(Mahasiswi Jurusan Ilmu Sejarah, FIB, Universitas Indonesia)
nadyazurakarima@gmail.com

JKT48 adalah sebuah idol group, bukan girlband pada umumnya. Idol group ini merupakan sisterhood dari pendahulunya AKB48 yang berasal dari Akihabara, Jepang. Karena merupakan sisterhood, JKT48 banyak membawa budaya Jepang dan idoling yang berbeda dengan selebriti pada umumnya, anggota idol group memiliki golden rules yang harus ditaati bersama demi menjaga perasaan para fans-nya, fans disini bukan sebagai pihak di luar idol group melainkan kunci utama idol group ini bisa besar dan berkembang. Hingga pengumuman dibukanya audisi generasi keempat, tidakah anda bertanya-tanya, “Ini grup apa sekolahan sampai ada generasi-generasinya segala?” Konsep idol group berbeda dengan selebriti atau band pada umumnya. Idol Group mengenal regenerasi, bagi siapapun anggota yang dirasa sudah semakin tua maka dia akan graduate atau mengundurkan diri. Anggota yang graduate biasanya akan memulai karier solonya. Disini terlihat bahwa idol group bisa menjadi sebuah batu loncatan, atau dia menghempas siapapun yang dirasa tidak muda dan pesonanya mengurang.
Konsep idol group dalam industri hiburan merepresentasikan mitos kecantikan yang masih membelenggu para perempuan, dan lucunya para perempuan ini enggan lepas dari belenggu tersebut. Berbeda dengan artis atau selebriti yang biasanya memiliki keahlian tertentu, seperti diva yang harus pandai sekali bernyanyi, aktris yang pandai bermain peran. Idol tidak memiliki kemampuan khusus seperti itu. Mereka bernyanyi bersama dan menjual dirinya sebagai ikon/anggota dari grup tersebut. Yang diutamakan adalah wajah yang menarik, tanpa kriteria cantik yang jelas. Lihat personel-personel JKT48 yang memiliki kecantikan khas masing-masing, misalnya saja Ve yang berkulit hitam manis dan semampai, Yupi yang berkulit putih, sipit, mungil menggemaskan, Melodi yang bermata bulat dan wajah Indonesia sekali, atau Haruka yang asli jepang. JKT48 tidak membuat standar cantik tapi juga tidak mematok para personelnya untuk menjadi sangat ahli dalam bidang menari, menyanyi, atau akting. Graduate dan perekrutan generasi menjadi hal yang penting. Karena dengan ini personel JKT48 akan selalu muda dan energik. Perlombaan nilai perempuan dalam idol group bisa diukur melalui suara para fans-nya yang biasa disebut wota (women otaku) yang menentukan karier para personel dalam grup tersebut.
Nilai perempuan ada pada tubuhnya, pada wajahnya sehingga ada pernyataan yang umum dilontarkan “nasib perempuan tergantung pada wajahnya”. Keberhasilan pergerakan perempuan pada tahun 1970-an juga berimbas pada bergesernya feminine mystique menjadi beauty myth. Ketika perempuan sudah sadar atas kepemilikan tubuhnya kemudian media menyetir mereka untuk menjadi bahagia dengan tubuhnya dengan cara menjadi cantik. Kemudian para perempuan pun beramai-ramai berusaha menjadi cantik melalui berbagai penderitaan membeli banyak barang yang mampu membuat dia terlihat cantik, diet, high heels, meluruskan rambut, keriting bulu mata, dsb. Perempuan dituntut menjadi cantik, dengan standar kecantikan yang masih patriarkis. Lihat saja iklan pencerah wajah terkenal. Mereka memasang pria tampan yang terpesona dengan kecantikan si pemakai produk pencerah wajah tersebut. Hal ini merepresentasikan perempuan yang tampil cantik untuk orang lain, untuk pria. Bukan demi kepuasan dirinya sendiri. Begitu pula yang dialami member JKT48. Identitas mereka sebagai anggota didapatkan melalui serangkaian audisi dan training demi diakui sebagai idol, perempuan cantik bagaimanapun definisi cantik yang ia percayai. Mereka tidak dituntut untuk menjadi mahir pada hal tertentu, penggemar mereka menilai dari kecantikan dan rasa subjektivitas emosional terhadap sang oshi (idol kesukaan).
Idol merepresentasikan para perempuan dengan nilai bahwa menjadi cantik lebih penting daripada ahli dalam bidang akademis, seni, aktivitas sosial, atau apapun. Perempuan pun menganggap wajah cantik adalah komoditas utama sementara cerdas dan memiliki kemampuan lain adalah bonusnya. Menjadi cantik lebih penting daripada menjadi pintar. Sehingga kecantikan dan kepintaran dianggap tidak mampu berjalan bersama-sama. Mengapa perempuan mengutamakan kecantikan dibandingkan mengasah kemampuan berpikir atau hobinya? Menurut saya, hal ini diakibatkan persepsi masyarakat yang masih menganggap perempuan sebagai pabrik anak. Wajah yang cantik akan mudah memikat para pria (fans) sehingga tertarik kemudian menikah dan beranak-pinak. Wajah cantik membuat kesempatan perempuan untuk mendapatkan pasangan dan meneruskan gennya menjadi lebih besar. Perempuan masih dianggap kunci dan simbol dari kesuburan dan keturunan. Maka penting bagi perempuan untuk mampu memikat lawan jenisnya demi bereproduksi.
Sebenarnya, kemajuan pengetahuan dan teknologi saat ini tidak lagi memosisikan dan mewajibkan perempuan sebagai mesin produksi anak. Tetapi mitos kecantikan masih membelenggu. Wanita cantik lebih dihargai daripada yang kurang cantik, dan lagi, syarat cantik hanya dilekatkan pada wajah dan penampilan fisik sehingga perempuan terus-terusan menderita untuk menjadi cantik. Dan ironisnya mereka tetap menikmati penderitaan tersebut, termasuk saya!
Sumber:
Wolf, Naomi. 2002. The Beauty Myth: How Images of Beauty Are Used Againts Women. New York: Harper Perennial.
Galbraith, Patrick W and Jason Karlin (Eds). 2012. Idols and Celebrity in Japanese Media Culture. Japan: Tokyo University.