Feminisme untuk Semua Orang: Meneguhkan Ruang Inklusif bagi Perempuan dan Kelompok Difabel19/8/2022
Perempuan dan kelompok difabel sudah seharusnya mendapatkan kesempatan yang sama di setiap lini kehidupan. Namun faktanya, dua kelompok minoritas tersebut harus menelan pengalaman diskriminatif karena masih minimnya tindakan afirmatif. Permasalahan inilah yang diketengahkan oleh P3D (Pemberdayaan Perempuan dan Penyandang Disabilitas) dalam webinar P3D Carnival “Pemberdayaan Perempuan dan Disabilitas” pada Minggu (14/8) lalu. Kegiatan ini merupakan bagian dari agenda tahunan “P3D Carnival” oleh P3D dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (BEM FTP UB). P3D Carnival tahun ini mengangkat tema “To Infinity and Beyond: Opportunity to Everyone”. Pada sesi pertama, acara yang dimoderatori oleh Fahilda Zulfa (Staff unit P3D) ini dihadiri oleh Retno Daru Dewi G. S. Putri (Redaksi Yayasan Jurnal Perempuan) sebagai narasumber. Acara ini dibuka dengan kata sambutan dari Dimas Maulana Yusuf (Presiden BEM FTP UB) dan dilanjutkan oleh Illsyifa Nur Amalia (Unit P3D). Pemaparan materi oleh Retno Daru, yang biasa disapa Daru, berjudul “Kesetaraan Gender dan Feminisme: Kesempatan, dan keadilan bagi Semua”.
Bagi Daru, pemahaman pertama yang harus dimiliki adalah pengetahuan seputar konsep gender. Hal ini untuk menghindari kesalahpahaman yang seringkali menyamakan antara konsep gender dan jenis kelamin, sehingga menimbulkan problem diskriminasi berbasis gender. Beberapa jenis gender yang diterangkan oleh Daru adalah cisgender, non-binary, transgender, queer, dan contoh 5 gender di suku Bugis; Makkunrai, Oronai, Calalai, Calabai, dan Bissu. Kelima gender ini ditegaskan oleh Daru sebagai bukti adanya rekognisi gender yang lebih inklusif telah lampau terjadi dalam praktik masyarakat di Indonesia. Problem diskriminasi berbasis gender menjadi salah satu isu pokok yang diperjuangkan oleh feminisme. Daru mengajak seluruh peserta diskusi untuk keluar dari cara pandang kebencian dalam melihat gerakan feminisme. Pasalnya cara pandang yang menyebut kelompok feminis sebagai anti laki-laki jelas tidak memahami feminisme sebagai sebuah ide dan gerakan yang pada prinsipnya memperjuangkan kesetaraan bagi semua manusia. Buktinya sudah jelas dalam sejarah empat gelombang feminisme yang dipaparkan oleh Daru. Bukan hanya penegakan hak serta keadilan bagi kelompok perempuan dan laki-laki saja, namun juga minoritas gender, kelompok perempuan kulit hitam, bahkan hak alam turut diperjuangkan oleh feminisme. Daru juga mencontohkan dengan pemikiran feminis di Indonesia yang diwakili oleh R.A. Kartini, Siti Rohana, Maria Ulfah Soebadio, serta tokoh-tokoh pasca reformasi seperti Gadis Arivia dan Saras Dewi. Melalui pemahaman feminisme bagi semua orang, Daru menjelaskan nilai keadilan sebagai kesetaraan kesempatan atau opportunities for all. Sayangnya, dalam mendapatkan kesetaraan kesempatan, perempuan terlebih lagi kelompok difabel menghadapi berbagai hambatan. Bagi perempuan, sebagai kelompok minoritas gender, akan menghadapi norma sosial yang patriarki. Tekanan diskriminasi yang lebih besar juga menimpa kelompok minoritas agama seperti sunda wiwitan, minoritas etnis seperti Tionghoa dan warga Papua, serta kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, dan Queer (LGBTQ). Nilai patriarkisme dalam masyarakat, pengetahuan, serta praktik pewacanaan yang masih bias inilah yang menutup kesempatan inklusif bagi kelompok-kelompok di atas. Beberapa Riset diacu oleh Daru untuk menerangkan problem diksriminasi, misalnya Jurnal Perempuan (JP) edisi 95 Perempuan Nelayan yang memperlihatkan perempuan nelayan masih sulit mendapat pengakuan; JP edisi 109 Kekerasan Seksual dan Ketimpangan Gender menjelaskan kekerasan seksual yang banyak dialami perempuan dan berdampak lebih parah bagi kelompok difabel, bersumber dari penyalahgunaan kekuasaan; serta JP 110 Perempuan dan Inisiatif Keadilan yang memperlihatkan banyak transpuan meninggal selama pandemi COVID-19 karena tidak mendapat bantuan sosial. Melalui pelbagai permasalahan di atas, Daru dengan jelas menyerukan perlunya tindakan afirmatif (affirmative action) sebagai solusi. Tindakan afirmatif ini diperlukan untuk membangun ruang inklusif. Daru mencontohkan dengan ruang inklusif fisik seperti toilet, trotoar, dan ruang menyusui yang masih tidak sensitif mengakomodasi perempuan dan penyandang disabilitas. Selain itu terdapat juga ruang inklusif non-fisik seperti keterwakilan perempuan dan kelompok marjinal dalam aktivitas bermasyarakat, serta hukum yang setara kuatnya untuk semua orang. Pertanyaan selanjutnya yang seringkali muncul adalah bagaimana memulai sebuah perubahan? Daru secara bertahap menjawab dengan memulai pada upaya edukasi diri. Dengan memahami diri sendiri, seseorang akan tergerak untuk memahami orang lain. Dalam fenomena ketimpangan gender misalnya, laki-laki bisa menginterupsi pemahaman bahwa pekerjaan domestik tidak hanya diperuntukkan kepada perempuan. Melalui praktik keseharian sederhana dari keluarga, kemudian mengembangkan dalam peer group, dan lingkungan sekitar. Daru juga menjelaskan pentingnya suatu kesempatan yang setara bagi perempuan dan kelompok marjinal lainnya. Menurutnya ruang inklusif akan menyokong perbaikan kondisi finansial keluarga. Perempuan akan mampu mengakses kerja dengan setara dan aman jika pembagian kerja termasuk juga pengasuhan dan pekerjaan domestik tidak dibebankan semata kepada perempuan. Dampak positif seperti terbangunnya ekosistem yang inklusif, memberikan hak setara bagi difabel, serta perbaikan kondisi kesehatan ibu dan bayi juga sesuai dengan cita-cita SDGs (Sustainable Development Goals) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ruang inklusif bagi perempuan dan kelompok marjinal lainnya mendesak untuk diwujudkan. Pemahaman ini sudah seharusnya mampu ditegakkan dalam implementasi kebijakan di Indonesia. Selain itu, memberikan ruang inklusif juga mengartikan kesalingan dalam nilai kemanusiaan. Bahwa seluruh individu, tanpa terkecuali, memiliki hak yang setara untuk mengakses kesempatan dan mendapatkan keadilan. (Seli Muna Ardiani) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |