Vera Kartika Giantari: “Merawat Ingatan Tragedi Mei 1998 adalah Penting”
(14 Mei 2014)
(14 Mei 2014)
UMS & UNS Solo—Pada Mei tahun 2013, Jejer Wadon (JW) dan Komnas Perempuan membuat serangkaian memorialisasi Tragedi Mei 1998 di Solo bekerja sama dengan Pemkot dan Balai Soedjatmoko. Dimulai dari membuat peta situs kekerasan, yang berisi lokasi pembakaran mall-mall dan gedung-gedung penting di Solo. Selain peta, JW juga mengadakan workshop penulisan puisi dan menerbitkannya dalam buku puisi Merawat Ingatan Rahim: Puisi Tragedi Mei 1998. Puisi ini ditulis oleh pelajar dan mahasiswa di Solo beserta dengan penyair lain seperti Soe Tjen Marching, Kinanthi Anggraini, Lasinta Ari Nendra, Afrizal Malna, Joko Pinurbo, Fanny Chotimah, Indah Darmastuti, Puitri Hati Ningsih, Sartika Dian Nuraini, dan lain-lain. Anna Subekti dan Joko Narimo pada bulan itu juga membuat film memorialisasi yang berjudul Oeke, yang bercerita tentang terbakarnya toko roti Oeke di Solo.
Mei tahun ini, JW kembali menggelar peringatan Mei 1998, dengan platform gerakan “Goes to Campus”, dengan memperkenalkan sejarah ini pada para mahasiswa—karena, menurut Vera Kartika Giantari dan Nurul Sutarti (keduanya adalah aktivis 98), bahwa sejarah formal sekarang tidak cukup memberikan klarifikasi atas kejahatan HAM pada Mei 98. Mei ini JW mengadakan pemutaran film Oeke di Universitas Muhammadiyah Surakarta (pada 8 Mei) dan Universitas Sebelas Maret (pada 13 Mei). Joko Narimo menerangkan bahwa peringatan ini adalah untuk melawan lupa dan merawat ingatan atas tragedi Mei. “Harga kebebasan yang kita dapatkan sekarang, harus dibayar oleh hilangnya Wiji Thukul dan kematian anak-anak kita yang dibakar dengan sengaja. Pengusutan tragedi Mei ini harus dituntaskan”, terang Vera Kartika Giantari. Nurul Sutarti menambahkan bahwa reformasi yang kita dapatkan sekarang juga mengorbankan para perempuan etnis Tionghoa yang diperkosa, selain juga hancurnya rumah-rumah dan usaha penghidupan mereka. (jp-redaksi)
Mei tahun ini, JW kembali menggelar peringatan Mei 1998, dengan platform gerakan “Goes to Campus”, dengan memperkenalkan sejarah ini pada para mahasiswa—karena, menurut Vera Kartika Giantari dan Nurul Sutarti (keduanya adalah aktivis 98), bahwa sejarah formal sekarang tidak cukup memberikan klarifikasi atas kejahatan HAM pada Mei 98. Mei ini JW mengadakan pemutaran film Oeke di Universitas Muhammadiyah Surakarta (pada 8 Mei) dan Universitas Sebelas Maret (pada 13 Mei). Joko Narimo menerangkan bahwa peringatan ini adalah untuk melawan lupa dan merawat ingatan atas tragedi Mei. “Harga kebebasan yang kita dapatkan sekarang, harus dibayar oleh hilangnya Wiji Thukul dan kematian anak-anak kita yang dibakar dengan sengaja. Pengusutan tragedi Mei ini harus dituntaskan”, terang Vera Kartika Giantari. Nurul Sutarti menambahkan bahwa reformasi yang kita dapatkan sekarang juga mengorbankan para perempuan etnis Tionghoa yang diperkosa, selain juga hancurnya rumah-rumah dan usaha penghidupan mereka. (jp-redaksi)