Direktorat PPA dan PPO Polri sebagai Terobosan Layanan Hukum dan Penegakan Keadilan bagi Perempuan22/4/2024
Pada Jumat (19/4/2024) pukul 13:00-17:00 WIB, Komnas Perempuan bekerja sama dengan Uni Eropa dan Satu Suara Wujudkan Cita-Cita menggelar diskusi publik bertajuk "Webinar Mengawal Pembentukan Kelembagaan Direktorat PPO dan PPA Polri”. Webinar yang dilaksanakan melalui platform Zoom ini dibuka oleh Andy Yetriyani sebagai Ketua Komnas Perempuan dan Benny Josua Mamoto sebagai Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI. Selain itu webinar ini mengundang tiga pihak sebagai pemapar, antara lain Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Trisno Riyanto sebagai Kagablempus Rolemtala Srena Polri (HB2); Siti Aminah Tardi sebagai Komisioner Komnas Perempuan; dan Uli Pangaribuan sebagai Direktur LBH APIK Jakarta.
Sebagai penanggap, webinar ini mengundang Irawati Harsono sebagai pendiri DERAP Warapsari dan Komisioner Purnabakti Komnas Perempuan; Istyadi Insani sebagai Asisten Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana Politik, Hukum, dan Keamanan dan Pemerintah Daerah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB); Margareth Robin Korwa sebagai Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA); dan Rita Wulandari Wibowo sebagai Kombes Polri. Sebagai moderator, webinar ini mengundang Fajar Pratama sebagai Redaktur Pelaksana Detik.com. Andy Yetriyani dalam sambutannya mengatakan bahwa ada tiga hal yang menjadikan webinar ini penting. Pertama, posisi strategis polisi sebagai garda awal dari proses penegakan hukum, yang menentukan nasib dari para pencari keadilan. Salah satu pihak yang membutuhkan layanan spesifik adalah perempuan. "Karena itu polisi perempuan dibutuhkan, bersamaan dengan unit yang secara spesifik memenuhi kebutuhan tersebut." Kedua, webinar ini penting karena kesejarahan dari kelahiran Komnas Perempuan dan komitmen Indonesia mengentaskan kekerasan terhadap perempuan. DERAP Warapsari telah mendorong lahirnya Ruang Pelayanan Khusus (RPK) merespons kebutuhan penyelidikan dengan perspektif korban dan HAM untuk perempuan pasca tragedi 1998. Ketiga, rencana penguatan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) ini merupakan janji yang ditunggu-tunggu sejak disampaikan Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, pada tahun 2021. "Apalagi sejak disahkannya Undang-Undang No. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan UU No. 1 tahun 2023 tentang KUHP yang akan difungsikan tahun 2026," tambahnya. Sementara itu, Ketua Kompolnas Benny Josua Mamoto, menyampaikan bahwa Kompolnas sejak awal berkomitmen menaikkan Unit PPA menjadi Direktorat yang dipimpin Polisi Wanita (Polwan) Bintang Satu. Hal ini menunjukkan komitmen Polri terhadap isu-isu masalah perempuan dan anak. Menurut Benny, webinar ini sangat perlu diapresiasi, karena memang Direktorat ini sangat perlu direalisasikan. "Kami dari Kompolnas juga memiliki atensi pada kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM). Kami mengumpulkan data dari Unit PPA di daerah untuk dilaporkan kepada Bapak Kapolri, tentang SDM, kompetensi, dan anggaran." Di samping itu banyak personil dari PPA yang membutuhkan pendidikan untuk meningkatkan kompetensi guna mengawali promosi mereka. "Sebab kami menginginkan personel yang kompeten, bukan hanya menginginkan jabatan," tukas Benny. Dalam pembukaaan sesi pemaparan, moderator Fajar Pratama mengungkapkan standar pelayanan terhadap perempuan dan anak belum merata. Sebagai contoh kasus di akhir 2023 di Jagakarsa seorang ayah membunuh empat anak sekaligus untuk melampiaskan kekesalan terhadap istri. Di Cikarang juga seorang suami membunuh istri, yang telah melaporkan suaminya sebelumnya. "Tapi penanganannya belum maksimal karena berbagai alasan," jelas Fajar. Perlu ada standarisasi bagi cara berpikir dan pelaksanaan penegakan hukum, agar penegakan hukum lebih maksimal. Termasuk juga untuk tindak Pidana Perdagangan Orang (PPO). Pembicara pertama, Kagablempus Rolemtala Srena Polri (HB2) Kombes Pol. Trisno Riyanto menyatakan, sejak 2020 Kapolri sudah menyurat kepada KemenPAN-RB tentang permohonan restrukturisasi kepolisian. Di tanggal 7 Juni 2023, Kapolri juga sudah menyurat tentang pembentukan struktur Direktorat PPA dan PPO. Di tanggal 12 Juni 2023, hal ini ditindaklanjuti dengan rapat pembahasan struktur dan tugas/fungsi kelembagaan di tingkat Mabes Polri terkait pembidangan PPA dan PPO ini. Selama Agustus juga berlangsung beberapa rapat terkait hal ini. Hingga Maret 2024-April 2024 proses ini juga terus berlanjut. "Selain perempuan dan anak, Direktorat ini juga akan melindungi kelompok rentan lainnya," ujarnya. Melanjutkan sesi pemaparan, Siti Aminah Tardi sebagai Komisioner Komnas Perempuan, pengampu sub Komisi Reformasi Hukum dan Kebijakan, menyampaikan saran dan masukan dari Komnas Perempuan untuk Direktorat PPA Bareskrim Polri. "Kasus kekerasan terhadap perempuan makin meningkat dan makin kompleks, karena itu pembentukan Direktorat ini jadi makin urgent," ujarnya. "Kerja-kerja penyidikan harus berbarengan dengan kerja pemulihan," tambah Siti. Siti mewakili Komnas Perempuan juga memberikan saran terkait struktur, bahwa perlu ada Sub Direktorat (Subdit) Pelayanan dan Perlindungan; Subdit Kerjasama dan Koordinasi, serta Unit Restitusi Korban. "Kerjasama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga penting," tuturnya. Mewakili masyarakat sipil, pembicara ketiga Direktur LBH APIK Jakarta Uli Pangaribuan, menyatakan urgensi penanganan perkara Perempuan yang Berhadapan dengan Hukum (PBH) di Direktorat PPA dan PPO. "Berdasarkan pengalaman dan kerja-kerja pendampingan yang dilakukan LBH APIK Jakarta, sering ada halangan dalam penanganan perkara," ujarnya. "Pada umumnya terdapat gap antara Kebijakan Kepolisian dan situasi di lapangan," sambung Uli. Di lapangan, Aparat Penegak Hukum (APH) seringkali menyalahkan korban dan tidak ramah, sehingga korban takut, perspektif polisi juga belum berpihak pada korban, seringkali ada pertanyaan tidak relevan. Perlakuan ini kerap membuat korban mundur dari upaya penyelesaian hukum. "Banyak terjadi victim blaming dan sikap menyudutkan korban, selain itu fasilitas RPK juga perlu ditingkatkan agar korban merasa aman," tuturnya. Irawati Harsono sebagai Pendiri DERAP Warapsari dan Komisioner Purnabakti Komnas Perempuan membuka sesi penanggap dengan menceritakan tentang sejarah DERAP Warapsari dan penciptaan RPK. Harapan Irawati adalah Direktorat terkait dapat menyelesaikan berbagai masalah gender dalam kepolisian, seperti bias gender, minimnya kepemimpinan Polwan, dan kurangnya jumlah Polwan (yang kini hanya 6 persen dari keseluruhan anggota Polri). Istyadi Insani dari KemenPAN-RB menyatakan bahwa peningkatan unit menjadi direktorat akan memungkinkan PPA dan PPO membuat kebijakan, bukan hanya operasional. "Direktorat akan menjadi sama dengan Kementerian, karena itu kolaborasi menjadi penting," ujarnya. Margareth Robin Korwa dari KPPPA mengatakan masih terdapat permasalahan tentang peran dan posisi Polwan dalam rangka membangun hukum yang berkeadilan gender dan berperspektif korban. Pencegahan dan pemulihan bagi korban juga menjadi penting. Rita Wulandari Wibowo sebagai Kombes Polri juga menyatakan harapan untuk melaksanakan Perpres No. 20 Tahun 2024 untuk penciptaan Direktorat ini. Secara umum webinar ini menunjukkan harmonisasi dalam kolaborasi Komnas Perempuan, Polri, KPPPA, KemenPAN-RB, dan Presiden dalam memastikan perempuan, anak, dan kelompok rentan lainnya untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum. Webinar ini menunjukkan proses yang panjang dalam penciptaan Direkorat ini, mulai dari tahun 1998 hingga sekarang. Direktorat ini merupakan cita-cita bersama banyak pihak, sehingga perlu segala dilaksanakan dan diperjuangkan demi peningkatan kualitas layanan hukum dan penegakan hukum bagi perempuan. (Dian Aditya Ning Lestari) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |