Solahudin: Peran Perempuan Diabaikan dalam Deradikalisasi
(06 Juni 2014)
(06 Juni 2014)
Peran perempuan memang agak diabaikan dalam deradikalisasi. Hal ini mengingat dalam kelompok radikal posisi perempuan adalah nomor dua, menjadi subordinat laki-laki. Pernyataan ini disampaikan Solahudin, jurnalis yang banyak melakukan penelitian tentang kelompok fundamentalis dan menjadi pembahas dalam acara diseminasi hasil penelitian Yayasan Rumah Kitab tentang “Perempuan dan Fundamentalisme di Indonesia” yang bertempat di The Wahid Institute Jakarta pada Kamis (5/6).
Tetapi yang sering dilupakan menurut Solahudin adalah peran perempuan sebagai ibu. Meskipun relasi dengan suami cenderung subordinat, akan tetapi dalam hubungan dengan anak, mereka lebih memiliki kuasa. Posisi perempuan yang rendah dan tidak memiliki otoritas ketika berhubungan dengan suami berubah menjadi memiliki posisi penting dan mempunyai otoritas ketika berkaitan dengan persoalan anak. Karena terdapat teks yang menempatkan seorang ibu begitu tinggi posisinya.
Upaya ini sudah dilakukan oleh kelompok PAIMAN Trust di Pakistan. Kelompok ini bekerja sama dengan para ibu yang anaknya militan untuk menderadikalisasi anak-anak mereka. Langkah ini cukup sukses, terlihat dari ratusan anak yang kemudian berubah. Menurut Solahudin, model ini layak dicoba terutama di kalangan militan usia muda, mengingat saat ini mereka yang terlibat dalam kelompok-kelompok radikal rata-rata berusia sangat muda, seperti kasus anak SMK 2 Klaten. (Anita Dhewy)
Tetapi yang sering dilupakan menurut Solahudin adalah peran perempuan sebagai ibu. Meskipun relasi dengan suami cenderung subordinat, akan tetapi dalam hubungan dengan anak, mereka lebih memiliki kuasa. Posisi perempuan yang rendah dan tidak memiliki otoritas ketika berhubungan dengan suami berubah menjadi memiliki posisi penting dan mempunyai otoritas ketika berkaitan dengan persoalan anak. Karena terdapat teks yang menempatkan seorang ibu begitu tinggi posisinya.
Upaya ini sudah dilakukan oleh kelompok PAIMAN Trust di Pakistan. Kelompok ini bekerja sama dengan para ibu yang anaknya militan untuk menderadikalisasi anak-anak mereka. Langkah ini cukup sukses, terlihat dari ratusan anak yang kemudian berubah. Menurut Solahudin, model ini layak dicoba terutama di kalangan militan usia muda, mengingat saat ini mereka yang terlibat dalam kelompok-kelompok radikal rata-rata berusia sangat muda, seperti kasus anak SMK 2 Klaten. (Anita Dhewy)