Jokowi mengangkat delapan menteri perempuan dalam Kabinetnya, artinya terjadi kenaikan kuota perempuan hingga 100% dibanding pemerintah sebelumnya dalam kamar eksekutif, ini bisa dikatakan prestasi. Tetapi prestasi tidak hanya soal kuota. Susi Pudjiastuti yang akhir-akhir ini menjadi media darling, menyedot perhatian publik dan sukses menjadi simbolisasi citra baru perempuan. Seperti yang lama diperjuangkan gerakan feminis konstruktivis, sosok Ibu Menteri Perikanan dan Kelautan ini berhasil mengubrak-abrik citra perempuan baik-baik yang standarnya sangat patriarkis. Perempuan pemilik maskapai penerbangan Susi Air ini menunjukkan bahwa perempuan mampu dilihat dari kapabilitasnya dalam bekerja dan berkarya. Perempuan yang baik tidak harus mementingkan percintaan dan mengutamakan memiliki pasangan yang baik dibandingkan pekerjaan yang baik seperti yang selalu disebutkan dalam majalah dan tabloid wanita. Terlebih, media sosial menyebarkan gambar dalam bentuk meme akhir-akhir ini perihal Susi yang bertato, merokok, dan mempunyai suami pilot WNA disandingkan dengan Ratu Atut yag dianggap memiliki seluruh standar perempuan baik-baik tetapi tersandung kasus korupsi. Jokowi melakukan langkah yang tepat dalam melihat perempuan dari kemampuannya bukan dari kulitnya, penampilannya, dan pendampingnya. Lihat saja bagaimana sejarah “kelupaan” mencatat kehebatan kepemimpinan Cleopatra dan hanya memosisikan Cleopatra dalam seksualitasnya bersama pria-pria, Mark Antony dan Julius Caesar atau sejarah tidak memberikan perhatian pada kehebatan Elizabeth II dalam memimpin Inggris. Masyarakat terjebak pada citra perempuan yang merupakan tulang rusuk, pelengkap dan selalu saja perempuan tidak dilihat sebagai subjek. Secara simbolik pula, pada hari pelantikan Kabinet, Jokowi mendobrak kebiasaan memakai kebaya dan rok bagi perempuan. Pada pelantikan kabinet, kita bisa melihat para menteri perempuan yang dilantik menggunakan batik dan celana! Susi sebagai satu-satunya yang menggunakan Kebaya dan kain justru disorot, padahal hanya ia satu-satunya yang mengikuti rules berpakaian yang selama bertahun-tahun diterapkan istana ketika acara resmi pelantikan. Tampaknya pemerintahan Jokowi serius dalam mendukung kesetaraan gender. Hal ini dikonfirmasi pula oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan perkataan, “Menteri perempuan dan laki-laki sama saja, kita lihat dari hasil kerjanya”. Tampaknya, kita bisa berharap bahwa perempuan pada akhirnya bisa diperlakukan sebagai manusia bukan lagi sekadar pelengkap dimulai dari pemerintahan Kabinet Kerja, kini.
1 Comment
|
AuthorFeminis muda Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
September 2021
Categories |