(Mahasiswi Jurusan Ilmu Sejarah, FIB, Universitas Indonesia)
nadyazurakarima@gmail.com

Jokowi melakukan langkah yang tepat dalam melihat perempuan dari kemampuannya bukan dari kulitnya, penampilannya, dan pendampingnya. Lihat saja bagaimana sejarah “kelupaan” mencatat kehebatan kepemimpinan Cleopatra dan hanya memosisikan Cleopatra dalam seksualitasnya bersama pria-pria, Mark Antony dan Julius Caesar atau sejarah tidak memberikan perhatian pada kehebatan Elizabeth II dalam memimpin Inggris. Masyarakat terjebak pada citra perempuan yang merupakan tulang rusuk, pelengkap dan selalu saja perempuan tidak dilihat sebagai subjek.
Secara simbolik pula, pada hari pelantikan Kabinet, Jokowi mendobrak kebiasaan memakai kebaya dan rok bagi perempuan. Pada pelantikan kabinet, kita bisa melihat para menteri perempuan yang dilantik menggunakan batik dan celana! Susi sebagai satu-satunya yang menggunakan Kebaya dan kain justru disorot, padahal hanya ia satu-satunya yang mengikuti rules berpakaian yang selama bertahun-tahun diterapkan istana ketika acara resmi pelantikan. Tampaknya pemerintahan Jokowi serius dalam mendukung kesetaraan gender. Hal ini dikonfirmasi pula oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan perkataan, “Menteri perempuan dan laki-laki sama saja, kita lihat dari hasil kerjanya”. Tampaknya, kita bisa berharap bahwa perempuan pada akhirnya bisa diperlakukan sebagai manusia bukan lagi sekadar pelengkap dimulai dari pemerintahan Kabinet Kerja, kini.