
Dalam paparannya Dewi menjelaskan bahwa ekofeminisme merupakan sebuah kritik kepada tujuan kebenaran yang tidak mengindahkan tujuan akan kehidupan. Kapitalisme yang perlahan membunuh alam pada akhirnya akan kembali merugikan manusia. Perilaku-perilaku jahat manusia merupakan tabungan akan kehancuran. Alam bukanlah sekadar alat untuk mencapai kebutuhan manusia. Manusia modern sekarang tak lagi mengindahkan bagaimana telah sakit dan sekaratnya bumi yang ditinggalinya. Ekofeminisme mengajak kita untuk kembali dekat pada alam, bukan menjauhinya dan hanya menganggapnya sekadar alat pencapai kebahagiaan.
Dewi memberikan banyak contoh begitu banyak dosa yang kita perbuat setiap hari kepada alam. Kita lupa, dosa kepada alam juga adalah dosa kepada diri sendiri, alam yang rusak, perlahan juga akan merusak diri kita dari dalam, perlahan namun pasti. Sudah seharusnya, mulai saat ini juga, kita harus mencintai alam, memperlakukannya dengan etika dan cinta, mempertimbangkan nilai-nilai cinta alam dalam setiap langkah yang kita tapakkan. Budaya memperlakukan alam sebagai sahabat adalah arus utama dalam setiap kegiatan pembangunan yang seharusnya dipahami oleh semua kalangan.
Sebagai penutup seminar, kembali Dewi mengajak agar kita sebagai manusia beradab haruslah sadar, alam bukanlah alat. Alam adalah sahabat yang selayaknya mendapat perlakuan penuh cinta dan penghargaan. Sudah saatnya kita bergerak, kembali mendekatkan diri kepada alam, kepada lingkungan yang memberi kita kehidupan. Bumi hanya satu, dia cukup untuk manusia, tapi tidak untuk keserakahannya. Mari kembali mendekatkan diri kepada bumi, memperlakukannya dengan cinta sepenuh hati. (Galuh Pancawati)