dalam kondisi PSBB. Dalam bidang sosial, ekonomi dan keamanan pun dampak Covid-19 dirasakan lebih buruk oleh perempuan dan anak perempuan. Sebelum Covid-19 terjadi, menurut Cox, ketidakadilan gender telah terjadi. Namun pandemi ini memperburuk ketimpangan gender yang terjadi di masyarakat. Slamet Soedarsono - Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan Bappenas, memberikan pidato kunci. Dalam pidatonya Soedarsono memberikan apresiasi terhadap kerja Komnas Perempuan untuk menghasilkan kajian ini. Menurut Soedarsono, paparan data dalam kajian ini penting untuk mendorong hadirnya kebijakan-kebijakan berbasis bukti dan pengalaman baik yang telah ada. Soedarsono menjelaskan bahwa pemerintah telah menerbitkan sejumlah kebijakan, protokol, dan layanan guna memastikan terpenuhinya HAM Perempuan dan Anak perempuan. Menurutnya, Pengarusutamaan Gender penting dan telah diaplikasikan untuk meningkatkan kesetaraan gender di Indonesia. Dalam Peluncuran Hasil Kajian Implementasi Kebijakan PSBB tersebut, Maria Ulfah- Komisioner Komnas Perempuan, dan Dati Fatimah - Konsultan AIPJ2; memaparkan temuan-temuan kunci dari Kajian Implementasi Kebijakan PSBB serta Dampaknya Pada Hak Konstitusional Perempuan. Maria menyebutkan temuan praktik-praktik baik yang telah dilakukan oleh kementerian dan lembaga untuk perlindungan perempuan, kelompok rentan dan kelompok marginal. Namun ia menekankan pentingnya memastikan bahwa di masa mendatang seluruh kebijakan terkait Covid-19 akan menjamin terpenuhinya hak-hak konstitusional perempuan seperti: hak bebas dari diskriminasi dalam kaitannya terhadap kekerasan basis gender dan beban ganda; hak atas layanan kesehatan; hak atas pelayanan jaminan sosial; hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak; hak komunikasi; serta hak atas rasa aman. Maria menunjukkan sejumlah tantangan utama yang dihadapi perempuan semasa pandemi, baik di bidang ekonomi, hak kesehatan reproduksi, keamanan dan akses terhadap jaminan sosial. Dalam aspek ekonomi, guncangan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi berimplikasi pada kesempatan kerja perempuan, meningkatnya risiko PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) bagi perempuan, penurunan kesejahteraan pekerja perempuan, dan penurunan produktivitas kerja perempuan (yang disebabkan oleh beban ganda). Dalam kaitannya dengan hak reproduksi, menurut Maria, persoalan utama yang hadir di permukaan di antaranya adalah: sulitnya akses perempuan terhadap layanan kontrasepsi, kehamilan tidak dikehendaki, dan peningkatan perkawinan anak. Sedangkan dalam kaitannya dengan hak konstitusional mengenai akses jaminan sosial, kajian ini menemukan tantangan perempuan dan kelompok marginal, seperti trans-puan dan difabel, dalam mengakses program jaminan sosial. Dati Fatimah memaparkan sejumlah resiliensi perempuan di masa pandemi Covid-19, seperti aksi kolektif yang dilakukan perempuan di berbagai wilayah. Narasi resilensi menggarisbawahi 4 temuan resiliensi yaitu; aksi kolektif dari lembaga pengada layanan di masa pandemi di Palu dan Ambon yang berstrategi mengombinasikan layanan luring dan daring dalam menangani kasus korban kekerasan; ekonomi berbagi di masa pandemi yang dilakukan oleh kelompok EMPU, gerakan ini membangun bisnis berkeadilan (wira usaha sosial) yang memberdayakan komunitas pamong jamu dan komunitas fesyen; gerakan dapur umum yang memberikan makanan bagi kelompok informal sebagai kelompok yang sangat terdampak Covid-19; dan yang terakhir gerakan organisasi keagamaan dan lintas iman yang menumbuhkan dan mempraktikkan solidaritas tidak hanya bagi umat tetapi solidaritas bagi kemanusiaan. Peluncuran dan diseminasi hasil kajian Komnas Perempuan ini bermuara pada rekomendasi jangka pendek, menengah dan jangka panjang untuk merespons pandemi Covid-19 secara lebih holistik dan integratif. Rekomendasi jangka pendek kajian ini adalah desakan kepada negara untuk meredam dampak dengan skema afirmasi. Sedangkan untuk rekomendasi jangka menengah, Komnas Perempuan menghimbau negara untuk mengembangkan kapasitas adaptasi dalam transisi ke pemulihan pandemi yang menekankan sumber daya komunitas. Dalam tahapan transisi pemulihan ini perlu dipastikan bahwa perempuan dan kelompok marginal dapat mengakses berbagai kebijakan, program dan layanan publik. Terakhir, untuk rekomendasi jangka panjang, Komnas Perempuan meminta agar program pemulihan Covid-19, aspek-aspek transformasi yang berkeadilan terlaksana. Yaitu, upaya untuk mendorong perubahan relasi kuasa. (Abby Gina) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |