Selasa, 24 Maret 2015 ruangan pameran lukisan “Dokumen Rahim” tidak seperti biasanya. Sekitar kurang lebih 40 orang berkumpul dari berbagai kalangan mulai dari perupa, akademisi maupun mahasiswa. Kehadiran mereka tidak lain adalah untuk menghadiri acara Artist talk yang merupakan rangkaian dari pameran lukisan Dewi Candraningrum yang bertajuk “Dokumen Rahim”. Acara yang dimulai pukul 19.30 tersebut dimoderatori oleh Shinta Maharani dari divisi Gender AJI. Sementara itu terdapat tiga pengulas dalam acara ini yaitu BJD Gayatri seorang feminis yang juga pernah mengajar di Institut Kesenian Jakarta, perupa dari Solo yaitu Saifuddin Hafiz dan Dr. Phil Ratna Noviani dari FISIPOL UGM. Saifudin Hafiz sebagai pengulas pertama mengungkapkan bahwa bila kita bica mengenai seni rupa, kita bicara akan tanggung jawab. Menurutnya, ada harapan-harapan yang ingin dicapai dalam karya-karya Dewi yang dipamerkan, salah satunya yaitu kebebasan. Dewi yang sering mengungkapkan bahwa kecintaannya pada dunia melukis merupakan sebuah kebetulan, namun sesungguhnya tidak ada aturan tertentu untuk menjadi seorang perupa. Yang menjadi ketertarikannya adalah sosok Dewi sebagai seniman juga menempatkan dirinya sebagai pelaku. Melalui lelakunya dia menemukan ide-ide, pengalaman dan keterlibatan dalam isu-isu perempuan yang menjadikan karya-karya luar biasa ini. Sementara itu, BJD Gayatri sebagai pengulas kedua tertarik bagaimana Dewi menemukan warna-warna. Dia mengungkapkan bahwa perkembangan warna pada lukisan-lukisan Dewi sungguh diluar dugaan. Dia sangat berani memainkan warna, sehingga muncul emosi-emosi dari pilihan warna dalam lukisannya. Bila Dewi Candraningrum mengatakan baru-baru saja ia mulai belajar melukis, lain dengan cerita Dr. Phil Ratna Novianti yang juga sahabat Dewi ketika menempuh S3 di Jerman. Menurut Ratna, dari dulu Dewi sudah senang “corat-coret” diatas kertas dan menghasilkan gambar-gambar. Mengenai karya-karya Dewi, Ratna berpendapat bahwa Dewi ingin menggunakan lukisan-lukisannya untuk bicara. Terlihat pada subjek-subjek yang dihadirkan dalam lukisan-lukisan Dewi, yaitu mereka-mereka yang disisihkan dan jarang terrepresentasikan semisal Widji Thukul, anak-anak perempuan di Zambia juga para penyintas kasus perkosaan. Namun ungkapan berbeda datang dari salah seorang peserta dalam sesi diskusi. Menurutnya memang benar bahwa subjek-subjek yang dimunculkan adalah mereka yang tersisih, namun ada juga beberapa tokoh-tokoh besar yang dihadirkan seperti lukisan Mother Teresa, Jesus, dll. Wiwin, salah satu peserta memberikan tangapannya bahwa lukisan bertema After the Rape adalah lukisan yang paling menonjol dari lukisan lainnya. Dia mengagumi bagaimana Dewi melukiskan wajah para penyintas dengan karnival warna namun dengan tatapan mata yang kosong, dalam dan terluka. Ditemani kacang, pisang rebus dan serabi solo, selama diskusi berlangsung banyak peserta yang bertanya atau hanya mengungkapkan pendapatnya. Pada akhirnya sesi ditutup pada pukul 22.00. (Indriyani Sugiharto) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |