Mungkin hampir semua anak muda yang menggunakan internet saat ini pernah mendengar istilah feminisme. Namun, tidak semuanya sungguh-sungguh memahami apa itu feminisme. Lebih sedikit lagi yang memahami bagaimana feminisme bekerja dalam upaya meraih keadilan. Pada Hari Perempuan Internasional beberapa waktu lalu, Retno Daru Dewi G. S. P., selaku redaksi Jurnal Perempuan, berbagi pengetahuan tentang bagaimana mahasiswa dapat memberdayakan perempuan dan kelompok rentan melalui tulisan akademis berperspektif feminis dalam kegiatan For Peace Class yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Mahasiswa dan Keperempuanan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Acara ini diselenggarakan secara baruan pada Jumat (17/3/2023) lalu melalui Zoom Meeting. Pertama-tama, Daru menjelaskan bahwa tulisan yang kuat dapat memantik pergerakan dan perubahan. Ia memberikan contoh unggahan media sosial yang dapat menginspirasi untuk kebaikan, di tengah narasi-narasi negatif di berbagai platform. Kemudian Daru menjelaskan feminisme sebagai “paham yang memperjuangkan kesetaraan hak di antara semua orang”, tidak hanya di antara perempuan dan laki-laki. Ia memperkenalkan empat gelombang feminisme yang dimulai di Inggris dan kemudian mengglobal, juga gerakan-gerakan kesetaraan gagasan perempuan di negara lain yang tidak melabeli diri sebagai feminisme. Misalnya, Di Indonesia sendiri kita punya Kongres Perempuan Pertama yang memperjuangkan hak-hak perempuan. Meskipun tidak menggunakan label feminisme, gerakan-gerakan seperti itu menurut Daru sejalan dengan teori feminisme yang berkembang.
Daru mengingatkan peserta mengenai slogan Hari Perempuan Internasional tahun ini, yaitu #EmbraceEquity. Ia mengingatkan bahwa equality tidak sama dengan equity. Bahwa berbeda dengan equality yang mengasumsikan kebutuhan semua orang sama, konsep equity menyadari bahwa kebutuhan individu berbeda-beda dan harus dipenuhi (kebutuhan perempuan, laki-laki, anak, dan penyandang disabilitas berbeda). Daru mencontohkan soal pengaruh ketiadaan pembalut gratis, bagaimana mahasiswi yang tiba-tiba menstruasi harus pergi jauh mencari pembalut, pengalaman ini tidak pernah dialami mahasiswa laki-laki. Contoh lainnya adalah kesulitan bagi para penyandang disabilitas jika akses belajarnya tidak dipenuhi, seperti tidak adanya jalur kursi roda yang memadai dan juru bahasa isyarat untuk individu tuli. Pemahaman tentang perbedaan pengalaman dan kebutuhan ini merupakan salah satu dasar yang Daru sampaikan agar peserta memahami pentingnya penelitian berperspektif feminis. Lalu bagaimana menerapkan perspektif feminisme dalam tulisan? Daru menjelaskan, bahwa tulisan berperspektif feminis adalah tulisan yang mengutamakan pengalaman subjek penelitian dan benar-benar melibatkan subjek penelitian, terutama berkaitan dengan perempuan dan kelompok rentan. Penelitian tersebut dapat dilakukan dengan melakukan penelitian terlibat atau mendalam melalui wawancara langsung dengan subjek penelitian. Penelitian tidak bisa hanya berupa studi literatur karena peneliti perlu menggali apa yang sesungguhnya dibutuhkan sang subjek penelitian. Daru juga menjelaskan bahwa tulisan akademik berpespektif feminis melakukan rujukan ke teori-teori feminis. Kemudian Daru memperkenalkan beberapa riset YJP yang memberdayakan perempuan dan kelompok rentan lainnya. Ia menceritakan bagaimana periset dari YJP pergi ke Morodemak dan Purworejo dan menemukan bahwa hak-hak perempuan nelayan tidak diakui. Tulisan hasil riset kemudian dijadikan alat untuk membuat perubahan pada sistem yang mendiskriminasi para subjek penelitian. Daru mencontohkan bahwa pada riset yang tidak berperspektif feminis, periset bisa saja hanya datang ke kepala desa mengenai situasi perempuan nelayan. Data yang dihasilkan tentu akan berbeda dan kemungkinan besar tidak menggali pengalaman dan kebutuhan perempuan nelayan yang sesungguhnya. Lalu Daru juga menceritakan riset YJP tentang akses pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk transpuan selama pandemi, bagaimana para transpuan tidak dapat mengakses bantuan sosial dan berbagai layanan karena tidak memiliki KTP. Melalui contoh-contoh ini, Daru menjelaskan kepada peserta bahwa penelitian berperspektif feminis menggali persoalan-persoalan kelompok rentan yang terabaikan, dan bahwa riset itu bertujuan untuk membawa perubahan bagi para subjek penelitian. Sesi diskusi berlangsung dengan antusiasme yang cukup tinggi dari para mahasiswa UMS. Ada yang bertanya apakah laki-laki dapat menjadi subjek penelitian berperspektif feminis. Daru menjawab bisa, salah satunya karena laki-laki pun dapat menjadi kelompok rentan. Lalu ada juga mahasiswa yang ingin meneliti tentang laki-laki yang melakukan pekerjaan domestik dan meminta masukan mengenai pendekatan penelitian. Daru memperkenalkan organisasi Aliansi Laki-laki Baru dan menjelaskan bahwa peneliti dapat memilih fokus yang ingin dibahas mengenai fenomena tersebut, misalnya mengangkat hal baik dari pengalaman melakukan pekerjaan domestik secara setara di rumah tangga. Ada juga mahasiswa yang ingin melakukan riset tentang akun “UMS Cantik” dan objektifikasi perempuan. Lalu, ada seorang mahasiwi yang ingin meneliti tentang kasus kekerasan dalam pacaran (KDP) di universitas, tetapi mengalami hambatan karena pembahasan tentang KDP dianggap tidak sesuai dengan kajian Islam, sebab Islam tidak membolehkan pacaran. Daru berbagi siasat agar mahasiswa tetap dapat memperjuangkan isu tersebut. Terakhir, seorang mahasiswi menyampaikan keinginannya untuk mengubah pemikiran masyarakat nelayan di lingkungan asalnya mengenai pendidikan untuk perempuan. Dari diskusi yang terjadi selama sesi berlangsung, terlihat bahwa mahasiswa UMS sudah memiliki semangat untuk doing feminism melalui tulisan. Mereka sudah memiliki kesadaran pada isu-isu ketidaksetaraan dan kelompok rentan yang ada di sekitar mereka, baik di kampus maupun di lingkungan tempat tinggal. Penting bagi kampus sebagai institusi pendidikan untuk dapat merawat pemikiran kritis para mahasiswa sehingga mereka dapat berkontribusi dalam membawa perubahan dan keadilan. Salah satunya, dengan memberikan akses agar mahasiswa dapat mempelajari dan melakukan riset berperspektif feminis yang memperjuangkan hak perempuan dan kelompok rentan. (Asri Pratiwi Wulandari) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |