Oleh: Aya Canina
Kita dengar lagi hari ini kicau sumbang infotainment. Atas nama moral, kitalah penonton budiman itu. Dosa perempuan adalah sebagian dari iman dan di media sosial semua orang ialah tetangga; gemar bergotong royong dalam ghibah. Peringatan Pemicu: tulisan mengandung tindakan kekerasan seksual.
Oleh: Alya Fathinah Cermin berukuran 180x60 menampilkan sosok perempuan yang sedang bersiap. Perempuan bernama Gayatri itu memperhatikan baju dengan lengan ¾ berwarna putih dan rok coklat muda bawah lutut yang dikenakannya. Ia membolak-balikkan badannya, melihat kembali pakaian yang dikenakannya sembari memperhatikan rambutnya yang dikuncir kuda. Kemudian, ia juga mengambil tas ransel favoritnya untuk dicocokkan. Oleh: Paoina Bara Pa
Pasanglah telinga! Kata mereka tentang peranku Pasanglah mata! Melihat kebenaranku Kuyakin, tak sanggup jua kau kerjakan Tuduhan itu belenggu ketidakadilan Oleh: Akhiriyati Sundari
“Akhirnya kriwikan dadi grojogan, Mas,” ucapku sembari menerima uluran secangkir kopi tanpa gula buatan suamiku. Sore ini kami menggiring ujung hari dengan berbincang di sisi samping tempat kami tinggal, yang kami fungsikan sebagai beranda. Kendati hanya seluas tiga kali lima meter, suamiku cekatan menata nyaris di semua sisi. Didesainnya sebuah kolam ikan mini yang tidak ada ikannya di sudut tembok pembatas. Tampak hanya ada tiga lembar daun dan tangkai bunga teratai yang masih menguncup, mengapung di atas air. Sepoi angin mengembus ke wajahku. Segar. Oleh: Dewi Nova
Berjalanlah kakimu bumi tempat segala akar saling bertaut merawat batang memanggil burung menabur benih Oleh: Esty Pratiwi Lubarman Aku tidak mengenal nama Marry Wollstonecraft dalam sejarah bisu yang menuangkan secangkir keuntungan untuk perempuan kulit putih. Tapi, barangkali pernah tiba nama Drupadi yang setia dan menderita di tubuh mbokku yang tidak sempat membaca. Pernah kubisikkan teluh Calon Arang yang kepalanya dibakar akibat menjaga rahimnya. Pernah sekali, harus ku cangkul tubuhku untuk menemukan yang tersisa dari nestapa ketika kelahiran kami dirayakan dengan mantra dan air mata. Oleh: Citra Benazir
"Pakai baju yang tertutup rapi ya nduk, teman kerja bapakmu mau ke rumah sore nanti." Siapa yang pernah mendengar ucapan seperti ini? Siapa? Pasti perempuan saja Perempuan saja kan Oleh: Alya Fathinah
“Neng, sekarang mah cuaca panas banget ya,” ujar penjual es jeruk sambil menyiapkan minuman pesananku. “Iya, bener banget pak makanya aku juga beli es jeruk nih biar seger,” aku menimpali ucapan sang bapak yang sok akrab. “Alhamdulillah, itu rezeki buat bapak. Tapi yang sedih mah kalau tiba-tiba ujan deres jadi bapak teh harus cepet-cepet beresin roda, cari tempat yang teduh. Abis raat1 dagangan enggak laku da mereun teu nyambung nya tiris-tiris minum es2,” keluh sang bapak tentang nasibnya. “Atuh mun caang wae oge karunya tukang bajigur, sekoteng, bandrek icalanana teu laku-laku3,” jawabku sembari bercanda. Oleh: Adjie Valeria Christiasih
Desa mengheningkan cipta Pada lampu-lampu kota Terang lampu itu, Menjadi pemandangan di kota Tetapi, tak lagi di desa-desa Yang kian ironi kondisinya Andina Dwifatma
Sepulang dari swalayan, Ira melihat Martin sedang berjongkok di atas rumput taman belakang rumah mereka. Martin mengenakan kaus putih yang tampak basah dan lengket di bagian punggung. Kedua tangannya sibuk mengotak-atik sesuatu. “Martin,” panggil Ira. “Cepat ke sini dan lihat ini!” balas Martin tanpa menoleh. Ira bergegas menghampiri dan ikut berjongkok menghadapi seekor burung nuri kepala hitam. Martin sedang berusaha memasang mangkuk minum di pinggir kandang. Di punggung tangan Martin ada bekas-bekas luka. |
AuthorKumpulan Cerpen Archives
October 2024
Categories |