Rabu (6/3) bertempat di Hotel Bidakara, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meluncurkan Catatan Tahunan (Catahu) 2019. Setiap tahun Komnas Perempuan memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh di tanggal 8 Maret dengan meluncurkan Catahu. Tahun ini Catahu diluncurkan dengan judul “Korban Bersuara, Data Bicara Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai Wujud Komitmen Negara” sebagai dokumentasi berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani oleh lembaga pengadalayanan. Dalam acara tersebut Mariana Amiruddin (Komisioner Komnas Perempuan) menyebutkan bahwa di tahun 2019 ada kenaikan 14% kasus kekerasan terhadap perempuan yaitu sejumlah 406.178 kasus. Data tersebut dihimpun dari tiga sumber yakni Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Agama (PA), lembaga layanan mitra komnas perempuan, dan Unit Pelayanan Rujukan (UPR). Mariana menjelaskan bahwa pada Catahu 2019 ditemukan fakta baru tentang kekerasan terhadap perempuan yakni perkosaan dalam pernikahan (marital rape), incest, kekerasan dalam pacaran (KDP), cybercrime, dan kekerasan seksual pada perempuan disabilitas. Kendati beberapa darinya adalah jenis kasus lama, namun jenisnya semakin beragam. Sementara itu Adriana Venny (Komisioner Komnas Perempuan) menyampaikan bahwa dalam Catahu Komnas Perempuan memetakan jenis-jenis kekerasan seksual yang dilaporkan oleh korban yakni pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan penggunaan kontrasepsi, pemaksaan melakukan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual. Berdasarkan pengaduan korban banyak kasus yang terjadi di luar nalar kemanusiaan juga, misalnya tentang penelanjangan perempuan di bandara atas nama keamanan dan ancaman mengedarkan video porno (revenge porn). Yuniyanti Chuzaifah (Wakil Ketua Komnas Perempuan) menyatakan bahwa saat ini Komnas Perempuan dikejutkan dengan fakta meningkatnya kasus kekerasan di ranah personal. Komnas Perempuan mencatat setidaknya terdapat 9637 kasus yang dilaporkan dengan jenis kekerasan yang menonjol adalah kekerasan fisik sebanyak 3927 kasus. Yuniyanti menyayangkan bahwa selama ini kasus kekerasan berakhir pada perceraian tanpa tindakan lanjut yang mendukung hak korban. Selain itu, Yuniyanti mengingatkan bahwa negara perlu terlibat langsung dalam kasus femisida atau kasus pembunuhan perempuan dengan alasan misoginis. Menurutnya, negara juga perlu bergerak cepat dalam menangani perlindungan korban pasca melaporkan. “Kita dikejutkan dengan kasus seorang dokter yang dibunuh suaminya, padahal ia sudah mengadukan kasus kekerasan yang terjadi sebelumnya, ini menjadi catatan bagi pemerintah bahwa korban membutuhkan perlindungan pasca pengaduan”, tutur Yuniyanti. Thaufiek Zulbahary (Komisioner Komnas Perempuan) menyatakan bahwa pemerintah perlu mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) segera karena pengesahan tersebut merupakan wujud komitmen negara. Komnas Perempuan juga memberikan rekomendasi kepada semua elemen negara untuk menciptakan situasi kondusif mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan pemenuhan hak korban. (Iqraa Runi) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |