Selasa (20/2/2024), Knowledge Partnership Platform of Australia-Indonesia (KONEKSI) menyelenggarakan kegiatan yang bertajuk “Connect #2 Breaking Barriers: Women's Leadership in Science and Research”. Selain memperkuat relasi dan pertukaran ilmu pengetahuan antara Indonesia dan Australia, kegiatan yang diadakan secara daring dan luring ini juga menjembatani peringatan Hari Perempuan dan Anak Perempuan Internasional dalam Sains pada 11 Februari lalu. Dimoderatori oleh Dr. Angie Bexley (Kepala Bagian Teknis Pengiriman, Kemitraan, dan GEDSI KONEKSI), kegiatan ini memberikan kesempatan bagi para ahli dan praktisi Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) perempuan untuk membagikan pengalaman dan pengetahuannya. Mereka terdiri dari Cindy Priadi (Lektor Kepala Teknik Sipil dan Lingkungan, UI), Dr. Janin Bredehoeft (CEO SAGE), Prof. Corina D. Riantoputra Ph.D., psikolog (Guru Besar Fakultas Psikologi, UI), dan Ir. Suharti, M.A., Ph.D (Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi). Kegiatan ini dibuka oleh Madeleine Moss (Penasihat Menteri untuk Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Kedutaan Besar Australia Jakarta). Melalui sambutannya, ia menyampaikan bahwa Connect #2 merupakan upaya mempromosikan akses penuh dan kesetaraan bagi perempuan dan anak perempuan untuk berpartisipasi mendorong perkembangan sains.
“Perempuan-perempuan Indonesia dan Australia sama-sama menghadapi tantangan dan hambatan ketika bergerak dalam sains dan teknologi. Melalui kegiatan ini, harapannya kita dapat berbagi ilmu mengenai langkah-langkah untuk mengatasi hal tersebut,” ungkapnya. Steve Scott (Wakil Kepala Misi Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia) juga turut mendukung kegiatan ini melalui sambutannya yang menegaskan bahwa keterlibatan perempuan pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi akan memengaruhi perkembangan ekonomi. Moderator memantik diskusi dengan membicarakan perihal hambatan struktural pada masyarakat yang memengaruhi kerja-kerja perempuan dalam STEM. Kehidupan perempuan begitu berkelindan dengan ekspektasi sosial yang besar untuk ranah-ranah domestik sehingga ketika berkecimpung dalam dunia profesional, mereka tidak dapat terlepas dari kerja-kerja merawat suami ataupun anak-anaknya. Cindy Priadi menyatakan bahwa dukungan keluarga merupakan salah satu poin penting yang melancarkan perjalanan karier ataupun studinya pada bidang teknik. Selain itu, upaya perusahaan untuk memberikan jam kerja yang fleksibel bagi perempuan merupakan hal yang patut diapresiasi karena para ibu akhirnya memiliki waktu untuk merawat anak mereka. Dukungan seperti ini nantinya akan membuka lebih banyak pintu untuk partisipasi perempuan dalam STEM. Dalam konteks Australia, Dr. Janin Bredehoeft menyoroti bagaimana hambatan-hambatan struktural itu diatasi menggunakan program kebijakan. Australia sendiri telah mulai mendukung fleksibilitas waktu kerja dan memahami tantangan yang dialami oleh para pekerjanya, khususnya perempuan. Langkah-langkah telah diambil, seperti memberikan opsi bekerja dari jarak jauh, untuk mengurangi kesulitan yang dihadapi, misalnya dalam menjemput anak-anak pulang dari sekolah. Sementara itu, Corina D. Riantoputra melalui risetnya menunjukkan bahwa karakter seorang pemimpin perempuan di masa depan sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tua yang merawatnya. Menurut Corina, apabila perempuan diperlakukan sebagai the other atau yang liyan dalam kesehariannya, mereka tidak akan maksimal dalam mengaktualisasikan diri pada dunia kerja termasuk di bidang sains dan teknologi. Selain itu, ketika telah masuk ke dunia kerja, Corina mengingatkan pentingnya nilai gotong-royong untuk diimplementasikan pada konteks ini. Pasangan suami istri harus dapat bergotong-royong dalam mengerjakan pekerjaan domestik sehingga beban-beban itu tidak hanya dialami oleh perempuan. Pembicara terakhir, Suharti, menyoroti bahwa meskipun keikutsertaan perempuan dalam lapangan kerja STEM di Indonesia mengalami peningkatan, tetapi kesenjangan antara pekerja laki-laki dan perempuan masih ada. Untuk mengatasi hal ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah melakukan berbagai upaya. Salah satunya melalui penyesuaian kurikulum pendidikan. Menurutnya, kesetaraan gender menjadi salah satu materi yang diberikan kepada siswa sejak sekolah dasar dan buku-buku pelajaran pun disesuaikan agar tidak menampilkan bias gender. Selain itu, Kementerian juga memberikan beasiswa dengan harapan dapat mendorong anak perempuan untuk melanjutkan pendidikan tinggi, khususnya dalam bidang sains dan teknologi. Upaya-upaya ini diharapkan dapat membantu mengurangi kesenjangan gender pada bidang kerja STEM di masa depan. Rangkaian diskusi yang terjalin menegaskan bahwa mendorong perempuan dalam mengaktualisasikan diri pada bidang sains dan teknologi membutuhkan upaya kolaborasi lintas sektor baik itu dari pemerintah, lembaga pendidikan, maupun swasta. Representasi perempuan yang kuat dalam STEM akan membawa keberagaman sudut pandang yang penting untuk menghasilkan inovasi-inovasi inklusif dan kebermanfaatan bagi semua pihak. Perempuan dan laki-laki sama-sama insan manusia yang bermakna dan memiliki potensi besar. Oleh karena itu, kesempatan untuk berkontribusi dalam dunia STEM atau kehidupan secara keseluruhan harus diberikan secara setara kepada keduanya. (Ni Putu Putri Wahyu Cahyani) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |