Minggu, 6 Agustus 2017 bertempat di Gedung Tjipta Niaga, Kawasan Kota Tua Jakarta, diskusi The Future is Feminist yang merupakan salah satu rangkaian acara dari The 4th Asean Literary Festival menghadirkan Clara Chow dari Singapura, Tra Nguyen dari Vietnam, dan Alanda Kariza dari Indonesia sebagai narasumber. Ketiganya adalah para penulis perempuan yang menyuarakan feminisme melalui tulisan-tulisannya. Mereka bertiga dianggap sebagai penulis perempuan yang hebat karena bisa menginspirasi perempuan-perempuan di negaranya untuk menyadarkan akan pentingnya keadilan dan kesetaraan perempuan melalui buku dan tulisan-tulisan mereka. Dipandu oleh Kate Walton sebagai moderator, acara diskusi ini sungguh menarik untuk diikuti karena melihat feminisme sebagai sebuah keniscayaan keadaan di masa depan dari perspektif penulis perempuan dari berbagai negara. Diskusi dimulai dengan pemaparan ketiga narasumber tentang persoalan dan keadaan perempuan di negara mereka masing-masing. Clara memaparkan bahwa di Singapura perempuan sudah mulai menguasai posisi-posisi strategis di dunia politik maupun ekonomi. Hal ini terbukti dengan majunya seorang perempuan keturunan Malaysia sebagai salah satu kandidat terkuat untuk pemilihan Presiden Singapura pada bulan September mendatang. Clara merasa sangat optimis bahwa Singapura bisa mengejar ketertinggalan kesetaraan gender yang selama ini terjadi di sana. Tidak begitu jauh berbeda, Tra menjelaskan bahwa ia cukup optimis dengan perjuangan kesetaraan perempuan di negaranya. Bagi Tra, para perempuan di sana berjuang sangat keras untuk mendapatkan hak-haknya. Tra melihat bahwa kesetaraan untuk perempuan di Vietnam masih akan bernuansakan ideologi sosialisme, namun bagi Tra hal ini bukanlah masalah karena ia optimis negaranya akan membawa kesetaraan untuk perempuan. Alanda kemudian membagi pendapatnya tentang masa depan feminisme di Indonesia yang menurutnya masih banyak dilema di dalamnya, terutama dilema yang menimpa perempuan itu sendiri. Bagi Alanda perempuan Indonesia sering kali ragu atas keputusan-keputusan yang akan mereka ambil menyangkut masa depan mereka. Hal ini menurut Alanda dikarenakan Indonesia kekurangan tokoh panutan (role model) perempuan hebat yang bisa dijadikan contoh untuk kesuksesan mereka. Alanda menyebut baru beberapa tahun belakangan ini saja kita punya sosok menteri perempuan yang begitu hebat dalam kepemimpinannya seperti Sri Mulyani dan Susi Pudjiastuti. Jika ketiga narasumber sepakat bahwa feminisme adalah sebuah keniscayaan di masa depan maka pertanyaan intinya adalah bagaimana menerapkan nilai-nilai dan semangat feminisme di dalam kehidupan mulai dari sekarang? Alanda berpendapat bahwa semangat feminisme bisa dimulai dari diri kita sendiri. Setiap orang harus percaya bahwa perempuan dan laki-laki adalah setara pada hakikatnya. Yang harus dilakukan kemudian adalah dengan menumbuhkan kepercayaan bahwa perempuan mempunyai kemampuan dan aksesibilitas untuk melakukan apapun yang mereka inginkan selama pilihan tersebut dilakukan secara sadar. Clara kemudian menambahkan bahwa salah satu tantangan masyarakat saat ini untuk menegakkan kesetaraan dan keadilan untuk perempuan adalah persoalan internalized sexism yang sering kali tidak disadari oleh orang-orang atau bahkan dari kalangan feminis sendiri, seperti terbiasa mengasosiasikan warna atau mainan tertentu kepada anak-anak. Clara percaya mengajarkan feminisme sedari dini kepada anak-anak adalah cara paling mujarab untuk mencapai keadilan dan kesetaraan untuk perempuan di masa depan. Tentu hal yang dilakukan harus dimulai dengan hal-hal yang halus, seperti mulai mengajarkan anak-anak untuk bebas memilih mainan, warna dan teman tanpa ada batasan apapun, karena dari sinilah akar-akar seksisme bisa dicabut. Clara kemudian membayangkan feminisme di masa depan adalah feminisme yang sangat genderless dalam pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan bahkan, ia membayangkan mungkin di masa depan laki-laki bisa mengandung dan melahirkan dengan kecanggihan teknologi yang ada. Tra kemudian menyampaikan perspektifnya tentang bagaimana cara paling efektif untuk menumbuhkan semangat feminisme di masyarakat. Baginya, suara dan pendapat seseorang harus dihargai terlepas dari siapapun yang menyampaikan karena baginya, feminisme di masa depan tidak akan berjalan tanpa adanya rasa percaya dan sikap saling menghargai di antara masyarakatnya. Persoalan yang disampaikan Tra sangat masuk akal karena perempuan sering kali dilihat sebagai individu liyan yang terpisah dari masyarakat secara general. Perempuan harus terus diperbolehkan untuk menyuarakan pendapat dan suaranya agar feminisme di masa depan dapat benar-benar terwujud. Oleh karena itu, seberat apapun perjuangan yang harus dilakukan untuk menuju masyarakat feminis merupakan tanggung jawab kita semua tanpa terkecuali agar benar-benar bisa mewujudkan kesetaraan dan keadilan untuk perempuan di seluruh dunia tanpa terkecuali dan masa depan adalah feminis bukanlah harapan utopis belaka. (Naufaludin Ismail) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |