Undangan Menulis
Call for Paper
TOR JP 86 Agustus 2015
Tenggat tulisan 15 Mei
Minimal 10 halaman spasi tunggal, Calibri Font 12, Abstrak Bilingual & Daftar Pustaka
ke [email protected]
TOR JP 86 Agustus 2015
Tenggat tulisan 15 Mei
Minimal 10 halaman spasi tunggal, Calibri Font 12, Abstrak Bilingual & Daftar Pustaka
ke [email protected]
Seksualitas, Kesehatan Reproduksi dan Perubahan Iklim
Di tahun 1994 kurang lebih 179 negara bertemu dalam sebuah konferensi internasional yang membahas aksi untuk populasi dan pembangunan di Kairo. Konferensi ini dikenal sebagai ICPD (International Conference for Population & Development). Program aksi yang dicanangkan adalah kesehatan reproduksi, kesehatan dan hak reproduksi dan seksual. Ini kemudian mengubah arah paradigma pembangunan yang mempromosikan SRHR (Sexual and Reproductive Health and Rights). SRHR kemudian menjadi jantung dari pembangunan demografi. Agendanya adalah: kesetaraan gender, hak asasi manusia, perubahan iklim, dinamika populasi, konflik, bencana alam, ketahanan pangan & gizi, dan akses pada sumber daya alam. Kerangka dasar dalam MDGs (Millennium Dev Goals) pada mulanya tidak mengandung SRHR, tetapi sejalan dengan implementasinya, kemudian dimasukkan akses universal atas SRHR sebagai bagian dari ukuran pembangunan sejak tahun 2000, yaitu dengan memasukkan angka kematian ibu melahirkan. Catatan dan monitor ARROW (Asian-Pacific Resource and Research Centre for Women) dalam ICPD+15 monitoring mengungkapkan bahwa Indonesia termasuk dalam 12 negara Asia yang belum menunjukkan kemajuan dalam perihal indeks SRHR.
Rasio kematian ibu melahirkan di Indonesia di tahun 2005 masih tinggi sampai dengan sekarang dan secara keseluruhan di Asia Tenggara dan Asia umumnya, yaitu rata-rata 420 (Arrow Report, 2013: http://www.arrow.org.my/?p=about-indonesia). Dengan penduduk kurang lebih 228.5 juta, pertumbuhan populasi 1.36% per tahun dan kepadatan pendudukan 123 orang/km, di Indonesia masih tercatat aborsi tak aman yang cukup tinggi, yaitu 15% dari kematian ibu (89% di kalangan perempuan menikah dan 11% di kalangan single). Perihal tersebut disebabkan akses hak dan pendidikan SRHR tidak didapatkan dengan cukup baik. Di samping kematian ibu melahirkan karena melahirkan dan aborsi, terdapat pula kasus infeksi HIV/AIDS karena buruknya akses atas SRHR. Dalam bukunya Linda Rae Bennett, Women, Islam and Modernity: Single women, sexuality and reproductive health in contemporary Indonesia (London: Routledge, 2005), mencatat bahwa salah satu faktor penyebab akses pendidikan dan hak kesehatan reproduksi seksual adalah ditabukannya diskursus tubuh dan konservatisme agama yang kemudian diakselerasi oleh kebijakan otonomi daerah, via peraturan-peraturan daerah yang bias SRHR (Komite Nasional Perempuan telah mengidentifikasi 342 perda diskriminatif terhadap perempuan). Indeks SRHR di Indonesia menunjukkan rata-rata rendah dari 0.116 pada tahun 2007 sampai dengan sekarang. Perubahan iklim kemudian memperparah kondisi akses dan hak SRHR dengan adanya banjir di musim penghujan, kelangkaan air di musim kemarau, kelangkaan pangan, prevalensi kanker tinggi karena pola konsumsi makanan berubah, dan risiko bencana alam yang selalu mengintai seiring dengan buruknya konservasi lingkungan.
Pada edisi ini Jurnal Perempuan hendak mengulas enam aspek berikut sebagai mata kajian dengan basis riset:
Tenggat Tulisan
Seluruh tulisan pada 15 Mei 2015 dikirim ke Pemred JP ([email protected])
Teknik Penulisan
Setiap tulisan mengacu pada tiga kata kunci tema JP86 (yaitu: Seksualitas, Kesehatan Reproduksi dan Perubahan Iklim), dengan matra gender, dengan memakai kerangka kajian feminisme, dengan dukungan data & referensi paling mutakhir. Tulisan kami harapkan dalam bahasa Indonesia minimal 10 halaman spasi tunggal dengan jenis huruf Calibri, Font 12. Tulisan dilengkapi dengan abstrak dwi bahasa (Eng-Indo, 250 kata), daftar pustaka, narasi CV pendek & email penulis.
Kesediaannya sangat membantu visi kami memberdayakan perempuan, merawat pengetahuan dan mewujudkan kesetaraan di Indonesia.
Salam Pencerahan dan Kesetaraan,
Dr. Phil. Dewi Candraningrum
Pemimpin Redaksi Jurnal Perempuan
Rasio kematian ibu melahirkan di Indonesia di tahun 2005 masih tinggi sampai dengan sekarang dan secara keseluruhan di Asia Tenggara dan Asia umumnya, yaitu rata-rata 420 (Arrow Report, 2013: http://www.arrow.org.my/?p=about-indonesia). Dengan penduduk kurang lebih 228.5 juta, pertumbuhan populasi 1.36% per tahun dan kepadatan pendudukan 123 orang/km, di Indonesia masih tercatat aborsi tak aman yang cukup tinggi, yaitu 15% dari kematian ibu (89% di kalangan perempuan menikah dan 11% di kalangan single). Perihal tersebut disebabkan akses hak dan pendidikan SRHR tidak didapatkan dengan cukup baik. Di samping kematian ibu melahirkan karena melahirkan dan aborsi, terdapat pula kasus infeksi HIV/AIDS karena buruknya akses atas SRHR. Dalam bukunya Linda Rae Bennett, Women, Islam and Modernity: Single women, sexuality and reproductive health in contemporary Indonesia (London: Routledge, 2005), mencatat bahwa salah satu faktor penyebab akses pendidikan dan hak kesehatan reproduksi seksual adalah ditabukannya diskursus tubuh dan konservatisme agama yang kemudian diakselerasi oleh kebijakan otonomi daerah, via peraturan-peraturan daerah yang bias SRHR (Komite Nasional Perempuan telah mengidentifikasi 342 perda diskriminatif terhadap perempuan). Indeks SRHR di Indonesia menunjukkan rata-rata rendah dari 0.116 pada tahun 2007 sampai dengan sekarang. Perubahan iklim kemudian memperparah kondisi akses dan hak SRHR dengan adanya banjir di musim penghujan, kelangkaan air di musim kemarau, kelangkaan pangan, prevalensi kanker tinggi karena pola konsumsi makanan berubah, dan risiko bencana alam yang selalu mengintai seiring dengan buruknya konservasi lingkungan.
Pada edisi ini Jurnal Perempuan hendak mengulas enam aspek berikut sebagai mata kajian dengan basis riset:
- Apa dan bagaimana Hak dan Kesehatan Reproduksi dan Seksual (HKRS/SRHR)? Apa saja? Bagaimana sejarah konvensi hukum internasional dan nasional yang menjaminnya? Apa arti penting ratifikasi itu bagi perempuan dan pembangunan demografi yang adil gender?
- Apa dan bagaimana AKI-angka kematian ibu melahirkan? Apa itu aborsi tak aman? Akses remaja atas Kespro? Bagaimana peran pendidikan? Peran pemerintah?
- Bagaimana prevalensi mutakhir penularan HIV-AIDS? Siapa saja sekarang yang banyak tertular? Bagaimana peran pemerintah? Bagaimana nasib perempuan?
- Bagaimana perubahan iklim mempengaruhi kehidupan kespro perempuan? Bagaimana status SRHR ketika banjir? Bagaimana status SRHR ketika langka air dan kekeringan?
- Bagaimana peran perempuan dalam mempromosikan konservasi lingkungan? apa hubungan antara perempuan, air, dan daulat pangan?
- Bagaimana rekomendasi kebijakan dan hukum untuk mengatasi persoalan-persoalan invisibilitas (ketersembunyian) kaitan antara SRHR dan perubahan iklim? Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2010-2014) telah mengadopsi prinsip pengarusutamaan gender. Kementerian Negara Perencanaan Nasional atau BAPPENAS dan departemen terkait, pada tahun 2012 memulai diskusi nasional tentang hubungan antara perubahan iklim dan keadilan gender yang meliputi SRHR. RPJMN berikutnya 2015-2019 yang saat ini sedang disusun akan memasukkan indikator perubahan iklim, kesetaraan gender dan SRHR. Akan tetapi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) belum mengadopsi kebijakan pengarusutamaan gender dan belum ada unit gender. Bagaimana BNPB dapat memasukkan gender focal point? Apa usaha dan rekomendasi yang dapat dirintis?
Tenggat Tulisan
Seluruh tulisan pada 15 Mei 2015 dikirim ke Pemred JP ([email protected])
Teknik Penulisan
Setiap tulisan mengacu pada tiga kata kunci tema JP86 (yaitu: Seksualitas, Kesehatan Reproduksi dan Perubahan Iklim), dengan matra gender, dengan memakai kerangka kajian feminisme, dengan dukungan data & referensi paling mutakhir. Tulisan kami harapkan dalam bahasa Indonesia minimal 10 halaman spasi tunggal dengan jenis huruf Calibri, Font 12. Tulisan dilengkapi dengan abstrak dwi bahasa (Eng-Indo, 250 kata), daftar pustaka, narasi CV pendek & email penulis.
Kesediaannya sangat membantu visi kami memberdayakan perempuan, merawat pengetahuan dan mewujudkan kesetaraan di Indonesia.
Salam Pencerahan dan Kesetaraan,
Dr. Phil. Dewi Candraningrum
Pemimpin Redaksi Jurnal Perempuan